Selasa, 12 November 2019

Realita Hari Ini Adalah Sejarah Yang Berulang

Bombardir penghancuran kota Aleppo (Halab) bersama penduduknya sebulan terakhir ini yang dilakukan oleh rezim penguasa Syiah Nushairiah di Syiria bekerja sama dengan tentara Rusia tidak lain dari pengulangan sejarah masa lalu. Tragedi kemanusiaan ini adalah kejahatan perang terbesar dalam kira-kira 10 abad terakhir. Namun yang menyedihkan adalah amat sedikit orang tertarik membahasnya seolah dunia bungkam seribu bahasa. Berbeda dengan tragedi Paris lalu malahan dunia semuanya angkat bicara menyalahkan pelakunya dan berduka atasnya padahal korban tidak seberapa dibandingkan korban Aleppo.
Dahulu kala dalam lembaran sejarah telah tertulis dengan rapi tatkala tentara Tartar membantai kaum muslimin di Baghdad yang bekerja sama dengan Syiah diiringi dengan penghancuran kota Baghdad sampai-sampai air sungai berwarna hitam karena warna tinta kitab-kitab yang bertuliskan ilmu dan sejarah turut dilemparkan ke dalamnya.
Kini di kota Aleppo, anak-anak tidak berdosa, wanita-wanita lemah, orang-orang tua renta dan orang-orang sipil harus menanggung derita akibat permusuhan ideologi.  Sungai berubah warna menjadi merah karena darah kaum muslimin.
Sejarah akan selalu berulang maka belajarlah dari sejarah. Semua ini berawal dari paham ekstrimisme atas nama kelompok yang terlahir dari seorang Yahudi yang berpura-pura masuk Islam (Abdullah bin Saba) kemudian dilanjutkan oleh orang-orang Syiah dari zaman ke zaman. Mereka selalu memakai baju Islam  kemudian bersama-sama kaum kuffar menyerang membunuhi kaum muslimin tanpa pandang bulu.
Sangat disayangkan banyak orang lain yang terperdaya dengan isu pendekatan mazhab sunni-syiah. Bukankah derita perang Irak, Libanon, Syria, dan Yaman saksi nyata kebiadaban Syiah? Namun mereka berkilah dan mengemasnya dalam bahasa “pertentangan politik” bukanlah pertentangan ideologi atau mazhab tertentu. Semoga kita semakin berhati-hati agar pemahaman Syiah tidak menyebar di tempat kita.
Di Libanon seolah konflik tidak pernah usai karena kelompok Syiah memiliki pasukan perang yang diketuai oleh Hasan Nasrallah selalu menyulut api perang. Di Irak nyawa umat Islam tidak terhitung lagi akibat syahwat politik orang Syiah untuk menguasai negara. Di Yaman bermula dari pemberontakan kelompok kecil Syiah kemudian menggalang kekuatan yang akhirnya didukung penuh oleh rezim Iran sehingga meletuslah korban yang begitu banyak pada akhirnya rakyat juga yang merasakan penderitaan berkepanjangan. Di Bahrain juga minoritas Syiah sering kali mencoba melakukan pemberontakan terhadap pemerintah namun berhasil dipadamkan. Di Kerajaan Arab Saudi pula kelompok Syiah ada juga di Wilayah Timur yang kerap kali mengganggu stabilitas dan keamanan negara. Di Indonesia benih-benih konflik dengan kaum muslimin menyebar seperti di Sampang, Madura. Di Syria sebagaimana yang kita saksikan sekarang ini adalah fakta nyata untuk membuka mata kita bahwa golongan Syiah jika memiliki kekuatan maka mereka akan menindas dan berupaya menghancurkan kaum muslimin.
Fakta-fakta kontemporer ini tidak lain dari pengulangan realita sejarah masa lampau. Mari kita lihat kasus ketika Khilafah Utsmaniyah berkuasa yang paling gencar untuk menjatuhkan kekhilafahan adalah Dinasti Shafawiyah.
Benar adanya jika ini terkait masalah politik tetapi kita katakan masalah politik yang merupakan akibat dari dendam ideologi. Golongan ini bermula dari kedengkian politik terhadap umat Islam di saat kalangan khulafaurrasyidin memegang tampuk pemerintahan, mereka tidak rela dipimpin oleh sahabat-sahabat terbaik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan mereka menuduh para sahabat Nabi dengan tuduhan tidak layak. Selain dari itu mereka ingin mengembalikan kejayaan kekisraan Persia yang berhasil di kuasai oleh pemerintahan Islam di masa khulafaurrasyidin.
Mari kita dengarkan penuturan salah seorang sejarawan Kuwait bahwasanya permasalahan yang yang terus-menerus dipendam oleh Iran adalah kebencian sejarah terhadap orang Arab, dalam kitab Syahnami (semacam Injilnya orang Persia) yang ditulis oleh Firdausi menjelaskan tentang kepribadian orang Arab mengatakan bahwa bagaimana mungkin kita bertoleransi dengan orang Arab, yang pemakan belalang dan peminum kencing unta dan bermandikan dengannya datang ke sini (negeri Persia) atas nama al fath (pembukaan wilayah baru) membuka dan menggantikan singgasana Kisra, “sungguh keji engkau wahai zaman” yang memberikan kesempatan kepada orang Arab pemakan belalang dan peminum kencing unta untuk datang ke sini menguasai Persia sedangkan anjing kita di isfahan meminum air dingin (maksudnya anjing mereka lebih mulia dari orang Arab). Bahkan seorang penyair Iran Mustafa Badkoobei bersenandung dalam qasidahnya pada tahun 2013 bertanya kepada Allah dalam syairnya yang bermakna “Ya Rabb wahai Tuhannya orang Arab, Engkau mengancamku untuk melemparkanku ke neraka Jahannam akan tetapi saya mengajukan satu permintaan dan permohonan agar saya tidak mendengarkan walau satu huruf pun dari Bahasa Arab dalam neraka Jahannam” yakni saya rela dan bersedia masuk ke dalam neraka Jahannam asalkan saya tidak mendengarkan satu huruf Arabpun kelak di neraka Jahannam karena saya tidak mampu mendengarkannya.
Lihatlah betapa besarnya kebencian dan penyakit pathology dari orang-orang Syiah Iran terhadap orang Arab sampai harus mencela Allah dan zaman yang telah menciptakan orang Arab yang berhasil menguasai dan mengislamkan wilayah Persia.
Makanya tiga kunci utama yang dipegang Iran saat ini yaitu kekuatan militer, keangkuhan budaya, dan kebencian sejarah menjadi modal utama Iran untuk memerangi kaum muslimin di Syria, Irak, Libanon dan Yaman.
Dendam ideologi dan politik inilah yang terus diwariskan secara turun temurun hingga sampai pada yang kita lihat di kota Aleppo saat ini.
Semoga Allah menolong dan memuliakan kaum muslimin dan menghancurkan musuh-musuhnya.

Sumber
Selengkapnya...