Sabtu, 19 Juni 2010

Incar Kekuasaan, Iran Persenjatai Pasukan Syi'ah Afghanistan

KABUL (Berita SuaraMedia) – Sejumlah sumber di Afghanistan memperingatkan bahwa pemerintah Iran kini menggerakkan pasukan yang setia pada tokoh-tokoh Afghanistan dari etnis Tajik dan bisa berbahasa Farsi, seperti Burhanuddin Rabbani, dan Ahmad Shah Masood.
Mereka mengungkapkan bahwa dukungan tersebut bertujuan agar Iran bisa menggunakan pasukan mereka untuk menyingkirkan Taliban setelah NATO mengumumkan kekalahan dan menarik diri dari Afghanistan.

"Iran tidak akan memperbolehkan pasukan Taliban yang memiliki kendali lebih luas melampaui pasukan yang setia dengan doktrin radikal Syi'ah serta berorientasi komunis dan memiliki pengaruh di utara serta memiliki perwakilan dalam pemerintahan Afghanistan," kata sumber-sumber itu.

Menurut mereka, pemerintah Iran memberikan dukungan penuh terhadap pasukan komandan Ahmad Shah Masood. Sumber-sumber itu menambahkan, Iran juga menjalin kesepakatan dengan pasukan AS untuk mendukung dan memperkuat pasukan itu untuk melawan Taliban setelah pasukan asing mundur dari Afghanistan.

Mereka mengatakan, kualitas dan kuantitas senjata dan perlengkapan militer pasukan yang setia kepada Masood meningkat pesat.

Uni Soviet menginvasi Afghanistan pada 1979, hal itu menyatukan kelompok-kelompok mujahidin di Afghanistan, dengan dukungan Pakistan, Arab Saudi, AS - dan secara terpisah, Iran – yang akhirnya mampu mengusir Soviet dan menghancurkan rezim yang mereka tinggalkan.

Saat musuh bersama dapat ditaklukkan pada 1992, faksi-faksi mujahidin saling berseteru, mengakibatkan perang sipil yang diyakini menewaskan 50.000 orang.

Pada 1992, mujahidin yang memenangkan perang sepakat menunjuk Burhanuddin Rabbani sebagai presiden selama satu tahun. Tapi, Rabbani bertahan hingga empat tahun, dalam masa-masa itu pasukan panglima perang Pashtun Gulbuddin Hekmatyar melancarkan perang yang membuat ibu kota Afghanistan menjadi puing-puing dan menewaskan ribuan orang. Terkadang pasukan milisi Uzbek dari Jenderal Rashid Dosturn, bekas kepala keamanan rezim yang didirikan Soviet, bergabung dengan pasukan Hekmatyar.

Akhirnya, dengan dukungan militer langsung dari Pakistan dan dukungan keuangan dari Arab Saudi, Taliban berkuasa pada 1996, bersumpah akan mengakhiri pertumpahan darah.

Mereka menyingkirkan Rabbani dan juga musuh-musuhnya, memenangkan dukungan sebagian besar panglima perang lokal yang mendominasi kawasan pedesaan Afghanistan.

Pasukan Rabbani yang terguling akhirnya bergabung dengan pasukan mujahidin Hazari Syi'ah yang didukung oleh Iran, ditambah dengan milisi Dosturn. Bersama, mereka menciptakan gerakan Aliansi Utara yang menguasai Kabul setelah AS melakukan invasi dan menggulingkan pemerintahan Taliban.

Tidak ada etnis mayoritas di Afghanistan. Suku Pashtun adalah golongan terbesar mencapai 38 persen populasi, tapi, sama halnya dengan suku Tajik (25 persen), Hazara (19 persen), dan Uzbek (6 persen), mereka adalah bagian dari kelompok yang sebagian besar tinggal di negara lain.

Sebagian besar etnis Pashtun tinggal di Pakistan, Tajik di Tajikistan, Uzbek di Uzbekistan, dan meski Hazara tidak memiliki ikatan secara etnis dengan Iran, paham Syi'ah yang mereka anut membuat mereka memiliki identitas yang sama dengan Iran, terpisah dari suku-suku Afghanistan.

Dalam menyusun pendekatan baru terhadap perang di Afghanistan, para petinggi militer dan politik AS mengatakan Iran – yang pernah disebut sebagai salah satu poros kejahatan oleh mantan presiden AS George W. Bush – bisa memainkan peranan penting.

Meski ada kekhawatiran mengenai program nuklir dan tudingan mempersenjatai milisi di kawasan tersebut, Jenderal David H. Petraeus, komandan pasukan AS di Afghanistan, mengatakan Washington dan Iran bisa bersatu dalam upaya menstabilkan Afghanistan.

Laksamana Mike Mullen, kepala staf gabungan AS, mengulang kembali penegasan itu pada Januari 2009. Negara-negara sekutu NATO juga memiliki keinginan menyertakan Iran dalam pengambilan keputusan strategi Afghanistan. Para anggota dewan Jerman menyerukan pendirian "kelompok kontak" yang terdiri dari beberapa negara untuk menciptakan jalur regional. "Inisiatif semacam itu, yang akan menyertakan Iran, akan menguntungkan jika breujung pada pembicaraan langsung antara Washington dan Teheran," kata Andreas Schockenhoff, wakil ketua Partai Kristen Demokratis Jerman.

Iran memiliki kedekatan bahasa dan budaya dengan Afghanistan, khususnya dengan etnis Tajik, suku Afghanistan berbahasa Farsi di Provinsi Herat, dan Hazara, minoritas Syi'ah yang tinggal di kawasan utara dan tengah Afghanistan.

Pengaruh Iran di kawasan tersebut cukup dalam. Kota Herat sempat menjadi ibu kota kekaisaran Persia pada awal abad ke-15, dan tetap menjadi pusat kekuasaan dan kebudayaan Iran hingga diambil alih oleh Dost Mohammed Khan pada 1863 dan menjadikannya wilayah perbatasan de facto Afghanistan.

Syi'ah menjadi agama resmi di Iran sejak 1501, pada permulaan Dinasti Savafid. Tapi, seiring Revolusi Islam tahun 1979 oleh Ayatullah Ruhollah Khomeini, untuk pertama kalinya dalam sejarah, para ulama Syi'ah mampu mengambil alih negara dan memerintah masyarakat mayoritas Syi'ah. Tidak heran hal itu menjadi peristiwa paling penting dalam sejarah Syi'ah.

Asia Times Online melaporkan dari kota suci Iran, Qom, dan menyebutkan bahwa, sejauh yang diinginkan para ayatullah terkemuka, misi utama mereka adalah mengubah keyakinan seluruh umat Islam dan menjadikannya kekuasaan revolusioner dan murni Syi'ah. (dn/im/tm/cf/at) www.suaramedia.com Jumat, 18 Juni 2010 13:22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar