Minggu, 03 Januari 2010

SARANA SYIRIK YANG HARUS DIHINDARI MENURUT MADZHAB SYAFI’I (2)

Seperti dituturkan dalam kitab Hasyiyah as Suyuthi ‘ala Sunan an-Nasa’i, Imam Baidhawi mengatakan, “Orang-orang Yahudi dan Nashrani sujud kepada kubur para nabi mereka. Mereka menghadap ke kubur-kubur itu seraya mengagungkannya. Mereka juga menjadikan kubur-kubur sebagai kiblat di mana mereka menghadap dalam shalat, do’a, dan lain-lain. Mereka juga menjadikan kubur-kubur itu sebagai berhala (sesembahan), maka Allah melaknat mereka dan melarang orang-orang Islam melakukan perbuatan seperti itu. Sumber kemusyrikan itu terjadi karena mengagungkan kubur dan selalu menghadap kepadanya.” [27]
Sementara itu Imam as-Suwaidi asy-Syafi’i mengatakan, “Kamu dapat melihat orang-orang meninggikan kuburan sangat tinggi, dan menuliskan ayat-ayat al-Qur’an di atasnya. Mereka membuat peti-peti dari kayu jati dan sebagainya untuk kuburan-kuburan itu. Di atasnya mereka kasih kain kelambu yang dihiasi dengan emas dan perak murni.
Mereka tidak puas dengan membangun kuburan seperti itu, dibikinnya jendela-jendela dari perak atau yang lain mengelilingi kuburan, mereka pasang pula lampu-lampu emas. Di atasnya mereka bikin kubah-kubah dari emas atau dari kaca yang diukir. Dibuatnya pintu-pintu yang dihiasi indah. Di pintu-pintu itu dipasang kunci-kunci dari perak atau dari yang lain agar tidak dicuri maling.
Semua itu bertentangan dengan ajaran agama yang dibawa oleh para rasul, dan jelas menentang Allah dan Rasul-Nya. Sekiranya mereka itu mengikuti jejak Rasulullah, seyogianya mereka melihat apa yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabat, padahal mereka itu sebaik-baik sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Orang-orang itu hendaknya juga melihat makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bagaimana para sahabat memperlakukannya.” [28]
Imam Nawawi mengatakan, “Larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjadikan kuburan beliau dan kubur orang lain sebagai masjid, hal itu hanyalah khawatir terjadi sikap yang berlebih-lebihan dalam mengagungkan kuburan, sehingga akan terjadi hal-hal yang tidak diridhai oleh Allah (fitnah). Bahkan, bisa jadi hal itu dapat menyebabkan kekafiran, seperti yang pernah terjadi pada umat-umat terdahulu.
Ketika para sahabat g dan para tabi’in memerlukan perluasan pembangunan Masjid Nabawi, di mana umat Islam bertambah banyak, sementara perluasan masjid kemudian menjadikan rumah-rumah para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi berada di dalam masjid, termasuk dengan sendi-sendi rumah Aisyah radhiyallahu ‘anha di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dimakamkan dan dua sahabat beliau, Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, maka para sahabat dan tabi’in membuat tembok tinggi yang mengitari kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu tidak kelihatan dari masjid. Karena bila tampak, hal itu dapat menyebabkan perbuatan yang dilarang.
Para shahabat dan tabi’in kemudian membuat tembok dari arah dua sudut di sebelah utara, dan dua tembok itu dibuat miring sehingga keduanya bertemu. Dengan demikian orang yang shalat tidak dapat menghadap kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” [29]
Dalam kitab al-Ba’its ‘ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits, hal. 103, terdapat keterangan sebagai berikut, “Perhatikanlah –semoga kamu dirahmati oleh Allah-, di mana saja kamu mendapatkan sebuah pohon yang selalu dikunjungi oleh orang-orang, mereka memuliakan pohon itu, mengharapkan kebebasan dan kesembuhan dari padanya, mereka juga memasang paku-paku untuk menggantungkan kain-kain sebagai bandulnya, maka tebanglah pohon-pohon itu.”
Kesalahpahaman dan Sanggahannya
Sementara orang yang senang membuat bangunan-bangunan di atas kubur, berpendapat bahwa membangun masjid di atas kubur itu boleh. Dalilnya adalah kisah Ash-habul Kahfi, di mana orang-orang itu membangun masjid di atas kubur Ash-habul Kahfi.
Imam al-Hafizh Ibnu Katsir menjawab kesalahpahaman ini dengan dua jawaban:
1. Perbuatan tersebut dilakukan oleh orang-orang kafir dan musyrik. Oleh karena itu, hal itu tidak dapat dijadikan hujjah (dalil).
2. Sekiranya perbuatan itu dilakukan oleh orang-orang Islam, maka mereka itu bukanlah orang-orang terpuji dalam perbuatan tersebut. [30]
Catatan Kaki :
[1] Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lain-lain,di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang menembok kuburan, duduk di atasnya, dan membuat bangunan di atasnya.
Untuk mengetahui sikap Imam Syafi’i dan ulama lain tentang masalah ini, silahkan baca kitab-kitab, al-Muhadzdzab, 1/456; Raudhat ath-Thalibin, 1/652; al-Majmu’, V/266; as-Siraj al-Wahhaj, 1/114; an-Nawawi, Syarh Muslim, VII/307; dan al-‘Iqd ats-Tsamin, hal.186
[2] Untuk mengetahui sikap ulama mdzhab Syafi’i, lihat Raudhat ath-Thalibin, 1/652, Az-Zawajir, 1/195
[3] Untuk mengetahui sikap Imam Syafi’i dan ulama lain, lihat al-Muhadzdzab, 1/456, Raudhat ath-Thalibin 1/652, al-Majmu’ V/266, as-Siraj al-Wahhaj I/114, an-Nawawi, Syarh Muslim VII/307.
[4] Berdasarkan hadits riwayat Abu Daud, at-Tirmidzi dan lain-lain, dari Jabir, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang penembokan kuburan dan menulis sesuatu di atasnya. Untuk mengetahui sikap Imam Syafi’i dan ulama lain dalam masalah ini, lihat al-Umm 1/278, al-Muhadzdzab 1/451, Raudhat ath-Thalibin I/652, al-Majmu’ V/266, as-Siraj al Wahhab I/144, dan al-Iqd ats Tsamin hal.186.
[5] Berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Allah melaknat kaum wanita yang berziarah kubur, orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid, dan orang-orang yang memasang lampu di atas kuburan.”
Untuk mengetahui sikap Imam Syafi’i dan ulama lain dalam masalah ini, silahkan baca, az-Zawajir I/194, Fath al-Majid hal.186
[6] Berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Laknat Allah semoga ditimpakan kepada orang-orang Yahudi dan Nashrani. Mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, mengingatkan akan perbuatan yang mereka lakukan. Hadits ini diriwatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Ingatlah, orang-orang sebelum kamu telah menjadikan kuburan sebagai masjid. Ingat! Kamu jangan menjadikan kuburan sebagai masjid. Saya melarang kamu melakukan hal itu.” Hadits ini diriwatkan oleh Imam Muslim dan lain-lain.
Untuk mengetahui sikap Imam Syafi’i dan ulama lain dalam masalah ini, lihat kitab al-Umm 1/278, an-Nawawi, Syarh Muslim VII/38, az-Zawajir I/194.
[7] Berdasarkan hadits riwayat Imam Muslim dan lain-lain di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda “Jangan kamu duduk di atas kuburan dan jangan kamu shalat di atasnya.” untuk mengetahui sikap Imam Syafi’i yang lain lihat al-Umm I/46, an-Nawawi, Syarh Muslim VII/38, dan az-Zawajir I/194.
[8] Dalil untuk masalah ini, lihat catatan kaki pada nomor-nomor yang telah lalu. Demikian juga sikap ulama madzhab Imam Syafi’i dalam masalah ini, lihat al-Majmu’, VIII/257.
[9] Allah berfirman:
و“Dan hendaklah mereka melakukan thawaf, mengitari rumah yang tua (Baitullah).” (Al-Hajj : 29)
Orang yang thawaf mengelilingi kuburan, pada hakekatnya ia menyamakan kuburan dengan Baitullah yang dithawafi oleh umat Islam. Untuk mengetetahui sikap ulama Syafi’iyah, lihat al-Majmu’, VIII/257, az-Zawajir I/194, dan Tathhir al-Jinan hal. 37
[10] Berdasarkan riwayat Imam Muslim dan lain-lain, dari jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah melarang penembokan kuburan, duduk di atasnya, dan membuat bangunan di atasnya.”
Untuk mengetahui sikap ulama Syafi’iyah, lihat an-Nawawi. Syarh Muslim, VII/37
[11] Seperti diketahui, Allah tidak mensyariatkan bagi kita untuk mencium tempat tertentu selain Hajar Aswad. Allah tidak mensyariatkan kepada kita untuk mengusap sesuatu selain Hajar Aswad dan Rukun Yamani. Apa yang dilakukan oleh sebagian orang di kuburan, di mana mereka mengusap-usap atau mencium benda-benda tertentu di kuburan , adalah perbuatan yang berlebih-lebihan , dan hal itu dapat menyebabkan syirik dan bid’ah yang berat, karena hal itu berarti menyamakan antara tempat-tempat suci dengan kuburan. Dan itu adalah perbuatan orang-orang sesat, namun mereka mengira mendapatkan petunjuk dari Allah. Untuk mengetahui sikap ulama Syafi’iyah tentang masalah ini lihat al-Majmu’, VIII/257.
[12] Dalil-dalil tentang hal ini telah disebutkan dalam catatan kaki yang terdahulu. Sedangkan untuk mengetahui sikap ulama Syafi’iyah dalam masalah ini, silahkan baca al-Majmu’, V/267.
[13] Berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Siapa yang bersumpah dengan menyebut selain Allah, maka ia telah musyrik.” Lihat Tafsir Ibnu Katsir, I/101
[14] Berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yang menyanggah orang yang berkata seperti itu “Apakah kamu mau menjadikan diriku sebagai tandingan bagi Allah?”
Lihat Tafsir Ibnu Katsir I/01.
[15] al-Umm, I/246. Tampaknya Imam Syafi’i tidak bermaksud dengan kata-kata “kuburan diratakan” itu diratakan dengan bumi, karena hal ini memang diperintahkan. Namun barangkali maksud beliau adalah menjadikan kuburan itu bertembok datar, atau yang lain di mana kuburan itu terlihat tinggi dari tanah. Wallahu ‘alam
[16] Al-Majmu’, V/266
[17] Ibid
[18] al-Muhadzdzab, I/456
[19] as-Siraj al-Wahhaj, I/114
[20] Shahih Bukhari, VII/747 hadits no.4443 dalam kitab al-Maghazi, bab aradh an-Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Shahih Muslim I/377 hadits no. 531 dalam kitab al-Masajid dan tempat-tempat shalat, bab Larangan Membangun di Atas Kuburan.
[21] Shahih Muslim, I/375-376 hadits no. 528 Kitab al-Masajid dan tempat-tempat shalat. Bab tentang Larangan Membangun Masjid di Atas Kuburan.
[22] Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dalam kitabnya al-Musnad, II/266, dari Abu Hurairah, Imam Malik, al-Muwaththa’, I/172 (mursal); Mushannaf Abdur Razzaq, III/464.
[23] az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kabair, I/195
[24] al-Majmu’, VIII/257-258
[25] al-Majmu’, V/266
[26] Seperti disebutkan di dalam kitab, al-‘Iqd ats-Tsamin, hal.186
[27] Hasyiyah Sunan an-Nasa’i, II/42
[28] al-‘Iqd ats-Tsamin, hal. 185
[29] Syarh Shahih Muslim, V/13-14
[30] Tafsir Ibnu Katsir, III/78
Kemusyrikan Menurut Madzhab Syafi'i

Tidak ada komentar:

Posting Komentar