Rabu, 20 Januari 2010

AS Bela Iran Dalam Pemberontakan Syiah Yaman

MANAMA, BAHRAIN – AS tidak percaya bahwa Iran memberi bantuan pada revolusi Syiah di Yaman utara, memperingatkan terhadap upaya-upaya untuk mencitrakan situasi tersebut sebagai sebuah konflik sektarian.

“Banyak dari teman dan rekan kami yang telah berbicara pada kami tentang kemungkinan adanya dukungan dari luar bagi Houthi,” ujar wakil menteri AS untuk urusan Timur Jauh Jeffrey Feltman dalam sebuah konferensi keamanan regional di Manama pada hari Jumat, 11 Desember.

“Kami telah mendengar teori-teori tentang dukungan Iran pada Houthi.”

“Jujur, kami tidak memiliki informasi independen akan hal ini,” ujarnya.

Pemerintah Yaman telah lama memerangi pejuang pemberontak Syiah, yang dikenal dengan nama Houthi, di provinsi utara Saada sejak tahun 2004.

Pemerintah Yaman menuduh pemberontak Syi’ah didukung oleh sejumlah kelompok di Iran.

Sanaa menuduh para pemberontak berusaha mendirikan kembali kekuasaan para ulama yang berakhir dengan adanya kudeta republik tahun 1962.

Para pemberontak membantah klaim tersebut, mengatakan bahwa mereka mempertahankan desa mereka dari apa yang mereka sebut agresi pemerintah.

Arab Saudi terseret ke dalam konflik ini bulan lalu ketika penjaga perbatasan Saudi terbunuh dan dua desa diserang oleh kelompok pemberontak.

Dalam sebuah ancaman untuk meningkatkan ketegangan, para pemberontak Houthi mengumumkan pada hari Jumat bahwa mereka akan merebut kendali pos militer Saudi di perbatasan Yaman-Saudi.

Para pemberontak mengatakan dalam sebuah pernyataan online bahwa mereka juga telah merampas persenjataan, material komunikasi, kendaraan militer, dan peralatan pengintaian Saudi.

Pejabat pertahanan Saudi membantah klaim tersebut, namun mengatakan bahwa pertempuran sengit terjadi di dekat pos militernya.

Pemerintah AS dan Arab memperingatkan upaya-upaya untuk mencitrakan pertempuran itu sebagai sebuah konflik sektarian.

“Orang-orang tampaknya menemukan alasan untuk memperluas konflik ketika mempersempitnya menjadi kepentingan kolektif kami,” ujar Feltman.

Diplomat AS menyerukan pada semua pihak untuk menjaga agar isu itu tetap berada dalam lingkup Yaman.

“Saya rasa berbahaya untuk melebih-lebihkan perpecahan antara Sunni-Syiah.”

Menteri Luar Negeri Bahrain, Sheikh Khalid bin Ahmed Al Khalifa, menyerukan hal serupa.

“Sangat jelas bahwa ini sengaja dicitrakan sebagai sebuah konflik Sunni-Syiah,” ujar Sheikh Khalid.

Diplomat top Bahrain itu mengatakan bahwa kemiskinan dan kekurangan sumber daya serta pembangunan menjadi akar dari konflik tersebut.

Ia menggarisbawahi kebutuhan akan perubahan dalam pola berpikir dan pendekatan yang tidak terlalu fokus pada perbedaan antar sekte.

“Ini sama dengan di Irak – antara Sunni, Syiah, dan Kurdi – dan di negara-negara lain,” ujarnya.

“Ini adalah persoalan serius bagi kami.”

Di sisi lain, Iran justru memberikan tudingan yang jelas akan adanya campur tangan AS dalam konflik Yaman – Saudi.

Ali Larijani, ketua parlemen Iran, menuduh Washington mendalangi pemboman Arab Saudi dari pemberontak Syiah di Yaman, situs parlemen dilaporkan.

"Peristiwa yang menyedihkan di negara Islam Yaman yang telah meningkat selama dua minggu dan campur tangan Saudi di Yaman melalui pemboman oleh pesawat tempur berulang-ulang sungguh mengherankan," seperti yang dikutip ketika Larijani mengatakan kepada deputi.

Dia menuduh AS berada di balik pengeboman, mengatakan: "Laporan menunjukkan bahwa pemerintah AS bekerja sama dalam langkah yang menindas."

Komentar Larijani datang kurang dari seminggu setelah Sanaa mengkritik "campur tangan" Iran dalam urusan mereka setelah Teheran mengecam intervensi regional dalam perang Yaman dengan para pemberontak dalam sebuah kiasan terselubung yang mengacu ke Arab Saudi.

Parlemen Iran juga menyerukan Organisasi Konferensi Islam untuk ikut campur tangan dalam menghentikan pembunuhan Muslim Yaman.

Pasukan Yaman dan Saudi membombardir posisi pemberontak Syiah di sepanjang perbatasan antara kedua negara kemarin, menurut saksi dan pejabat militer. (syiahindonesia)
Selengkapnya...

Kamis, 07 Januari 2010

Cikal Bakal Syiah Di Indonesia

"Mereka lupa bahwa sesungguhnya negara tersebut memang didirikan di atas genangan darah penentangnya terutama Sunni..."

Ketika Meir Husein Musavi kalah dalam pilpres Iran juni 2009 dan menyerukan para kaum reformis untuk menggugat, menghujat dan menentang kecurangan yang terjadi dalam pilpres, namun seruannya dibungkam dengan tangan besi Ahmadi Nejad, banyak pemuja Iran di Indonesia yang menafsirkannya dengan dasar husnuzan... Mereka lupa bahwa sesungguhnya negara tersebut memang didirikan di atas genangan darah penentangnya terutama Sunni... Tidak ada data otentik yang menyebutkan kapan persisnya ajaran syi'ah masuk ke Indonesia. Namun melihat fakta dan sejarahnya, masuknya syi'ah ke Indonesia tak bisa lepas dari sejarah politik negeri asal syi'ah itu berada, yaitu Iran. Sejak tumbangnya Syah Reza Pahlevi pada tahun 1979 melalui sebuah revolusi besar dan mendunia yang dipimpin oleh Ayatullah Khomeini. Sejak itu pula ajaran syi'ah menyebar ke berbagai negara. Gema jihad melawan kemunkaran dan kezholiman dari Iran ditransfer ke berbagai penjuru dunia. Sehingga mendapat sambutan luas dan respon positif dari berbagai kalangan di berbagai belahan dunia dengan terbentuknya solidaritas muslim dunia yang secara moral mendukung gerakan tersebut.

Dari sepak terjang gerakan tersebut ada hal yang menarik yang bisa membangun dan menumbuhkan rasa solidaritas dunia Islam tersebut, yaitu militansi ke-Islaman. Orang melihat bagaimana keadilan melawan kezholiman, kebenaran melawan kebathilan , kebaikan melawan kemunkaran, dan menang.

Akhirnya menyedot perhatian dunia Islam dan banyak orang menyanjung dan mengagumi sang pemimpin revolusi yaitu Ayatulloh Khomeini, dan mereka pun berharap dan berdo'a untuk kemajuan Islam dan kebangkitan kaum muslimin.

Banyak orang melihat bahwa revolusi Islam Iran pimpinan Khomeini ini sebagai tonggak kebangkitan Islam diabad 15 Hijriyah. Akhirnya banyak orang yang menutup mata atau meremehkan dan mengabaikan paham syi'ah dibalik gema gerakan tersebut, karena yang ditonjolkan adalah faktor keadilan versus kezholiman, kebenaran melawan kemunkaran, yang ditampakkan kepermukaan adalah issu pembelaan terhadap mustadh'afin (orang-orang tertindas), disamping issu penegakan demokrasi dan Hak Asasi Manusia (sekalipun bukan atau belum) telah menjadikan banyak orang dari kalangan muda dan sebagian tokoh-tokoh intelektual kita terkagum-kagum dan menjadi pemuja Iran dan pemimpinnya Khomeini seperti halnya Amien Rais, Dawam Rahardjo, Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid dan lain-lain. (lihat Mengapa menolak syi'ah hal.132 dan seterusnya).

Gerakan syi'ah ini masuk ke Indonesia ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok yang ditengarai berbagai kalangan mengarah ke gerakan syi'ah seperti halnya di Iran, atau muncul gema gerakan syi'ah yang dihembuskan tokoh-tokoh Iran yang sengaja disebar untuk mengekspor Revolusi Iran itu keberbagai penjuru dunia.

Perkembangan Syi'ah atau yang mengatasnamakan madzhab Ahlul Bait di Indonesia ini cukup pesat. Sejumlah lembaga yang berbentuk pesantren maupun yayasan didirikan di beberapa kota di Indonesia seperti, Jakarta, Bandung, Pekalongan, Bangil, Lampung dan lain sebagainya. Dan membanjirnya buku-buku tentang syi'ah yang sengaja diterbitkan oleh para penerbitnya yang memang berindikasi syi'ah atau lewat media massa, ceramah-ceramah agama dan lewat pendidikan dan pengkaderan di pusat-pusat dan majelis-majelis ta'lim.

Gerakan mereka bervariasi, ada yang begitu agresif dalam menda'wahkan ke syi'ahannya dan ada juga yang biasa-biasa saja dan ada juga yang lambat. Ada yang begitu frontal dan ada juga yang begitu sensitif.

Namun demikian, semuanya mempunyai tujuan yang sama yaitu Syi'ah. Semuanya bekerja untuk mempropagandakan dan memperkenalkan Revolusi Islam Iran tersebut, mengangkat panji-panji revolusi, memperkenalkan syi'ah dipanggung politik dunia dan mendesakkan kepada dunia Islam untuk mengakui keberadaan Syi'ah sebagai salah satu aliran yang sah didunia Islam.

Apalagi vokalitas dalam mensikapi kekuatan hegemoni Barat yang cenderung ingin menguasai dunia, semakin menarik perhatian kaum muslimin yang kurang mengetahui hakikat agamanya sendiri dan tidak memahami hakikat syi'ah yang sebenarnya, ikut mendukung dan bahkan membantu gerakan syi'ah ini.

Disisi lain banyak pula tokoh-tokoh Islam dinegeri ini yang sudah terpengaruh paham syi'ah ini ikut serta menda'wahkan paham ini dan mengajak kaum muslimin untuk memperkecil perbedaan dan perselisihan, bahkan ada yang terang-terangan pasang badan untuk membela syi'ah, seperti yang dilakukan Said Aqiel Siradj, wakil katib syuriah PBNU yang pernah digugat sejumlah kyai dan pemimpin NU, karena aktivitas propaganda syi'ahnya. Ia mengatakan seperti dikutip Panji Mas No. 29 tahun 1-3 November 1997, "Menghadapi serangan terhadap Syi'ah, tak perlu ulama syi'ah turun tangan, cukup saya dan Gus Dur dari NU, Nurcholish Madjid, Emha Ainun Nadjib, Pak Amien Rais dari Muhammadiyah, yang melakukan pembelaan" katanya saat menjadi pembicara dalam acara Do'a Kumail (acara khas syi'ah) digedung Darul Aitam Tanah Abang, Jakarta. (lihat Mengapa Kita Menolak Syi'ah hal. 254).

Sehingga tanpa disadari lambat tapi pasti, Ahlus Sunnah yang merupakan keyakinan mayoritas penduduk negeri ini digiring untuk mengikuti dan mendukung kebatilan yang ada pada ajaran syi'ah tersebut.

Respon yang luar biasa juga terhadap da'wah dan ajakan para propagandis Syi'ah ini banyak ditunjukan oleh kalangan kampus terutama mahasiswanya dan kalangan awam Ahlus Sunnah, hingga banyak diantara mereka yang sudah terasuki paham aliran ini. Dan yang menarik bagi mereka tentunya karena ada kawin kontraknya (nikah mut'ah).(www.islam-indo.org)
Selengkapnya...

Insiden Baqi

"Insiden Baqi' yang terjadi pada tanggal 23 februari 2009 M yang lalu mengundang kaum muslimin untuk lebih mengerti akan hakikat aliran Syiah"

Tragedi tersebut bermula dari demonstrasi yang dilakukan kaum Syiah Saudi Arabia pada hari jumat 20 februari 2009 M untuk memperingati hari wafatnya Imam ke-II Al Hasan di komplek pemakaman Baqi' di dekat masjid Nabawi, akan tetapi demo tersebut berhasil digagalkan satuan keamanan yang terdiri dari polisi dan satuan Amar makruf (polisi agama).

Pada hari seninnya kelompok Syiah membuat strategi baru dengan mengerahkan ribuan wanita dan anak-anak untuk mengepung markas satuan Amar makruf sedangkan kaum laki-laki merangsek masuk menuju pemakaman baqi' lalu mengadakan seremoni ritual dengan meneriakkan "Labbaika ya Husein" (artinya: aku sambut panggilanmu wahai Husein) berbeda dengan ucapan seorang muslim saat haji "LabbaikaAllahumma" (artinya: aku sambut panggilan-Mu Ya Allah) seraya mengambil tanah dan batu nisan yang ada di pemakaman dan menginjak-injak kuburan para Sahabat Nabi.

Setelah tahu niat busuk kelompok ini, satuan amar makruf mengambil tindakan membelah kepungan wanita dan menghalaunya serta tambahan satuan polisi datang membubarkan ritual syirik dan penghinaan sahabat Nabi oleh kuam laki-laki Syiah dan meminta mereka untuk mengembalikan batu dan tanah pekuburan ke tempatnya, mereka menentang dan bentrokan tidak dapat dihindarkan yang menyebabkan korban jatuh dari kedua belah pihak.

TV Almanar yang merupakan corong propaganda Syiah yang berpusat di Libanon hanya memberitakan pemukulan yang dilakukan oleh satuan Amar makruf terhadap para wanita dan anak-anak Syiah. Dan tokoh-tokoh Syiah di dalam dam di luar Saudi mendesak kerajaan Arab Saudi untuk menindak satuan Amar makruf dan melepaskan laki-laki Syiah yang ditahan polisi. Tanpa menjelaskan kronologi tragedi.

Sebagai bukti dari penghinaan Syiah di atas anda bisa lihat cuplikan video di situs Youtube.

Semoga Allah menunjuki jalan yang benar kepada orang-orang yang sesat…
(sumber: www.islam-indo.org)
Selengkapnya...

Selasa, 05 Januari 2010

CINTA PALSU SYIAH PADA AHLUL BAIT

"Ahlul Bait" bukanlah istilah yang asing lagi di telinga sebagian kita. Bila disebut maka akan terlintas di benak kita tentang seseorang yang memiliki pertalian kekerabatan dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Tentu saja, ini merupakan kehormatan tersendiri bagi orang tersebut.

Siapakah Ahlul Bait Itu?

Ahlul Bait adalah orang-orang yang sah pertalian nasabnya sampai kepada Hasyim bin Abdi Manaf (Bani Hasyim) baik dari kalangan laki-laki (yang sering disebut dengan syarif) atau wanita (yang sering disebut syarifah), yang beriman kepada Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam dan meninggal dunia dalam keadaan beriman. Diantara Ahlul Bait Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah:
1. Para istri Rasul, berdasarkan konteks surat Al-Ahzab:33
2. Putra-putri Rasulullah (tidak dikhususkan pada Fathimah saja)
3. Abbas bin Abdul Muththalib dan keturunannya
4. Al-Harits bin Abdul Muththalib dan keturunannya
5. Ali bin Abi Thalib dan keturunannya (tidak dikhususkan pada Al-Hasan dan Al-Husain saja)
6. Ja'far bin Abi Thalib dan keturunannya
7. Aqil bin Abi Thalib dan keturunannya
(Untuk lebih rincinya, silahkan lihat kitab "Syi'ah dan Ahlul Bait" dan "Minhajus Sunnah An-Nabawiyyah")

Kedudukan Ahlul Bait

Kedudukan Ahlul Bait di sisi Allah dan Rasul-Nya amat mulia. Diantara kemuliaan itu adalah:
1. Allah bersihkan Ahlul Bait dari kejelekan. Dia shallallahu 'alaihi wa sallam berfirman yang artinya:
"Hanyalah Allah menginginkan untuk membersihkan kalian (wahai) Ahlul Bait dari kejelekan dan benar-benar menginginkan untuk mensucikan kalian." (Al-Ahzab:33)
2. Perintah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berpegang dengan bimbingan mereka. Beliau bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوْا: كِتَابَ اللهِ وَعِتْرَتِي أَهْلَ بَيْتِيْ
"Wahai manusia sesungguhnya aku telah meninggalkan sesuatu kepada kalian yang apabila kalian berpegang teguh dengannya, maka kalian tidak akan tersesat: Kitabullah dan Ahlul Bait-ku." (HR. At-Tirmidzi dengan sanad shahih)

Oleh karena itu tidaklah ragu lagi, bahwa Ahlul Bait memiliki kedudukan yang sangat istimewa di sisi Allah dan Rasul-Nya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: "Dan tidak ragu lagi bahwa mencintai Ahlul Bait adalah wajib." Al-Qadhi 'Iyadh rahimahullah berkata: "Dan termasuk memuliakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah berbuat baik kepada keluarga dan keturunan beliau."

Para sahabat adalah orang-orang yang sangat memuliakan Ahlul Bait baik dari kalangan para sahabat sendiri maupun para tabi'in.
Demikianlah hendaknya sikap seorang muslim kepada mereka. Wajib atas dirinya untuk mencintai, menghormati, memuliakan dan tidak menyakiti mereka.

Namun sudah barang tentu, tolok ukur kecintaan terhadap mereka semata-mata karena iman dan kekerabatan mereka dengan Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam. Tanpa iman tidak akan bermanfaat sama sekali kekerabatan seseorang dengan Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah 'Azza wa Jalla berfirman yang artinya:
"Yaitu di hari (hari kiamat) yang harta dan anak keturunan tidak lagi bermanfaat. Kecuali seseorang yang menghadap Allah dengan hati yang lurus." (Asy-Syu'ara`:88-89)

Demikian pula bila ada Ahlul Bait yang jauh dari sunnah Rasul, maka martabatnya di bawah seseorang yang berpegang teguh dengan sunnah Rasul, walaupun dia bukan Ahlul Bait. Allah berfirman yang artinya:
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa." (Al-Hujurat:13)

Ahlul Bait Menurut Tinjauan Syi'ah Rafidhah

Tinjauan mereka tentang Ahlul Bait sangat bathil dan zhalim, yaitu:
- Mereka membatasi Ahlul Bait Nabi hanya 4 orang: Ali, Fathimah, Al-Hasan dan Al-Husain
- Mereka keluarkan putra-putri Rasul selain Fathimah dari lingkaran Ahlul Bait
- Mereka keluarkan semua istri Rasul dari lingkaran Ahlul Bait
- Mereka keluarkan 12 putra Ali (selain Al-Hasan dan Al-Husain) dan 18 atau 19 putri beliau dari lingkaran Ahlul Bait
- Mereka keluarkan putra-putri Al-Hasan dari lingkaran Ahlul Bait
- Mereka mengklaim bahwa keturunan Al-Husain-lah yang Ahlul Bait, namun tragisnya mereka keluarkan pula sebagian keturunan Al-Husain dari lingkaran Ahlul Bait karena tidak dicocoki oleh hawa nafsu mereka. Oleh karena itu, mereka vonis sebagian keturunan Al-Husain dengan kedustaan, kejahatan dan kefasikan, bahkan vonis kafir dan murtad pun dijatuhkan untuk mereka. Wallahul Musta'an. (Lihat kitab "Syi'ah dan Ahlul Bait")

Walhasil, Syi'ah Rafidhah mempunyai dua sikap yang saling berlawanan terhadap Ahlul Bait yaitu ifrath (berlebihan di dalam mencintai) sebagian Ahlul Bait dan tafrith (berlebihan di dalam membenci) sebagian yang lain.

Fakta Sikap Ifrath Syi'ah Rafidhah terhadap Ahlul Bait

Al-Kulaini di dalam Al-Ushul Minal Kafi 19/197 mengatakan -dengan dusta- bahwa Ali bin Abi Thalib pernah berkata: "Sesungguhnya aku telah diberi beberapa sifat yang belum pernah diberikan kepada seorang pun sebelumku -sekalipun para nabi-: Aku mengetahui seluruh kenikmatan, musibah, nasab, dan keputusan hukum (yang pada manusia). Tidaklah luput dariku perkara yang telah lampau dan tidaklah tersembunyi dariku perkara yang samar."
Di dalam kitab Al-Irsyad hal.252 karya Al-Mufid bin Muhammad An-Nu'man: "Ziarah kepada Al-Husain -yaitu kuburnya- radhiyallahu 'anhu kedudukannya seperti 100 kali haji mabrur dan 100 kali umrah."

Semakin parah lagi ketika mereka -dengan dusta- berkata bahwa Baqir bin Zainal Abidin rahimahullah berkata: "Dan tidaklah keluar setetes air mata pun untuk meratapi kematian Al-Husain, melainkan Allah akan mengampuni dosa dia walaupun sebanyak buih di lautan." Dalam riwayat lain ada tambahan lafazh: "Dan baginya Al-Jannah." (Jala`ul 'Uyun 2 hal.464 dan 468 karya Al-Majlisi Al-Farisi)

Perhatikanlah wahai para pembaca, kecintaan kaum Syi'ah Rafidhah kepada beberapa Ahlul Bait ternyata lebih bersifat pengkultusan, bahkan menjadikan Ali bin Abi Thalib sebagai sekutu bagi Allah. Wallahul Musta'an!!

Fakta Sikap Tafrith Syi'ah Rafidhah terhadap Ahlul Bait

Diriwayatkan di dalam kitab Rijalul Kasysyi hal.54 karya Al-Kasysyi bahwa firman Allah yang artinya:
"Dialah sejelek-jelek penolong dan sejelek-jelek keluarga." (Al-Hajj:13) turun tentang perihal Al-Abbas (paman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam).

Adapun tentang saudara sepupu Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu Abdullah bin Abbas, Al-Qahbani di dalam kitab Majma'ur Rijal 4/143 mengatakan: "Sesungguhnya dia ini telah berkhianat kepada Ali dan telah mengambil harta (shadaqah) dari baitul mal di kota Bashrah."

Di sisi lain ketika hendak menjelekkan para istri Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam tanpa malu mereka menukil secara dusta dari Abdullah bin Abbas bahwa ia pernah berkata kepada Aisyah: "Kamu tidak lain hanyalah seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditinggalkan Rasulullah ..." (Ikhtiyar Ma'rifatur Rijal karya Ath-Thusi hal.57-60)

Sikap Para Imam Ahlul Bait terhadap Syi'ah Rafidhah

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata: "Tidaklah seseorang mengutamakan aku daripada dua syaikh (Abu Bakar dan Umar) melainkan aku dera dia sebagai pendusta."
Muhammad bin Ali (Al-Baqir) rahimahullah berkata: "Keluarga Fathimah telah bersepakat untuk memuji Abu Bakar dan Umar dengan sebaik-baik pujian."

Ja'far bin Muhammad (Ash-Shadiq) rahimahullah berkata: "Allah 'azza wa jalla membenci siapa saja yang membenci Abu Bakar dan Umar."
Jelaslah, barangsiapa yang mengaku-ngaku mencintai dan mengikuti jejak Ahlul Bait namun ternyata mereka berlepas diri dari orang-orang yang dicintai Ahlul Bait, maka yang ada hanya kedustaan belaka. Lalu Ahlul Bait mana yang mereka ikuti?! Sangat tepatlah ucapan seorang penyair:
كُلٌّ يَدَّعِي وَصْلاً بِلَيْلَى
وَلَيْلَى لاَ تُقِرُّ لَهُمْ بِذَاكَ
Setiap lelaki mengaku kekasih Laila
Namun Laila tidak pernah mengakuinya

Terbunuhnya Al-Husain radhiyallahu 'anhu
tidaklah lepas dari penipuan Syi'ah Rafidhah

Ternyata Syi'ah Rafidhah menyimpan kebencian terhadap Ahlul Bait.

Kebencian itu tidak hanya berupa ucapan atau tulisan belaka.

Bahkan mereka telah membuktikannya dengan perbuatan, yaitu dengan ikut andilnya mereka dalam peristiwa terbunuhnya Al-Husain radhiyallahu 'anhu.

Terlalu panjang untuk mengungkapkan peristiwa menyedihkan itu, namun cukuplah tulisan para ulama mereka sebagai bukti atas kejahatan mereka.

Didalam kitab Al-Irsyad hal.241 karya Al-Mufid diriwayatkan bahwa Al-Husain pernah mengatakan: "Ya Allah jika engkau memanjangkan hidup mereka (Syi'ah Rafidhah) maka porak-porandakanlah barisan mereka, jadikanlah mereka terpecah-belah dan janganlah selama-lamanya engkau ridhai pemimpin-pemimpin mereka. Sesungguhnya mereka mengajak orang untuk membela kami, namun ternyata mereka memusuhi dan membunuh kami."

Didalam kitab Al-Ihtijaj 2/29 karya Abu Manshur Ath-Thibrisi diriwayatkan bahwa Ali bin Husain yang dikenal dengan Zainal Abidin pernah berkata tentang kaum Syi'ah Rafidhah di negeri Irak: "Sesungguhnya mereka menangisi kematian kami padahal siapakah yang membunuh kami, kalau bukan mereka?!"

Masihkah ada keraguan, apakah Syi'ah Rafidhah benar-benar mencintai Ahlul Bait atau hanya sekedar kedok belaka?! Coba silahkan baca dan pahami sekali lagi! Mudah-mudahan Allah 'azza wa jalla memberikan taufiq kepada kita semua.


Hadits-hadits Palsu dan Lemah yang Tersebar di Kalangan Umat

Hadits Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhu:
مَثَلُ أَهْلِ بَيْتِي مَثَلُ سَفِيْنَةِ نُوْحٍ مَنْ رَكِبَهَا نَجَا وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرَقَ
"Perumpamaan Ahlul Bait-ku seperti kapal Nabi Nuh, barangsiapa yang menaikinya pasti dia selamat dan barangsiapa yang enggan untuk menaikinya, maka dia akan tenggelam (binasa)."

Keterangan:
Hadits ini dha'if (lemah) walaupun diriwayatkan dari beberapa sanad (jalan). Beberapa ulama pakar hadits seperti Al-Imam Yahya bin Ma'in, Al-Bukhari, An-Nasaa`i, Ad-Daruquthni, Adz-Dzahabi dan beberapa ulama yang lainnya telah mengkritik beberapa rawi (periwayat) hadits tersebut. (Lihat Silsilah Adh-Dha'ifah no.4503 karya Asy-Syaikh Al-Albani)

Sumber: Buletin Islam Al Ilmu Edisi 30/I/II/1425, Yayasan As-Salafy Jember.
Selengkapnya...

Minggu, 03 Januari 2010

SARANA SYIRIK YANG HARUS DIHINDARI MENURUT MADZHAB SYAFI’I (2)

Seperti dituturkan dalam kitab Hasyiyah as Suyuthi ‘ala Sunan an-Nasa’i, Imam Baidhawi mengatakan, “Orang-orang Yahudi dan Nashrani sujud kepada kubur para nabi mereka. Mereka menghadap ke kubur-kubur itu seraya mengagungkannya. Mereka juga menjadikan kubur-kubur sebagai kiblat di mana mereka menghadap dalam shalat, do’a, dan lain-lain. Mereka juga menjadikan kubur-kubur itu sebagai berhala (sesembahan), maka Allah melaknat mereka dan melarang orang-orang Islam melakukan perbuatan seperti itu. Sumber kemusyrikan itu terjadi karena mengagungkan kubur dan selalu menghadap kepadanya.” [27]
Sementara itu Imam as-Suwaidi asy-Syafi’i mengatakan, “Kamu dapat melihat orang-orang meninggikan kuburan sangat tinggi, dan menuliskan ayat-ayat al-Qur’an di atasnya. Mereka membuat peti-peti dari kayu jati dan sebagainya untuk kuburan-kuburan itu. Di atasnya mereka kasih kain kelambu yang dihiasi dengan emas dan perak murni.
Mereka tidak puas dengan membangun kuburan seperti itu, dibikinnya jendela-jendela dari perak atau yang lain mengelilingi kuburan, mereka pasang pula lampu-lampu emas. Di atasnya mereka bikin kubah-kubah dari emas atau dari kaca yang diukir. Dibuatnya pintu-pintu yang dihiasi indah. Di pintu-pintu itu dipasang kunci-kunci dari perak atau dari yang lain agar tidak dicuri maling.
Semua itu bertentangan dengan ajaran agama yang dibawa oleh para rasul, dan jelas menentang Allah dan Rasul-Nya. Sekiranya mereka itu mengikuti jejak Rasulullah, seyogianya mereka melihat apa yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabat, padahal mereka itu sebaik-baik sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Orang-orang itu hendaknya juga melihat makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bagaimana para sahabat memperlakukannya.” [28]
Imam Nawawi mengatakan, “Larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjadikan kuburan beliau dan kubur orang lain sebagai masjid, hal itu hanyalah khawatir terjadi sikap yang berlebih-lebihan dalam mengagungkan kuburan, sehingga akan terjadi hal-hal yang tidak diridhai oleh Allah (fitnah). Bahkan, bisa jadi hal itu dapat menyebabkan kekafiran, seperti yang pernah terjadi pada umat-umat terdahulu.
Ketika para sahabat g dan para tabi’in memerlukan perluasan pembangunan Masjid Nabawi, di mana umat Islam bertambah banyak, sementara perluasan masjid kemudian menjadikan rumah-rumah para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi berada di dalam masjid, termasuk dengan sendi-sendi rumah Aisyah radhiyallahu ‘anha di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dimakamkan dan dua sahabat beliau, Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, maka para sahabat dan tabi’in membuat tembok tinggi yang mengitari kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu tidak kelihatan dari masjid. Karena bila tampak, hal itu dapat menyebabkan perbuatan yang dilarang.
Para shahabat dan tabi’in kemudian membuat tembok dari arah dua sudut di sebelah utara, dan dua tembok itu dibuat miring sehingga keduanya bertemu. Dengan demikian orang yang shalat tidak dapat menghadap kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” [29]
Dalam kitab al-Ba’its ‘ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits, hal. 103, terdapat keterangan sebagai berikut, “Perhatikanlah –semoga kamu dirahmati oleh Allah-, di mana saja kamu mendapatkan sebuah pohon yang selalu dikunjungi oleh orang-orang, mereka memuliakan pohon itu, mengharapkan kebebasan dan kesembuhan dari padanya, mereka juga memasang paku-paku untuk menggantungkan kain-kain sebagai bandulnya, maka tebanglah pohon-pohon itu.”
Kesalahpahaman dan Sanggahannya
Sementara orang yang senang membuat bangunan-bangunan di atas kubur, berpendapat bahwa membangun masjid di atas kubur itu boleh. Dalilnya adalah kisah Ash-habul Kahfi, di mana orang-orang itu membangun masjid di atas kubur Ash-habul Kahfi.
Imam al-Hafizh Ibnu Katsir menjawab kesalahpahaman ini dengan dua jawaban:
1. Perbuatan tersebut dilakukan oleh orang-orang kafir dan musyrik. Oleh karena itu, hal itu tidak dapat dijadikan hujjah (dalil).
2. Sekiranya perbuatan itu dilakukan oleh orang-orang Islam, maka mereka itu bukanlah orang-orang terpuji dalam perbuatan tersebut. [30]
Catatan Kaki :
[1] Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lain-lain,di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang menembok kuburan, duduk di atasnya, dan membuat bangunan di atasnya.
Untuk mengetahui sikap Imam Syafi’i dan ulama lain tentang masalah ini, silahkan baca kitab-kitab, al-Muhadzdzab, 1/456; Raudhat ath-Thalibin, 1/652; al-Majmu’, V/266; as-Siraj al-Wahhaj, 1/114; an-Nawawi, Syarh Muslim, VII/307; dan al-‘Iqd ats-Tsamin, hal.186
[2] Untuk mengetahui sikap ulama mdzhab Syafi’i, lihat Raudhat ath-Thalibin, 1/652, Az-Zawajir, 1/195
[3] Untuk mengetahui sikap Imam Syafi’i dan ulama lain, lihat al-Muhadzdzab, 1/456, Raudhat ath-Thalibin 1/652, al-Majmu’ V/266, as-Siraj al-Wahhaj I/114, an-Nawawi, Syarh Muslim VII/307.
[4] Berdasarkan hadits riwayat Abu Daud, at-Tirmidzi dan lain-lain, dari Jabir, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang penembokan kuburan dan menulis sesuatu di atasnya. Untuk mengetahui sikap Imam Syafi’i dan ulama lain dalam masalah ini, lihat al-Umm 1/278, al-Muhadzdzab 1/451, Raudhat ath-Thalibin I/652, al-Majmu’ V/266, as-Siraj al Wahhab I/144, dan al-Iqd ats Tsamin hal.186.
[5] Berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Allah melaknat kaum wanita yang berziarah kubur, orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid, dan orang-orang yang memasang lampu di atas kuburan.”
Untuk mengetahui sikap Imam Syafi’i dan ulama lain dalam masalah ini, silahkan baca, az-Zawajir I/194, Fath al-Majid hal.186
[6] Berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Laknat Allah semoga ditimpakan kepada orang-orang Yahudi dan Nashrani. Mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, mengingatkan akan perbuatan yang mereka lakukan. Hadits ini diriwatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Ingatlah, orang-orang sebelum kamu telah menjadikan kuburan sebagai masjid. Ingat! Kamu jangan menjadikan kuburan sebagai masjid. Saya melarang kamu melakukan hal itu.” Hadits ini diriwatkan oleh Imam Muslim dan lain-lain.
Untuk mengetahui sikap Imam Syafi’i dan ulama lain dalam masalah ini, lihat kitab al-Umm 1/278, an-Nawawi, Syarh Muslim VII/38, az-Zawajir I/194.
[7] Berdasarkan hadits riwayat Imam Muslim dan lain-lain di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda “Jangan kamu duduk di atas kuburan dan jangan kamu shalat di atasnya.” untuk mengetahui sikap Imam Syafi’i yang lain lihat al-Umm I/46, an-Nawawi, Syarh Muslim VII/38, dan az-Zawajir I/194.
[8] Dalil untuk masalah ini, lihat catatan kaki pada nomor-nomor yang telah lalu. Demikian juga sikap ulama madzhab Imam Syafi’i dalam masalah ini, lihat al-Majmu’, VIII/257.
[9] Allah berfirman:
و“Dan hendaklah mereka melakukan thawaf, mengitari rumah yang tua (Baitullah).” (Al-Hajj : 29)
Orang yang thawaf mengelilingi kuburan, pada hakekatnya ia menyamakan kuburan dengan Baitullah yang dithawafi oleh umat Islam. Untuk mengetetahui sikap ulama Syafi’iyah, lihat al-Majmu’, VIII/257, az-Zawajir I/194, dan Tathhir al-Jinan hal. 37
[10] Berdasarkan riwayat Imam Muslim dan lain-lain, dari jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah melarang penembokan kuburan, duduk di atasnya, dan membuat bangunan di atasnya.”
Untuk mengetahui sikap ulama Syafi’iyah, lihat an-Nawawi. Syarh Muslim, VII/37
[11] Seperti diketahui, Allah tidak mensyariatkan bagi kita untuk mencium tempat tertentu selain Hajar Aswad. Allah tidak mensyariatkan kepada kita untuk mengusap sesuatu selain Hajar Aswad dan Rukun Yamani. Apa yang dilakukan oleh sebagian orang di kuburan, di mana mereka mengusap-usap atau mencium benda-benda tertentu di kuburan , adalah perbuatan yang berlebih-lebihan , dan hal itu dapat menyebabkan syirik dan bid’ah yang berat, karena hal itu berarti menyamakan antara tempat-tempat suci dengan kuburan. Dan itu adalah perbuatan orang-orang sesat, namun mereka mengira mendapatkan petunjuk dari Allah. Untuk mengetahui sikap ulama Syafi’iyah tentang masalah ini lihat al-Majmu’, VIII/257.
[12] Dalil-dalil tentang hal ini telah disebutkan dalam catatan kaki yang terdahulu. Sedangkan untuk mengetahui sikap ulama Syafi’iyah dalam masalah ini, silahkan baca al-Majmu’, V/267.
[13] Berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Siapa yang bersumpah dengan menyebut selain Allah, maka ia telah musyrik.” Lihat Tafsir Ibnu Katsir, I/101
[14] Berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yang menyanggah orang yang berkata seperti itu “Apakah kamu mau menjadikan diriku sebagai tandingan bagi Allah?”
Lihat Tafsir Ibnu Katsir I/01.
[15] al-Umm, I/246. Tampaknya Imam Syafi’i tidak bermaksud dengan kata-kata “kuburan diratakan” itu diratakan dengan bumi, karena hal ini memang diperintahkan. Namun barangkali maksud beliau adalah menjadikan kuburan itu bertembok datar, atau yang lain di mana kuburan itu terlihat tinggi dari tanah. Wallahu ‘alam
[16] Al-Majmu’, V/266
[17] Ibid
[18] al-Muhadzdzab, I/456
[19] as-Siraj al-Wahhaj, I/114
[20] Shahih Bukhari, VII/747 hadits no.4443 dalam kitab al-Maghazi, bab aradh an-Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Shahih Muslim I/377 hadits no. 531 dalam kitab al-Masajid dan tempat-tempat shalat, bab Larangan Membangun di Atas Kuburan.
[21] Shahih Muslim, I/375-376 hadits no. 528 Kitab al-Masajid dan tempat-tempat shalat. Bab tentang Larangan Membangun Masjid di Atas Kuburan.
[22] Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dalam kitabnya al-Musnad, II/266, dari Abu Hurairah, Imam Malik, al-Muwaththa’, I/172 (mursal); Mushannaf Abdur Razzaq, III/464.
[23] az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kabair, I/195
[24] al-Majmu’, VIII/257-258
[25] al-Majmu’, V/266
[26] Seperti disebutkan di dalam kitab, al-‘Iqd ats-Tsamin, hal.186
[27] Hasyiyah Sunan an-Nasa’i, II/42
[28] al-‘Iqd ats-Tsamin, hal. 185
[29] Syarh Shahih Muslim, V/13-14
[30] Tafsir Ibnu Katsir, III/78
Kemusyrikan Menurut Madzhab Syafi'i
Selengkapnya...

SARANA SYIRIK YANG HARUS DIHINDARI MENURUT MADZHAB SYAFI’I

Dr. Muhammad bin Abdurrahman al-Khumais
Dalam rangka menjaga kemurnian tauhid, para ulama madzhad Imam Syafi’i telah mengingatkan tentang wasilah (perantara, sarana), yaitu hal-hal yang dapat menyebabkan syirik, agar hal itu dihindari. Imam Syafi’i, misalnya, begitu pula dengan iman-imam lain dalam madzhab Syafi’i, melarang hal-hal yang dapat menjadi wasilah (perantara) syirik, seperti menembok kuburan [1], meninggikannya [2], dan membuat bangunan di atasnya [3]. Demikian pula menulis sesuatu di atas kubur [4], memasang lampu di atasnya [5], dan menjadikan kuburan sebagai masjid [6].
Juga dilarang melakukan shalat dengan menghadap ke kuburan (tanpa dinding pembatas) [7], berdo’a menghadap ke kuburan [8], melakukan thawaf mengelilingi kuburan [9], duduk di atasnya [10], mencium dan mengusapnya dengan tangan [11], memasang tenda dan naungan-naungan apa saja di atasnya [12], dan mengatakan, “Demi Allah dan demi keturunan kamu” [13], atau mengatakan, “Apa yang dikehendaki oleh Allah dan kamu.” [14]
Imam Syafi’i mengatakan , “Saya tidak menyukai ada masjid dibangun di atas kuburan, kuburan diratakan, atau dipakai untuk shalat di atasnya sedangkan kuburannya tidak diratakan, atau melakukan shalat dengan menghadap kuburan.” [15]
Imam Syafi’i juga berkata, “Dimakruhkan menembok kuburan, menulis nama yang mati (di batu nisan atau yang lainnya) di atas kuburan, atau tulisan-tulisan yang lain, dan membuat bangunan di atas kuburan.” [16] Beliau juga mengatakan, “Dan saya melihat para penguasa ada yang menghancurkan bangunan-bangunan di atas kuburan dan saya tidak melihat ada ahli fiqih yang menyalahkan hal itu. Hal itu karena membiarkan bangunan-bangunan itu di atas kuburan akan mempersempit ruang pemakaman/penguburan bagi orang-orang lain.” [17]
Imam Syafi’i juga menegaskan, “Saya tidak menyukai ada makhluk yang diagung-agungkan sehingga kuburannya dijadikan masjid, karena khawatir terjadi fitnah (pengkultusan) pada dirinya pada saat itu, atau orang-orang yang datang sesudahnya mengkultuskan dirinya.” [18]
Sementara itu, Imam Nawawi mengatakan, “Dimakruhkan menembok kuburan, mendirikan bangunan, dan menuliskan sesuatu di atasnya. Apabila bangunan itu didirikan di atas tanah kubur yang diwakafkan fi sabilillah, maka hal itu harus dirobohkan. [19]
Imam Ibnu Hajar al-Haitami al-Makki mengatakan, “Dosa besar yang kesembilan puluh tiga, sembilan puluh empat, sembilan puluh lima, sembilan puluh enam, sembilan puluh tujuh, sembilan puluh delapan adalah menjadikan kuburan sebagai masjid, memasang lampu di atasnya, menjadikan ibarat berhala yang disembah, thawaf mengelilinginya, mengusap-usap dengan tangan, dan shalat menghadap kepadanya….”. Kemudian beliau berkata lagi, “Peringatan! Enam perbuatan itu dimasukkan ke dalam katagori dosa-dosa besar, seperti terdapat dalam pendapat sebagian ulama Syafi’iyah, hal itu tampak diambil dari hadits-hadits yang telah saya sebutkan.
Tentang menjadikan kuburan sebagai masjid, hal itu sudah jelas, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang-orang yang melakukan hal itu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga menilai, orang-orang yang melakukan hal itu terhadap kuburan-kuburan orang-orang shaleh dari umat beliau, sebagai makhluk terburuk pada Hari Kiamat nanti. Itu semua merupakan peringatan bagi kita, seperti dalam sebuah riwayat, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan akan apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani.” [20]
Maksudnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan umatnya dengan hadits itu, agar umatnya tidak melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani, dengan demikian beliau akan dilaknat seperti dilaknatnya orang-orang Yahudi dan Nashrani.
Adapun menjadikan kuburan sebagai masjid, maksudnya adalah shalat di atas kuburan atau shalat dengan menghadap kuburan (tanpa dinding pembatas). Maka kata “shalat menghadap kepadanya (ke arah kuburan)” merupakan pengulangan, kecuali apabila yang dimaksud dengan “menjadikan kuburan sebagai masjid” itu adalah “shalat di atasnya” saja.
Memang kesimpulan hukum keharaman itu. Dapat diterima apabila kuburan itu dimuliakan seperti kuburan seorang nabi atau wali, seperti yang disitir dalam riwayat Imam Muslim, di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila terdapat orang-orang shaleh…” [21]. Oleh karena itu, para ulama madzhab Syafi’i mengatakan, “Haram hukumnya, shalat menghadap kubur para nabi dan para wali.” Serupa dengan itu, shalat di atas kuburan, mencari keberkahan, dan mengagungkan kuburan.
Adapun perbuatan itu dimasukkan ke dalam kategori dosa besar yang nyata, hal itu sudah jelas dari hadits-hadits tersebut. Dan dapat dikiaskan dengan hal itu, segala sesuatu yang intinya pengagungan terhadap kuburan, seperti menyalakan lampu di atasnya dalam rangka mengagungkan kuburan, mencari berkah dari kuburan dan thawaf mengelilingi kuburan dalam rangka mengagungkan atau mencari berkahnya. Dan pengkiasan ini tidaklah jauh, lebih-lebih Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menegaskan dalam hadits tersebut, bahwa orang-orang yang memasang lampu di atas kuburan akan dilaknat oleh Allah.
Adapun menjadikan kuburan sebagai sesembahan (berhala), hal itu dilarang, berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Jangan kamu menjadikan kuburku sebagai berhala (sesembahan) yang disembah setelah aku meninggal dunia.” [22]
Maksud hadits ini adalah, jangan kamu mengagungkan kuburku seperti penganut agama lain, mengagungkan sesembahan-sesembahan (berhala-berhala)nya dengan sujud atau yang lain.
Imam Ibnu Hajar al-Haitami selanjutnya mengatakan, “Perbuatan-perbuatan haram yang paling besar dan sebab-sebab yang menyeret kepada kemusyrikan adalah shalat di atas kuburan, menjadikan kuburan sebagai masjid, dan membuat bangunan di atasnya. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa hal itu hukumnya makruh, maka kata makruh ini harus diartikan lain, yaitu haram. Sebab tidak mungkin para ulama membolehkan sesuatu perbuatan di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat pelakunya, dan berita tentang laknat itu diterima dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari generasi ke generasi.
Bangunan-bangunan di atas kuburan itu harus segera dihancurkan, begitu pula kubah-kubah yang ada di atasnya, karena bangunan-bangunan itu lebih berbahaya daripada masjid dhirar. Membuat bangunan itu merupakan tindakan durhaka (maksiat) kepada Rasulullah, karena beliau melarangnya, dan beliau memerintahkan untuk menghancurkan kuburan-kuburan dibangun menonjol dari dataran tanah. Sedangkan lampu-lampu yang dipasang di atas kuburan haruslah dihilangkan, dan tidak boleh mewakafkan lampu-lampu, atau nadzar memasang lampu-lampu untuk kepentingan tersebut. [23]
Sementara itu Imam Nawawi mengatakan “Tidak boleh melakukan thawaf mengelilingi makam Rasulullah. Tidak boleh pula menempelkan badan (perut dan punggung) pada dinding makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam . Pendapat ini diucapkan oleh Imam Abu Ubaidillah al-Hulaimi dan lain-lain. Mereka mengatakan bahwa makruh (tidak boleh) hukumnya mengusap kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan menciuminya. Yang baik sesuai dengan tata krama, adalah berdiri tegak jauh dari kubur Nabi n, seperti halnya orang yang berada di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau masih hidup, berada agak jauh dari beliau.
Ini adalah pendapat yang benar, yang diucapkan oleh para ulama, dan mereka semua berpendapat sama. Dan seseorang hendaknya jangan terkecoh oleh pendapat dan perbuatan sementara orang-orang awam yang berlawanan dengan pendapat para ulama tadi, karena cara untuk mengikuti jejak Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengamalkan suatu ajaran adalah hanya berdasarkan hadits-hadits yang shahih dan pendapat para ulama. Perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang orang awam dan orang-orang bodoh di kalangan mereka, di mana perbuatan itu tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah n, maka hal itu tidak dapat dipertimbangkan.
Sementara orang barangkali terdetik dalam hatinya, bahwa mengusap dengan tangan itu lebih mengena untuk mendapatkan berkah, maka hal itu menunjukkan kebodohan dan kedunguan yang bersangkutan. Sebab berkah itu akan dapat diperoleh hanya dengan perbuatan yang sesuai dengan syari’at. Bagaimana mungkin kemurahan Allah dapat diperoleh melalui perbuatan yang bertentangan dengan ajaran yang benar?” [24]
Imam al-Baghawi mengatakan, “Makruh hukumnya memasang tenda (naungan) di atas kuburan. Karena Sayidina Umar radhiyallahu ‘anhu pernah melihat sebuah tenda di atas sebuah kuburan, kemudian beliau memerintahkan agar tenda itu dihilangkan. Kata beliau, “Biarlah amal mayat itu yang akan menaunginya”. [25]
Sementara dalam kitab al-Minhaj dan Syarahnya, karya Imam Ibnu Hajar, terdapat keterangan yang intinya, “Dimakruhkan menembok kuburan dan membuat bangunan di atasnya. Demikian pula menulis sesuatu di atas kuburan, karena ada larangan yang shahih terhadap ketiga perbuatan ini, baik tulisan itu berupa nama mayit yang dikubur maupun tulisan yang lain, dan baik tulisan itu di atas papan yang dipasang di atas kepala mayit maupun di tempat yang lain.
Memang, Imam al-Adzra’i pernah membahas tentang diharamkannya menulis ayat-ayat al-Qur’an di atas kuburan. Hal ini karena perbuatan itu dapat melecehkan al-Qur’an, di mana ayat-ayat itu akan diinjak-injak, dan terkena najis oleh nanah orang-orang mati, apabila terjadi pemakaman yang berulang-ulang. Begitu pula bila turun hujan. Imam al-Adzra’i juga mengkaji tentang dianjurkannya menulis nama mayit saja untuk sekedar diketahui sepanjang tahun, terutama kubur para nabi dan orang-orang shalih.
Beliau mengatakan, ‘Sekarang hal itu tidak diamalkan lagi. Karena para imam kaum muslimin dari timur sampai barat ditulis namanya di kubur-kubur mereka. Perbuatan ini diambil oleh orang-orang belakangan dari orang-orang dahulu. Dan hal itu dilarang secara umum dengan adanya larangan membangun diatas kuburan. Membangun di atas kuburan tentunya lebih besar dari sekendar menulis sesuatu di atas kuburan. Dan hal ini banyak terjadi di kuburan-kuburan yang mewakafkan fi sabilillah (musabalah), seperti terdapat, khususnya di Makkah, Madinah, Mesir dan lain-lain. Padahal mereka sudah tahu bahwa perbuatan itu dilarang. Demikian pula menulis sesuatu di atas kuburan.
Apabila anda tahu bahwa perbuatan itu sudah merupakan ijma’ fi’li (konsensus praktis para ulama) sehingga hal itu dapat menjadi hujjah (argumen, dalil) sebagaimana mereka katakan, maka kami menjawab, bahwa hal itu dilarang, meskipun banyak dilakukan orang. Sebab perbuatan itu tidak pernah dinyatakan sebagai hujjah, meskipun oleh para ulama yang berpendapat bahwa hal itu dilarang.
Sekiranya perbuatan itu dapat disebut sebagai ijma’ fi’li (konsensus praktis para ulama), maka hal itu dapat menjadi dalil dan dapat dipakai pada saat keadaan zaman itu baik, di mana amar ma’ruf dan nahi mungkar dapat dikerjakan. Dan ternyata sejak masa yang lama hal itu tidak berjalan.
Apabila ada orang membangun kuburan yang sama dengan yang sudah ada, dan tidak untuk keperluan seperti yang sudah disebutkan di muka, dan itu sudah jelas. Maka seperti apa yang difatwakan oleh sejumlah ulama, bahwa semua bangunan yang ada di tempat yang akan dipakai untuk mengubur mayat di Mesir, sampai kubah Imam kita Syafi’i yang dibangun oleh seorang raja Mesir, harus dihancurkan. Semua orang seharusnya merobohkan bangunan-bangunan seperti itu, selama tidak khawatir akan terjadi mafsadah (hal-hal yang tidak diinginkan).
Apabila khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka hal itu harus dilaporkan kepada imam (penguasa) agar ia menangani hal tersebut.” [26]
Selengkapnya...

JANGAN TERPANCING PROVOKATOR SYIAH RAFIDHAH TENTANG WAHABI

Syiah rafidhah mencoba memecah belah kaum muslimin dengan mengklaim bahwa orang-orang Wahabi melakukan penghancuran terhadap kuburan pekuburan baqi’. Sejarah mencatat bahwa Daulah Suudiyah membersihkan pekuburan baqi dari kemusyrikan yang terjadi dengan penyembahan kuburan oleh kaum muslimin semata-mata berlandaskan pada Al Qur’an dan As Sunnah. Berawal dari membangun, meninggikan, dan memperindah kuburan awal sebuah kemusyrikan terjadi. Bukankah Rasulullah shallahu alaihi wasalllah telah melarang membangun kuburan? Inilah risalah yang ditulis oleh DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan tentang peringatan terhadap bid’ah seputar kuburan;
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menutup segala pintu yang mengakibatkan kepada kemusyrikan serta memperingatkan dari padanya dengan peringatan yang sangat keras. Di antaranya adalah masalah kuburan. Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menetapkan beberapa ketentuan untuk menjaga agar kuburan tidak disembah dan agar orang-orang tidak berlebihan terhadap mereka yang dikuburkan, di antara-nya adalah:
1. Bahwasanya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan agar kita tidak berlebihan terhadap para wali dan orang-orang shalih, sebab hal itu menyebabkan penyembahan kepada mereka. Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,.
"Jauhilah oleh kalian sikap berlebih-lebihan, karena sesungguhnya sikap berlebihan itulah yang telah menghancurkan umat-umat sebelum kamu." (HR. Imam Ahmad, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbasradiyallaahu ‘anhumaa ).
"Janganlah kamu berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan dalam memuji (Isa) putra Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah, 'Abdullah wa Rasuluh (hamba Allah dan RasulNya)'." (HR. al-Bukhari).
2. Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam melarang membangun bangunan di atas kubu-ran, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu al-Hayyaj al-Asadi, ia berkata, Ali bin Abi Thalib radiyallallaahu ‘anhu berkata kepadaku,
"Ketahuilah sesungguhnya aku mengutusmu sebagaimana dulu Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wasallam mengutusku yaitu, jangan engkau tinggalkan patung-patung melainkan engkau hancurkan, tidak pula kuburan yang ditinggikan kecuali engkau ratakan (dengan tanah)." (HR. Muslim).
Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam juga melarang mengapur dan mendirikan ba-ngunan di atasnya. Dari jabir radiyallaahu ‘anhu, ia berkata,
"Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wasallam melarang mengapur kuburan, duduk di atasnya dan membangun bangunan di atasnya." (HR. Muslim).
3. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam juga memperingatkan dari shalat di kubu-ran. Dari Aisyah radiyallaahu ‘anhaa, dia berkata, "Takkala Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam hendak diambil nyawanya, beliau pun segera menutup kain di atas mukanya, lalu beliau buka lagi kain di atas mukanya, lalu beliau buka lagi kain itu tatkala terasa menyesakkan nafas. Ketika beliau dalam keadaan demikian itulah, beliau bersabda,
"Semoga laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah." (Muttafaq 'alaih)
Beliau memperingatkan agar dijauhi perbuatan mereka, dan seandainya bukan karena hal itu, niscaya kuburan beliau akan ditampakkan, hanya saja dikhawatirkan akan dijadikan sebagai tempat ibadah.
Nabishallallaahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,.
"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya umat-umat sebelum kamu telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah, janganlah kamu sekalian menjadikan kuburan sebagai tempat Ibadah, karena aku benar-benar melarang kamu dari perbuatan itu." (HR. Muslim).
Menjadikan sebagai tempat ibadah maknanya adalah shalat di kuburan, meskipun tidak dibangun tempat ibadah (masjid) di atasnya. Sebab setiap tempat yang dituju untuk shalat di dalamnya, maka ia adalah tempat ibadah, sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam,
"Dan dijadikan untukku tanah sebagai tempat sujud dan alat ber-suci." (HR. al-Bukhari )
Dan jika dibangun masjid di atasnya, maka tentu persoalan menjadi lebih besar.
Adapun mempersembahkan nadzar dan kubur untuk tempat-tempat yang diziarahi, maka ia adalah syirik besar. Sebab ia menyelisihi petunjuk Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam hal yang wajib dilakukan terhadap kuburan, yakni hendaknya tidak dibangun suatu bangunan di atasnya, juga tidak didirikan masjid di atasnya. Karena, ketika di atasnya dibangunkan kubah dan di sekelilingnya didirikan tempat ibadah serta tempat-tempat ziarah, maka orang-orang bodoh akan menyangka bahwa orang-orang yang dikubur di dalamnya bisa memberikan manfaat atau mudharat, dan bahkan mereka bisa menolong orang yang meminta pertolongan kepada mereka, serta bisa memenuhi hajat orang yang bersandar kepada mereka. Karena itu mereka mempersembahkan nadzar dan kurban kepada mereka, sehingga pada akhirnya menjadi berhala-berhala yang disembah selain Allah Subhanahu waTala, padahal Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,.
"Ya Allah, janganlah engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah." (HR. Malik dan Ahmad).
Dan tidaklah beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berdoa dengan doa ini kecuali ka-rena bakal terjadi tindakan seperti itu, selain terhadap kuburan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan ini benar-benar terjadi di banyak negara-negara Islam. Adapun kuburan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam, maka ia dijaga oleh Allah Subhanahu waTala berkat doa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sebab kuburan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berada di dalam rumahnya, dan tidak berada di dalam masjid, serta ia dikelilingi dengan tembok-tembok. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullaah dalam Qashidah Nuniyahnya,
Selengkapnya...

SKENARIO TERJADINYA KERANJINGAN TERHADAP KUBURAN

Syaikh Abdullah bin Abdullah bin Humaid, Imam dan Khathib al-Masjid al-Haram
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan seluruh makhluk dengan qudrat-Nya, yang dengan iradat-Nya memudahkan mereka sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan bagi mereka, dan yang dengan hikmah dan rahmatNya menunjuki kepada mereka dua jalan (jalan kebajikan dan kejahatan).
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya; sebagai pengakuan atas keesaan-Nya dan Aku bersaksi bahwa sayyid/penghulu dan Nabi kita, Muhammad, adalah hamba dan Rasul-Nya, Nabi Pembawa rahmat, penunjuk jalan umat, dan penyingkap awan kegelapan yang menyelimuti umat dengan seizin Rabbnya. Tiada seorangpun yang memiliki jalan selain jalan yang telah ditunjuki oleh beliau; maka barang-siapa yang menempuh jalan yang telah ditunjuki oleh beliau tersebut maka Allah akan mengkaruniainya cahaya dalam penglihatannya (bashirah) dan barang-siapa yang menyimpang dari jalan tersebut, maka orang tersebut telah tenggelam ke dalam kegelapan dan akan terus goyah dalam keraguannya. Shalawat Allah, salam serta berkah Nya semoga selalu tercurah atas beliau, para shahabat, keluarganya, dan para tabi’in serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik dan berjalan di atas petunjuk dan sunnahnya.
Amma ba’du; Zaman ini dijuluki oleh orang sebagai zaman ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), zaman perkembangan ilmiah dan ma’rifat, zaman dimana ilmu pengetahuan maju dengan sangat pesat dan menakjubkan. Negara-negara kecil maupun besar berlomba-lomba dalam menciptakan suatu penemuan dan ciptaan serta sains baru.
Tetapi sungguh aneh, zaman yang identik dengan kehidupan serba logika, materi, ilmu pengetahuan serta penemuan-penemuan baru, ditambah lagi adanya ayat-ayat serta bukti-bukti di jagat raya dan pada diri manusia itu sendiri yang Allah tampakkan kepada mereka; meskipun demikian, realitasnya mereka masih tenggelam dalam dunia maya, dajjalisme dan khurafat. Penyimpangan demi penyimpangan serta kesesatan tersebar secara meluas. Syirik dengan berbagai bentuknya dilakukan di berbagai belahan bumi. Berhalaisme bertebaran di timur dan barat bahkan lebih tragis lagi, syaithan pun disembah secara terang-terangan di zaman ini sehingga perdukunan, sihir dan paranormalisme semakin digandrungi dengan berbagai bid’ah, kesesatan dan pembodohan yang ditawarkan. Sedangkan sebagian dari umat Islam yang lain telah terjangkiti oleh bagian yang tidak bisa dianggap enteng dari hal itu. Mereka keranjingan (hidup bergantung) terhadap kuburan, para penghuni-nya telah lama berkubang dengan tanah dan meminta pertolongan (dalam musibah yang mereka alami) kepada para penyihir dan paranormal.
Di antara ajaran agama yang mendasar (primer) untuk diketahui adalah bahwasanya mentauhidkan Allah dan mengkhususkan ibadah hanya kepada-Nya semata merupakan prioritas agama paling utama dan hal yang paling agung yang menjadi tumpuan perhatian para mushlihin (reformis) .
Berikut ini kami akan paparkan salah satu bentuk dari berbagai bentuk penyimpangan yang amat menjijikkan. Penyimpangan yang teramat sangat menyelimuti sebagian otak manusia manakala posisinya sudah amat jauh dari naql (wahyu) yang shahih dan akal yang jernih/prima dimana sebagai imbasnya kemudian, mereka malah menyandarkan nasib kepada hasil mimpi-mimpi yang mereka alami. Belum lagi kondisi tersebut bertentangan dan menyalahi syari’at, anti tauhid dan mencemarkan kedudukan penghulu para rasul Allah, Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.
BENTUK-BENTUK KESESATAN YANG TERJADI
Salah seorang dari mereka berkata: “Aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lantas beliau bersabda kepadaku: ‘Jika engkau memiliki hajat dan ingin melakukannya maka bernadzarlah untuk si fulanah meskipun sebanyak satu fils (sejenis uang pecahan-penj) niscaya hajatmu tersebut akan terlaksana'.
Kenapa mesti terjadi ketergantungan dengan kuburan dan orang-orang mati yang telah dikuburkan seperti ini? Ketergantungan semacam ini sampai-sampai membuat mereka tidak dapat berfikir kenapa kuburan seseorang bisa menjadi banyak dan berada di beberapa negara. Akan tetapi para penyesat manusia tidak kehilangan akal dalam mencari alasan atas adanya hal tersebut yang tentunya amat kontradiksi. Mereka mengatakan: “Sesungguhnya bumi bagi jasad-jasad para wali ibarat air bagi ikan dimana ia bisa muncul di beberapa tempat, sehingga dengan begitu, setiap tempat yang dikatakan di sana ada nabi atau wali yang shalih ia akan dikunjungi”. Kemudian bertebaran dan semakin banyaklah kuburan-kuburan. Ada di antara tempat-tempat tersebut yang dinisbatkan kepada orang yang salah atau tempat yang salah. Dalam satu kota saja di sebagian negara kaum Muslimin terdapat lebih dari tiga ratus kuburan yang dikeramatkan. Sementara dalam satu negara terdapat lebih dari enam ratus ribu buah. Di satu tempat terdapat pertunjukan yang dinamakan dengan pertunjukan tujuh puluh tujuh wali.
SKENARIO BAGAIMANA KERANJINGAN TERHADAP KUBURAN TERJADI PADA SESEORANG
Wahai kaum Muslimin! Cobalah kalian merenungi bagaimana skenario yang dibuat sehingga seseorang keranjingan terhadap kuburan berikut ini:
• Skenario pertama dimulai dengan mengagumi keshalihan dan ketaatan seseorang kemudian menjadi suatu keyakinan akan agung dan dekatnya kedudukan di sisi Allah.
• Kemudian hal itu dilanjutkan dengan mengunjungi kuburannya tetapi bukan dalam rangka mengingat akhirat dan menjadi i’tibar/pelajaran tetapi merupakan suatu keyakinan akan keberkahan si penghuni kuburan dan tempatnya.
• Ketika itu baru timbul di hati orang-orang awam dan semi awam untuk berdoa kepada Allah di sisi kuburannya dengan harapan doa tersebut dikabulkan di tempat itu.
• Setelah itu, secara bertahap timbul keyakinan bahwa tempat tersebut sangat berkah sehingga mereka mengusap-usap dan menciuminya.
• Kemudian dari hanya sekedar berdoa kepada Allah di sisi kuburan tersebut menjadi berdoa kepada Allah dengan perantaraan keberkahan tempat tersebut, begitu juga untuk bersumpah sehingga jadilah tempat tersebut sebagai wasilah dan perantara dalam meminta syafa’at kepada Allah dengan alasan tempat tersebut suci, mulia dan muqarrab (memiliki kedekatan dengan-Nya), dan akhirnya dianggap memiliki kedudukan tersendiri di sisi Allah.
• Setelah itu, keyakinan seperti ini meningkat menjadi lebih besar lagi; (mereka mengatakan) selama tempat ini mulia dan memiliki kedudukan khusus di sisi Allah, maka tentunya tidak mustahil bila Allah memberikannya kekuatan ghaib untuk mengatur sebagian urusan dan kondisi alam semesta. Karena itu, kemudian (orang yang ber-keyakinan demikian) meminta, berharap, takut, minta pertolongan dan bantuan kepadanya.
• Akhirnya berubahlah keyakinan untuk menjadikan kuburan si fulan tersebut sebagai pemilik rahasia yang membuat jiwa dan hati takut kepadanya serta membuat akal oleng dan berdecak kagum, lantas dijadikanlah sebagai tempat tujuan beri’tikaf, berkeliling di sekitarnya, lentera-lentera dinyalakan, tirai-tirai dipasang, masjid dibangun di atasnya, diciumi dan diusap-usap, disembelih persembahan di sisinya serta diadakan hari jadi buatnya sebagai suatu acara ritual (haul).
PEMANDANGAN TRAGIS DARI SUATU PENYIMPANGAN
Renungkan oleh anda semoga Allah merahmati anda ucapan sebagian mereka ketika menceritakan kunjungan mereka terhadap kuburan Syaikh Al-Imam Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah: “Perbuatan pertama yang wajib dilakukan seorang penziarah adalah berwudhu’ secara sempurna, kemudian shalat dua raka’at dengan khusyu’, setelah itu menghadap ka’bah yang mulia (maksud mereka, kuburan Syaikh Abdul Qadir –la haula wala quwwata illa billah- dan setelah memberi salam kepada penghuni kuburan yang dimuliakan, maka dia (penziarah) mengucapkan:
(Wahai pemilik jin dan manusia! tolonglah aku, berilah aku kekuatan untuk memenuhi semua hajatku dan dalam mengatasi cobaan hidupku, tolonglah aku, wahai Penghidup agama, Abdul Qadir, tolonglah aku, wahai Wali agama Abdul Qadir, tolonglah aku, wahai Sultan, Abdul Qadir, wahai Hadhratul Ghauts ash-Shamadi, wahai Sayyidku, Abdul Qadir Al-Jailani, hambamu dan muridmu adalah orang yang dizhalimi, lemah dan amat memerlukanmu dalam seluruh urusan agama, dunia dan akhirat).
Selengkapnya...

PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG SAHABAT

Dr. Muhammad bin Abdurrahman al-Khumais
• Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari Imam Syafi’i, “Allah telah memuji para Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam al-Qur’an, Taurat dan Injil. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah memuji keluhuran mereka, sementara untuk yang lain tidak disebutkan. Maka semoga Allah merahmati mereka, dan menyambut mereka dengan memberikan kedudukan yang paling tinggi sebagai shiddiqin, syuhada’ dan shalihin.
Mereka telah menyampaikan sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kita. Mereka juga telah menyaksikan turunnya wahyu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Karenanya, mereka mengetahui apa yang dimaksud oleh Rasulullah, baik yang bersifat umum maupun khusus, kewajiban maupun anjuran. Mereka mengetahui apa yang kita ketahui dan apa yang tidak kita ketahui tentang sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka di atas kita di dalam segala hal, ilmu dan ijtihad, kehati-hatian dan pemikiran, dan hal-hal yang diambil hukumnya. Pendapat-pendapat mereka, menurut kita, juga lebih unggul daripada pendapat-pendapat kita sendiri.” [24]
• Imam al-Baihaqi menuturkan dari ar-Rabi’ bin Sulaiman bahwa ia mendengar Imam Syafi’i memandang Abu Bakar adalah yang paling utama di antara semua sahabat, kemudian Umar, Ustman dan kemudian Ali. [25]
• Imam al-Baihaqi juga meriwayatkan dari Muhammad bin ‘Abdullah bin Abd al-Hakam, katanya, ia mendengar Imam Syafi’i berkata: “Manusia yang paling mulia sesudah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman dan kemudian Ali radhiyallahu ‘anhum.” [26]
• Imam al-Harawi meriwayatkan dari Yusuf bin Yahya al-Buwaiti, katanya, saya bertanya kepada Imam Syafi’i: “Apakah saya boleh shalat bermakmum di belakang orang Rafidhi (Syi’ah) ?” Beliau menjawab: “Jangan kamu shalat menjadi makmum orang Rafidhi, Qadari (penganut paham Qadariyah), dan penganut paham Murji’ah.” Saya bertanya lagi: “Apakah tanda-tanda mereka itu?” Beliau menjawab: “Orang yang berpendapat bahwa iman itu hanyalah ucapan saja, maka ia penganut paham Murji’ah. Orang yang berpendapat bahwa Abu Bakar dan Umar itu bukan imam umat Islam adalah penganut paham Rafidhah. Dan orang yang berpendapat bahwa manusia itu mempunyai kehendak mutlak dan dapat menentukan nasibnya sendiri, ia adalah penganut paham Qadariyah.” [27]
[24] Manaqib Imam asy-Syafi’i, I/442
[25] Ibid
[26] Ibid, I/433
[27] Dzamm al-Kalam, lembar 215. adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’, X/31
Referensi: Aqidah Imam Empat (Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad)
http://alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatkajian&parent_id=1982&parent_section=kj072&idjudul=1973 Selengkapnya...