Minggu, 30 Juli 2017

Dakwah Muhammad bin Abdul Wahab

Dakwah salafiyah adalah dakwah yang menyeru kaum muslimin untuk kembali kepada Islam sesuai dengan manhaj salaf shalih. Di bidang ini dakwah yang digawangi oleh Syaikh Ibnu Abdul Wahab merupakan motor utama bagi gerakan-gerakan perbaikan yang lahir pasca kemunduran dan kemandekan pemikiran di dunia Islam. 
Dakwah ini menyeru kaum muslimin untuk kembali kepada akidah Islam yang shahih dengan menimbanya dari sumbernya yang jernih. Dakwah ini berupaya membersihkan kemurnian tauhid dari noda-noda syirik yang mengotorinya. 
Dakwah ini bukan madzhab baru dan bukan manhaj bid’ah, karena ia hanya melanjutkan dan meneruskan dakwah salafiyah yang lahir sebelumnya. Dakwah ini adalah dakwah yang berupaya membuka jalan salaf shalih di depan mata kaum muslimin sehingga mereka mengetahuinya dan selanjutnya menitinya. 
Pendiri 
Dakwah ini lahir di tangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi an-Najdi, 1115 – 1206 H. Syaikh lahir di kota al-Uyainah yang dekat dengan Riyadh. Ayahnya adalah guru pertamanya, kepadanya Syaikh belajar dasar-dasar madzhab Hanbali, tafsir dan hadits. Syaikh telah hafal al-Qur`an dalam usia sepuluh tahun. Syaikh berangkat ke Makkah untuk beribadah haji, di sana Syaikh belajar dari ulama-ulamanya. Kemudian Syaikh pindah ke Madinah, di sini Syaikh bertemu dengan Syaikh Muhammad Hayat as–Sindi yang selanjutnya menjadi guru baginya, di samping Syaikh belajar kepada Syaikh Abdullah bin Ibrahim Alu Saif. 
Syaikh berangkat ke Irak, di sana Syaikh belajar dari ulamanya di kota Bashrah dan Baghdad. Syaikh meninggalkan Bashrah ke al-Ahsa` kemudian ke Huraimala` mengikuti ayahnya yang seorang hakim yang pindah karena tuntutan pekerjaan. Di kota ini Syaikh mulai menebarkan dakwah tauhidnya sekalipun tidak berlangsung lama karena konspirasi sebagian kalangan untuk membunuh Syaikh. 
Syaikh pindah ke al-Uyainah, dia menyampaikan dakwahnya kepada Amirnya Usman bin Ma’mar. Bersama Amir ini Syaikh mulai menghancurkan kubah-kubah yang dibangun di atas kuburan dan menegakkan hukum rajam atas seorang wanita yang berzina dan mengakui perbuatannya. 
Amir al-Ahsa` Urai’ir bin Dujain mengirim surat kepada Amir al-Uyainah yang berisi perintah untuk membunuh Syaikh, sebagaimana orang-orang buruk yang tidak menyukai dakwah Syaikh mengadukan Syaikh ke Ibnu Ma’mar, maka Ibnu Ma’mar meminta Syaikh untuk meninggalkan negerinya ke mana Syaikh suka. 
Syaikh hijrah ke ad-Dir’iyah, wilayah dibawah kepemimpinan Alu Suud, Syaikh singgah sebagai tamu pada seorang laki-laki Muhammad bin Suwailim al-Uraini, di sini para penuntut ilmu berkumpul kepada Syaikh dan memuliakannya. 
Amir Muhammad bin Suud yang berkuasa pada masa itu mendengar kedatangan Syaikh ke wilayahnya, maka dia menemui Syaikh dan menyambutnya. Amir Ibnu Suud berjanji kepada Syaikh untuk memberikan perlindungan dan dukungan. 
Di antara percakapan yang terjadi di antara kedua: 
Amir Ibnu Suud berkata, “Bergembiralah dengan negeri kebaikan dan bergembiralah dengan kemuliaan dan perlindungan.” 
Syaikh berkata, “Bergembiralah dengan kemuliaan dan kekuasaan. Ini adalah kalimat la ilaha illalllah, siapa yang memegangnya, mengamalkannya dan mendukungnya maka dia akan menguasai negeri dan manusia, ia adalah kalimat tauhid, ia adalah dakwah semua rasul dan Allah akan mewariskan bumi ini kepada kaum muslimin.” 
Kemudian Amir meletakkan dua syarat: 
  1. Hendaknya Syaikh tidak meninggalkannya dan mencari pendukung lain. 
  1. Hendaknya Syaikh tidak melarangnya untuk mengambil pada saat panen apa yang sudah biasa diambil dari penduduk ad-Dir’iyah. 
Syaikh menjawab tentang syarat yang pertama, “Berikan tanganmu, aku membaiatmu. Darah dengan darah dan kematian dengan kematian.” 
Syaikh menjawab tentang syarat kedua, “Semoga Allah memberikan ganti kepadamu melalui harta rampasan yang kamu peroleh melalui beberapa penaklukan.” 
Syaikh dengan dukungan Amir menyebarkan dakwah tauhid di seantero Nejed. Ketika Amir Muhammad bin Suud wafat, dia digantikan oleh anaknya Abdul Aziz bin Muhammad yang tetap mendukung Syaikh menyebarkan dakwahnya sampai Syaikh wafat di ad-Dir’yah dan di sana Syaikh dimakamkan. 
Syaikh meninggalkan karya-karya dalam jumlah besar, di antaranya adalahKitab at-Tauhid, Kitab al-Iman, Kasyf asy-Syubuhat, Adab al-Masyi ila ash-Shalah, Masa`il al-Jahiliyahdan lain-lainnya. 
Tokoh-tokoh 
Pasca wafatnya Syaikh, dakwah tauhid ini diusung dan diteruskan oleh para ulama yang merupakan murid-murid Syaikh yang berjumlah besar, di antara mereka adalah: 
Suud bin Abdul Aziz bin Muhammad, putra mahkota di masanya, dia adalah murid yang selalu mendampingi Syaikh dan belajar darinya. 
Anak-anak Syaikh, Husain bin Muhammad bin Abdul Wahab, hakim negeri ad-Dir’iyah. Ali bin Muhammad, seorang ulama besar yang menolak pengangkatannya sebagai hakim. Abdullah bin Muhammad, hakim ad-Dir’iyah di zaman Amir Suud bin Abdul Aziz bin Muhammad. Ibrahim bin Muhammad, seorang ulama mulia sekaligus peneliti cermat. 
Abdurrahman bin Khamis, imam istana Alu Suud di ad-Dir’iyah dan hakim di masa Raja Abdul Aziz dan putranya Raja Suud. 
Husain bin Ghannam, penulisRaudhatul Afkar, seorang ulama yang berilmu luas. Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahab, belajar kepada kakeknya, mengajar dan menjadi hakim, penulis kitabFathul Majid Syarh Kitab at-Tauhid. 
Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahab, dibunuh oleh Ibrahim Basya pasca jatuhnya ad-Dir’iyah. Penulis kitabTaisir al-Aziz al-Hamid fi Syarh Kitab at-Tauhid 
Syaikh Allamah Muhammad bin Ibrahim, wafat tahun 1389 H, salah seorang cucu Syaikh, mufti umum Kerajaan Saudi Arabiah dan kepala para hakim di zamannya, terkenal dengan ilmunya yang luas, hafalannya yang kuat dan pandangan-pandangannya yang jauh ke depan, terkenal dengan ibadahnya, kebersihan dan kemurahan hatinya, di samping itu dia sangat disegani oleh para penguasa. 
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Babathin, ulama besar yang dijuluki dengan Mufti ad-Diyar an-Najdiyah, wafat tahun 1282 H. 
Di antara tokoh dakwah ini adalah Mufti Kerajaan Saudi Arabiah sebelum ini, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. 
Pemikiran dan Keyakinan 
  1. Syaikh Ibnu Abdul Wahab bermadzhab Hanbali, namun dia tidak memegangnya dengan ta'ashub, jika ada dalil yang menurutnya rajih, maka dia mengikuti dalil dan meninggalkan madzhabnya. Hal ini memberi warna kepada dakwahnya, yaitu mengikuti dalil selaras dengan manhaj salaf shalih. 
  1. Dakwah ini menekankan kewajiban rujuk kepada al-Qur`an dan sunnah dengan pemahaman salaf shalih dan berupaya menghidupkan apa yang tergerus dari akidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. 
  1. Dakwah ini menyeru kaum muslimin untuk memurnikan akidah tauhid dan membersihkannya dari kotoran syirik dengan meneladani kaum muslimin angkatan pertama. 
  1. Menetapkan pemahaman yang shahih dalam tauhid Asma` was Shifat sesuai dengan manhaj salaf shalih, yaitu menetapkan Asma` was Shifat yang Allah dan rasulNya tetapkan tanpa tamtsil, takyif, tahrif dan Ta'ala’thil. 
  1. Menghidupkan kewajiban jihad di jalan Allah dan memberantas bid’ah-bid’ah serta khurafat-khurafat yang disusupkan ke dalam agama Islam padahal ia bukan darinya. 
  1. Menutup segala sarana kepada kesyirikan seperti mendirikan bangunan di atas kubur, memberinya penerangan dan kiswah, menziarahi kubur-kubur yang dianggap keramat dan sepertinya. 
  1. Membendung gerak langkah dan pemikiran-pemikiran dari kelompok-kelompok yang menyimpang dari jalan lurus, aliran-aliran bid’ah dan tasawuf yang menyusupkan ajaran-ajaran yang bukan dari Islam ke dalam Islam atau membelokkan kebenaran ke arah yang sejalan dengan hawa nafsu mereka. 
  1. Memerangi thaghut, yaitu sesuatu yang disembah atau diikuti atau ditaati secara berlebih-lebihan sampai melampaui batas. Dedengkot thaghut adalah lima: Iblis yang terkutuk, orang yang disembah selain Allah dan dia rela, orang yang menyeru manusia untuk menyembah hawa nafsu, orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib dan orang yang menetapkan hukum dengan selain yang diturunkan oleh Allah. Seseorang tidak beriman sehingga dia kafir kepada thaghut. 
  1. Meninggalkan dalil yang jelas dengan berdalil kepada lafazh yang musykil dan mutasyabih adalah salah satu metode para pengikut hawa nafsu, orang-orang yang di dalam hatinya terdapat penyakit seperti Jahmiyah, Rafidhah, Khawarij dan lain-lain yang harus dihindari karena ia menyeret kepada kesesatan. 
Adapun orang-orang yang hatinya cenderung kepada kesesatan maka mereka mengikuti sebagian yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya.” (Ali Imran: 7). 
  1. Segala sesuatu yang didiamkan oleh peletak syariat dimaafkan, tidak halal bagi siapa pun untuk mengharamkannya atau mewajibkannya atau menganjurkannya atau memakruhkannya. Yang halal adalah apa yang dihalalkan oleh peletak syariat dan yang haram adalah apa yang diharamkan oleh peletak syariat. Dan Nabi shallallohu 'alaihi wasallam telah menjelaskan bahwa yang halal itu jelas dan yang haram juga jelas, di antara keduanya adalah perkara yang mutasyabihat. 
  1. Syirik adalah dosa nomor wahid yang harus ditakuti dan ia terbagi mejadi syirik akbar yang meliputi syirik ibadah, tujuan, ketaatan dan kecintaan. Syirik ashghar yaitu riya` dan yang sepertinya dan syirik khafi atau samar. 
  1. Ulama dakwah ini mengetahui perkara-perkara zaman dan memahami hal-hal yang terjadi di masanya. Syaikh Ibnu Abdul Wahhab sendiri begitu perhatian dalam perkara tauhid ibadah dan lawannya, hal itu karena tauhid ibadah adalah kewajiban pertama atas mukallaf di samping penyimpangan yang mewabah pada zaman Syaikh terjadi di bidang ini. 
Namun ketika dakwah ini mulai menyebar ke luar dan menghadapi perkara-perkara baru yang sedang mewabah, maka ulama dakwah ini bisa menyikapinya dengan baik dengan menimbangnya dengan al-Qur`an dan sunnah Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam ala pemahaman salaf umat, ketika tahrif dan ta’thil di bidang Asma` was Shifat, misalnya, sedang mewabah maka ulama dakwah ini membahasnya dengan lengkap sesuai dengan dalil yang shahih, hal ini terlihat dari tulisan-tulisan Syaikh Abdurrahman bin Hasan dan putranya Abdul Lathif. 
Demikian pula ketika hukum thaghut melalui impor terhadap hukum-hukum barat memayungi negeri-negeri kaum muslimin, para ulama dakwah ini mempunyai reaksi cepat dan tepat dalam menyikapinya dengan menjelaskan hukum Allah padanya, hal ini bisa terbaca dari fatwa-fatwa dan tulisan-tulisan Syaikh Muhammad bin Ibrahim. 
  1. Memberi perhatian dalam perkara pengajaran kepada orang-orang umum dan mengangkat pemahanan agama mereka serta membuka pemikiran orang-orang terpelajar agar mencari dalil dan menelaahnya dengan cermat, memilah berdasarkan dalil apa yang tertulis dalam buku-buku rujukan sebelum menerima suatu pemikiran alih-alih menerapkannya. 
Akar Pemikiran dan Keyakinan 
Dakwah ini adalah kelanjutan dari akidah dan pemahaman agama salaf umat, orang-orang di abad terbaik, dakwah yang menyeru kepada ittiba’ al-Qur`an dan sunnah selaras dengan pemahaman salaf shalih. 
Dakwah ini berawal dari Nejed, selanjutnya menyebar ke wilayah sekitarnya dan mencapai masa keemasan bersama pemerintah Kerajaan Saudi Arabiah di dua tanah suci Makkah tahun 1219 H dan Madinah tahun 1220 H. 
Pemikiran-pemikiran dakwah ini menyebar pula kepada kaum muslimin di negeri-negeri muslim dan dakwah ini turut memberi pengaruh yang signifikan terhadap gerakan-gerakan perbaikan di dunia Islam di masa itu baik secara langsung maupun tidak langsung. 
Dakwah ini tidak selamat dari kebencian para pembenci dan kedengkian para pendengki, mereka melemparkan cap-cap negatif tetapi palsu dan gelar-gelar menakutkan tetapi dusta manakala mereka merasa bahwa dakwah ini mengancam kelangsungan pemikiran mereka, hal ini dilakukan oleh para pengusung bid’ah dan para pendukung aliran-aliran kesesatan. Hal semacam ini lumrah dalam lahan permusuhan antara kebenaran dengan kebatilan, sekalipun akhirnya kebenaranlah yang akan menang dan menghapus kebatilan. 
Sebagian pengikut dakwah ini dikritik, di antaranya sebagai contoh, sikap keras dalam mengingkari kemungkaran dan hanya mementingkan perkra-perkara bid’ah dan syirik dengan melalaikan sisi-sisi Islam yang lainnya. 
Kritik ini disikapi dengan bijak oleh sebagian pengikut lainnya, pada mereka mulai terlihat perhatian yang sangat kentara terhadap masalah-masalah Islam lainnya secara menyeluruh dalam aktifitas-aktifitas dakwah mereka, tidak sedikit dari mereka mulai memegang kendali kegiatan-kegiatan sosial dan dakwah di berbagai negeri kaum muslimin. 
Alhasil, bahwa dakwah Syaikh Ibnu Abdul Wahhab adalah seruan yang mengajak kaum muslimin untuk kembali kepada akidah tauhid yang bersih, berpegang kepada petunjuk salaf shalih. Dakwah ini bepijak kepada al-Qur`an dan sunnah, manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam memahami dalil dan kembali kepadanya, menyeru dibukanya pintu ijtihad dengan syarat dan ketentuannya, menyeru kepada pemurnian tauhid dari noda-noda syirik yang mengotorinya dan menutup segala jalannya. 
Inilah satu-satu dakwah dan gerakan perbaikan di zaman modern ini yang mampu menegakkan sebuah negara yang berhukum kepada Islam. 

Darial-Mausu’ah al-Muyassarah, isyraf Dr. Mani’ al-Juhani. 
  
Selengkapnya...