Memukul Kepala dan Dada
Kaum rafidhah memukul-mukul badan mereka untuk
mendekatkan diri mereka kepada Allah dan mendapatkan pahala di
sisiNya.
Cara Memukul Badan
Dalam setiap peringatan hari besar mereka mereka, yang berbeda
dengan perayaan hari besar kaum muslimin seperti peringatan
terbunuhnya Ali bin Abi Tolib dan peringatan terbunuhnya Husein bin
Ali, kaum rafidhoh melakukan upacara-upacara ritual untuk
mengekspresikan kesedihan mereka terhadap musibah-musibah yang
menimpa ahlul bait, yang kebanyakan cerita2 musibah itu adalah
karangan mereka sendiri. Ritual-ritual ini diadakan di setiap wilayah yang
memiliki penduduk kaum rafidhoh, tetapi terlihat sangat jelas di beberapa
wilayah Pakistan, Iran, India, Irak dan wilayah Nabtiyah di Lebanon.
Dalam merayakan ritual ini pun cara mereka berbeda-beda, di negara
teluk mereka memukul badan mereka dengan tangan kosong karena
masyarakat negara teluk lebih “berbudaya”. Tetapi di Pakistan dan
Lebanon mereka menyabet badan mereka sendiri dengan pedang dan
belati untuk menumpahkan dan melukai anggota badan. Sementara itu
kaum rofidhoh di wilayah lainnya menggunakan rantai untuk memukuli
badan mereka sendiri.
Acara “pukul memukul” itu tak lupa disertai dengan pembacaan
sya’ir-syair kesedihan dan musibah, khotbah duka cita untuk ahlul
bait,mencaci maki bani umayyah dan para sahabat Nabi. Semua itu
dilakukan untuk mendapatkan pahala dan keridhoan Allah ta’ala. Tidak
ketinggalan pula acara tangis bersama sampai berteriak-teriak, karena
mereka mengatakan bahwa para imam mereka memberi kabar gembira:
“Barang siapa menangis atau membuat dirinya menangis untuk Husein maka
wajib masuk sorga.” Semua ingin masuk sorga, maka semua berlomba-
lomba untuk bertambah sedih dan bertambah kencang tangisnya.
Sejarah Ritual “pukul memukul”
Acara ritual ini bermula dari rasa sedih para pengikut Ali bin Abi
Tolib yang telah berjanji untuk berperang membela Ali namun ketka
terjadi perang mereka lari meninggal Ali bin Abi Tolib sendirian hingga
Ali bin Abi Tolib pun bosan dan membenci mereka karena kemunafikan
mereka. Lalu Ali bin Abi Tolib berkhotbah kepada mereka dan menjuluki
mereka dengan sifat-sifat yang jelek seperti pengkhianat, pembohong,
kaum yang hina, orang yang berakal kerdil dll... ”Aku mengajak kalian
untuk berjihad dan kalian menolak, aku telah memberitahu kalian tapi kalian
tidak mau mendengarkan, aku telah berdakwah kepada kalian mengajak kepada
kebenaran tapi kalian tolak dakwahku, aku telah menasehati kalian tapi kalian
enggan untuk menerima...” hingga Ali bin Abi Tolib berkata: “Demi Allah...
aku ingin agar Mu’awiyah menukar pengikutnya dengan pengikutku seperti
menukar uang, maka 10 orang pengikutku akan kutukar dengan 1 orang pengikut
Mu’awiyah."1
Kesedihan pengikut Ali bin Abi Tolib makin bertambah ketika
mereka menulis surat kepada Husein bin Ali bahwa mereka berbaiat
kepada Husein dan berjanji akan menolongnya, tetapi ketika Husein bin
Ali benar-benar datang mereka tinggalkan mati sendirian bersama
keluarganya seperti mereka meninggalkan Muslim bin Aqil mati
sendirian. Maka bertambahlah kesedihan mereka hingga hati kecil mereka
merasa bersalah, lalu mereka mulai menghukum diri mereka sendiri
dengan memukul dada dan menampar pipi mereka. Semua ini sebagai
hukuman atas perbuatan mereka dan sebagai pembalasan kepada diri
mereka atas penghianatan mereka kepada Husein bin Ali, Muslim bin
Aqil dan sebelumnya Ali bin Abi Tolib. Begitulah, semakin besar rasa
bersalah seseorang, maka dia semakin “bersemangat” dalam memukul
dirinya sendiri dan semakin keras pula menangisnya. Demikian ritual ini
berkesinambungan, setiap generasi menghukum diri mereka sendiri atas
kesalahan yang dilakukan oleh generasi yang hidup jauh sebelum mereka,
yaitu pengkhianatan terhadap Allah dan Ahlul bait. Selang berlalunya
waktu, generasi yang datang belakangan tidak pernah memahami sebab
utama ritual ini dan mengira bahwa ritual ini hanya bertujuan untuk
mengungkapkan kesedihan atas kejadian yang menimpa Husein bin Ali
dan ahlul bait seperti yang didengungkan oleh para ulama, dan bukannya
sebagai penyesalan atas pengkhianatan mereka. Sementara itu generasi
belakangan tetap meyakini bahwa ritual ini untuk mencara pahala dengan
rasa cinta kepada Husein bin Ali dan mereka lupa bahwa sebenarnya
ritual ini diadakan sebagai hukuman kepada diri mereka sendiri yang
telah mengkhianati Husein bin Ali. Ini hukuman di dunia, di akherat
Allah akan menghukum mereka dengan hukuman yang lebih berat.
Subhanallah, bagaimana mereka mengubah ritual ini dari hukuman
menjadi ibadah yang berpahala.
Pendapat di atas dikuatkan oleh perkataan Zainab binti Ali yang
ditujukan kepada pengikut Ali (Syi’ah, bukan rafidhoh): “Wahai penduduk
kufah, wahai para pengkhianat, perumpamaan kalian adalah bagaikan seorang
perempuan yang mengurai benang yang sudah dipintal. Kalian hanya
mempunyai kesombongan, kejahatan, kebencian dan kedustaan. Apakah kalian
menangisi saudaraku? Tentu, demi Allah, maka perbanyaklah tangis dan jangan
banyak tertawa, sungguh kalian telah diuji dengan kehinaan... bagaimana kalian
menganggap enteng membunuh menantu nabi terakhir?" 2
Perkembangan Ritual “pukul memukul”
Ibadah ini mulai berkembang dan meluas di awal berkembangnya
syi’ah saat mereka ingin mencari ibadah yang berbeda dengan ibadah
bani umayyah dan supaya memperlihatkan perbedaan antara mereka
dengan kaum muslimin lainnya. Maka mereka selalu berusaha membesar-
besarkan dan menekankan pentingnya ritual ini. Bahkan mereka
membuat pakaian khusus yang dipakai saat upacara yaitu pakaian
berwarna hitam dengan alasan duka cita atas kematian Husein bin Ali
dan ahlul bait.
Pada periode Bani Buwaih yang menguasai iran dan irak atas nama
melindungi Khilafah Abbasiyah, mereka ikut mengembangkan upacara
ini hingga menjadi bagian dari syi’ah yang tidak bisa dipisahkan lagi. Lalu
datanglah Syah Ismail Safawi yang berkhianat kepada Khilafah
Uthmaniyah mengumumkan hari berkabung nasional yang berlaku di
seluruh wilayah kekuasaannya pada 10 hari pertama bulan muharram.
Bahkan Syah sendiri mengadakan open house untuk menerima ucapan
duka cita dari rakyat dan mengadakan perayaan khusus yang juga
dihadiri oleh Syah Ismail. Juga Syah Abbas Al Safawi memakai pakaian
hitam pada tanggal 10 muharrom dan melumuri dahinya dengan lumpur
serta memimpin pawai di jalan-jalan sambil bersyair dengan syair duka
untuk Husein dan melaknat Bani Umayah.
Peranan Iran Dalam Pengembangan Ritual "pukul memukul"
Sejak berubah menjadi negara islam, Iran menggalakkan warganya
untuk menghidupkan kembali ritual-ritual seperti ini, bahkan ikut
mendanai kaum syiah di mana-mana untuk mengadakan perayaan 10
Muharam besar-besaran. Tapi yang aneh, sebagian syiah tidak memiliki
uang untuk membeli makanan tetapi Iran malah memberikan dana dalam
jumlah besar hanya untuk mengadakan perayaan ritual ini dengan alasan
agama. Sehabis acara perayaan, kita melihat pemandangan cukup
memalukan yang diliput oleh media massa dunia. Darah, gambar orang
memukul diri disiarkan oleh media massa dengan menuliskan bahwa ini
adalah perayaan hari besar kaum muslimin. Hal ini sangat memalukan
kaum muslimin.
Pendapat Dunia Terhadap Ritual Ini
Kantor berita Reuter bagaikan mendapat “harta karun” berharga
ketika wartawannya di wilayah Nabtiah Lebanon merekam gambar
seorang syi’ah sedang memukul kepala anaknya dengan pedang pada
perayaan 10 Muharam. Begitulah, para pengikut aliran sesat selalu
memberikan bukti atas kecaman musuh terhadap Islam. Foto-foto
berdarah perayaan asyura dimuat di media masa dunia, mereka
membahasnya panjang lebar di koran, majalah bahkan channel TV untuk
membahas kebuasan dan sifat haus dan ritual ibadah kaum muslimin
yang jauh dari kemanusiaan.
(1)Nahjul Balaghoh hal 224.
Sumber: www.hakekat.com
Selengkapnya...
Sabtu, 26 Desember 2009
ACARA RITUAL SESAT SYIAH RAFIDHAH PADA HARI ASYURA
Rabu, 16 Desember 2009
Sana'a Tuding Teheran Dalang Perang Sa'dah
Ahad kemarin (13/12) - Sana`a Yaman menghimbau Teheran untuk menghentikan semua peta acuan Iran yang diberikan kepada kelompok Houthi. Bersamaan dengan itu, beberapa laporan menyebutkan penunjukan Gerakan Hamas sebagai mediasi bagi kedua negara tengah bergulir.
Menteri Luar Negeri Yaman, Abu Bakar Al-Qurbi menyatakan bahwa Repulik Islam Iran termasuk pihak yang bertanggungjawab atas berkobarnya konflik di Yaman Utara.
"Pesan yang jelas adalah setiap negara manapun jika terdapat kelompok-kelompok yang menyokong sejumlah gerakan teroris di negara lain, maka ia menjadi pihak yang bertanggung jawab atas konflik dan harus menghentikan sokongan itu", tambah al-Qurbi di sela-sela lawatannya ke Kuwait, sebagai isyarat bagi Iran.
Menteri itu menegaskan—yang membawa surat dari Presiden Yaman, Ali Abdullah Sholeh kepada Amir Kuwait Syekh Shabahul Ahmad Ash-Shabah dan Ketua Dewan Kerjasama Negara Teluk menjelang diselenggaraknya KTT GCC—sikap negaranya munuduh adanya "bekal dan referensi" di Iran untuk mendukung orang-orang Houthi.
Tuduhan Terang-terangan
Kendati akan ada penolakan, Menteri Luar Negeri Yaman tetap secara langsung menuduh Pemerintah Iran sebagai penyokong kelompok Houhti. Kepala Keamanan Nasional Yaman dan Kepada Kantor Kepresidenan, Ali Anesi bahkan mengatakan secara terang-terangan bahwa negaranya memiliki bukti atas keterlibatan Iran di konflik itu.
Ali Al-Anasi—di sela-sela konferensi keamanan di Panama—mengatakan, terdapat beberapa indikaasi dan bukti keterlibatan orang-orang Iran, akan tetapi tidak mungkin mereka akan masuk secara detail dalam sejumlah indikator itu, begitu juga hal dengan media informasi.
Oktober lalu Sana`a menyatakan berhasil menemukan sebuah kapal yang membawa senjata kiriman bagi Houhti dan menangkap para awaknya yang berkebangsaan Iran. Akan tetapi Teheran menyangkal dan menganggap semua itu sebagai laporan yang dibuat-buat.
Al-Anasi menjelaskan, bahwa ada kapal Iran lainnya yang sampai ke Pelabuhan Midi Yaman dan terdapat indikasi kapal itu datang dari Iretania.
Mediasi Hamas
Tuduhan terhadap Iran datang bersamaan dengan kunjungan Ketua Biro Politik Hamas, Khalid Mesyal ke ibukota Iran setelah sebelumnya melawat ke Sana`a.
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa Mesyal terus berusaha memediasi hubungan kedua kepala Negara terkait konflik dengan Houhti.Senin, 14/12/2009 13:12 WIB (eramuslim.com)
Selengkapnya...
Mahasiswa Mesir Tolak Kritikan Dr. Muhibbin Terhadap Shahih Bukhari
Geliat aktifitas Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) ternyata masih segar. Di tengah kesibukan mempersiapkan ujian, mereka masih antusias untuk menghadiri acara “ Dialog Umum ” yang diadakan oleh El-Montada, KPMJB dan FATIHA, Jum’at 11/12/09 di auditorium pesanggrahan KPMBJ.
Dialog ini ini diisi oleh dua nara sumber dari Indonesia yaitu Prof. Dr. Endang Soetari M. Si (Guru Besar UIN Sunan Gunung Jati Bandung) yang menyampaikan materi seputar Problematika Studi Hadits di Indonesia dan Prof. Dr Muhibbin M. Ag (Guru Besar IAIN Walisongo Semarang) yang menyampaikan materi tentang Urgensi Kritik Matan dalam Pembuktian Validitas Hadits. Hadir sebagai Pembanding Ust. Ahmad Ikhwani, Lc. Dipl (Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Al-Azhar jurusan Hadits) dengan moderator Ust. Roni Fajar, Lc. (Mahasiswa Universitas Al-Azhar Jurusan Hadits)
Di awal acara, Ust. Saifuddin M.A. selaku ketua El-Montada (organisasi mahasiswa program pasca sarjana dan doktoral) menyampaikan sambutan yang antara lain menyatakan bahwa antusias para masisir untuk mengkaji kegiatan yang bersifat keilmuan ternyata lebih tinggi daripada mengkaji tentang politik, terbukti dengan jumlah peserta yang hadir melebihi kapasitas auditorium yang disediakan.
Dr. Endang Soetari. M.Si yang mendapat giliran pertama dalam diskusi ini menyebutkan tentang Problematika Ilmu hadits di Indonesia. Hingga saat ini metode digunakan oleh beliau ialah penetapan keshahihan hadits dengan cara Takhrij.
Pemaparan kedua dilanjutkan oleh Dr. Muhibbin. M. Ag. yang pernah menulis buku tentang kritik kitab “Shahih Bukhari”. Beliau menyatakan tidak semua hadits dalam Shahih Bukhari itu shahih, bahkan terdapat beberapa hadits termasuk kategori lemah dan palsu.
Dinginnya kairo yang sempat terkena percikan gerimis sebelumnya berubah menjadi hangat setelah pemaparannya yang mengkritik matan hadits. Menurutnya ini untuk membela Nabi Muhammad sabda beliau yang telah melalui beberapa kurun waktu itu tidak ada yang bertentangan dengan akal.
Contohnya hadits tentang lalat dan tentang mayit yang disiksa karena tangisan keluarganya yang menurutnya tidak rasional. Semua kritikan itu bisa ditanggapi dengan baik oleh pemateri pembanding, Ust. Ahmad Ikhwani, Lc. Dipl.
Acara pun berlanjut ke sesi tanya jawab. Setelah moderator mempersilahkan para hadirin untuk bertanya bak gayung bersambut begitu banyak tangan-tangan yang mengacung ingin bertanya. Tanggapan pertama disampaikan Ust Zulfi Akmal, Lc. Dipl. (Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Tafsir Univ. Al-Azhar) menyampaikan bahwa seorang mahasiswa Al-Azhar tingkat dua pun sanggup mengkonter hadits tersebut dari syubuhat yang disampaikan oleh Dr. Muhibbin tadi. Ust. Zulfi juga menolak adanya proses belajar hadits tanpa guru, seperti yang dilakukan oleh Dr. Muhibbin.
Kemudian Ust Bukhari, Lc. Dipl. (Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Hadits Univ. Al-Azhar) angkat bicara membantah pernyataan keraguan Dr. Muhibbin terhadap hadits pada Shahih Bukhari. Ia menjelaskan secara gamblang status beberapa hadits yang dikritik berikut dalil tentang kedudukan hadits tersebut. Ust. Bukhari menganggap hasil penelitian Dr. Muhibbin ini kurang referensi dan juga kurang pemahaman bahasa Arab.
Pertanyaan-pertanyaan beserta tanggapan-tanggapan yang ditanyakan akhirnya dijawab oleh Dr. Muhibbin dengan berusaha membela argumen beliau. Beliau menganggap hadits-hadits itu diragukan karena irrasional. Sebab mengkaji hadits tidak hanya dari matan dan sanad saja, tapi perlu memperhatikan aspek rasionan, sejarah dan sirah. "Apabila naql bertentangan dengan akal, maka yang didahulukan adalah akal." tegasnya. Sontak mahasiswa yang hadir pada saat itu seakan tertawa meringis akan tanggapan yang diuraikan oleh beliau.
Acara yang mulai beranjak malam tersebut tidak mengendurkan semangata para hadirin, terbukti dengan antusias para penanya pada sesi ke dua yang semakin membuat hangat suasana. Diantara pernyataan yang paling menyentak disampaikan oleh Riyadh, Mahasiswa Al-Azhar Fakultas Dirasat slamiyah konsentrasi Ushuluddin yang menanyakan standarisasi tesis kandidat doktor di Indonesia, karena begitu mudahnya hanya tinggal mengangkat sesuatu yang berbenturan antara nash Al-Quran dengan nash Hadits bisa lulus membondong gelar doktor. “kalau gitu saya ingin cepat-cepat pulanglah ke Indonesia melihat segampang itu bapak menjadi Doktor” ungkap Riyadh. Sontak seluruh hadirin riuh seketika.
Kemudian disusul dengan pernyataan Umarulfaruq Abubakar, Mahasiswa Fakultas Darul Ulum Universitas Kairo, yang menyebutkan bahwa yang sedang di permasalahkan saat ini tidak murni kritik matan. Yang terjadi adalah mengkritik matan hadits karena belum bisa dipahami oleh si pengkritik. Hal ini tentu sama tidak menurunkan derajat sebuah hadits shahih, pemahamannyalah yang perlu dikaji kembali.
Antusias masisir dalam menanggapi dialog ini masih berlanjut. “Bahkan sampai pagi pun masih siap” ungkap salah seorang hadirin. Namun karena waktu pula, sesi tanya jawab berakhir setelah adanya kata penutup dari kedua nara sumber. Kedua nara sumber ini adalah anggota adalah bagian dari rombongan para Doktor yang sedang menjalankan studi singkat di Mesir dalam rangka meningkatkan kompetensi selaku dosen di universitas masing-masing. (eramuslim.com)
Selengkapnya...
Rabu, 09 Desember 2009
Mereka Meragukan Shahih Bukhari Dan Imam Bukhari??? (Diskusi)
Imam Bukhari adalah sosok ulama yang sepakat umat Islam untuk berhujjah dengan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Sahih Bukhari karangan beliau -semoga Allah merahmatinya- namun sangat mengerankan ketika ada yang mencoba melemparkan kerancuan bahkan tuduhan palsu tentang beliau. Dibawah ini adalah jawaban yang bermanfaat bagi yang meragukan Shahih Bukhari dan kapabilitas Imam Bukhari dalam masalah hadits.
Penanya:
Kita jg perlu bertanya, kalau memang imam Bukhari menghafal 600 rb hadits, kemana semua itu, sementara yang beliau ra bukukan tidak sampai 20 rb?
Untk mengetahui kmana ratusan rb hadits lainx, msti ada pnjabaran dulu ya? Ya, anggap saja sdh dijabarkan, terus apa sdh terjawab pertanyaan saya? Ya, anggap sj sy tdk bs menjabarkan krna tdk tau sejarahnya, apa lantas pertanyaan sy nda perlu dijawab? Heran jg, dgn kbiasaan kayak gini, ktika ditanya malah balik brtanya dan mengalihkan persoalan...
Lha, brtanya kok dibilang merusak nama baik ulama, lagian bgian mana dr pertanyaan saya yg nyeleneh? Bukankah brtanya bgian dr pmbelajaran juga? Aneh juga kalau kita sama sekali tdk brtanya, bukankah salah satu metode Al Qur'an untk lbh mudah dipahami ayat2nya adalah memulainya dgn brtanya? Blng aja gak tau kalau memang gak tau, g usah alihkan persoalan gitu?
Oh bgtu ya? Rasulullah itu ditanya ttg kiamat bkn ttg mana hadits2 yg dihafal imam Bukhari lainx, konteksx brbeda dan jgn disamakan... Oh iya orang yg lbh paham itu siapa? Tolong disampaikan siapa sj mrka, sy mau brtanya ke mereka aja? Trus grup ini dibuat untk apa ya? Bukanx sbgai tmpat slng mengingatkan dan belajar bersama? Kalau bukan, ya sy salah tmpat kalau gitu ^_^ *kayakx ini tmpat buat mrka yg tlh brhenti belajar dan sdh pd pinter2*
Akhi, kok ini disebut pertarungan? Dalam kitab At Taqribnya Imam Nawawi beliau menulis dlm kitab al Jami' as Shahihnya Imam Bukhari trdapat total 7.275 hadits dan 4 rb hadits tanpa pngulangan. Kalau smua hadits di kutubussittah digabungkan dan dihitung totalnya tdk sampai 100 rb hadits. Bgtupun jika smua hadits yg trtulis dlm 15 karya imam Bukhari ditotalkan tdk akan smpai 100 rb hadits. Salahkah jika kita brtanya kmana hadits yg dihafal imam Bukhari lainnya? Dalam mukaddimahnya, imam Bukhari hanya menulis, 'bnyk hadits yg kutinggalkan (tdk ditulis) krna khawatir membosankan'. Kalau trnyata hadits shahih yg tdk ditulis dan tdk sampai kekita lbh bnyak, apakah ini tdk trmasuk pngkhianatan intelektual?? Sory kalau mengganggu. Iradt, thanks doanya...
Jawaban:
maaf klo turut nimbrung.... buat diskusi kalian ya... saya tau klo daeng matutu memulai nulis di wall untuk mengundang di forum diskusi. tp alangkah baiknya klo ditulis di discussion saja.
sebenarnya aq mau tanya ke ustasah nisa di halaman berapakah di mukaddimah shohih bukhari imam bukhari mengatakan 'bnyk hadits yg kutinggalkan (tdk ditulis) krna khawatir membosankan'?
Penanya
Salam. Ya demi masa, smg kita tdk trmasuk yg larut dalam kesia2an. Mas Kaisar, baca sj dalam mukaddimah shahih beliau gak bnyk2 amat kok, atau dlm edisi trjemahan gak ditulis? Kalau gak ditulis, bc sj biografi beliau, yg menulis biografi bliau scr jujur insya Allah menukil pngakuan bliau ra tsb.
Jawaban:
masalahnya ustasah sih yg bilang gitu jadi aq mau cross check dihalaman itu? supaya saya boleh tau juga apakah ustasah benar2 membaca bukunya Imam Bukhari itu especially muqaddimah sahih bukhari tsb! kan nggak masalah klo ustasah kasih tunjuk halamannya klo emang sudah baca. gmn? saya tunggu yah?
Penanya:
Hal 7 trbitan Lebanon edisi bhs Arab...
04 December at 00:59
(orang ketiga)
^Chaadz: namanya saja tidak tahu akhi, kan harus belajar. salah satu sarana belajar ya bertanya. atau jangan-jangan bertanya diharamkan di sini?
^Iradt: wah wah wah ada ujian hafalan hadist ya?
^Annisa: Mantap ukhti, syukron infonya.
^Kaisar: hehehe, emang bagusnya di post di discussion ya, bukannya di wall.
Jawaban:
bismillah alhamdulillah washalatu wasslamu ala rasulillah.semoga Allah memberi petunjuk kepada kita untuk selalu berkata jujur.
buat mbak annisa az zahira (maaf saya sudah tidak berani memanggil anda dengan panggilan ustadzah). setelah saya mencoba menelah petunjuk anda pada komen diatas bahwa Mas Kaisar, baca sj dalam mukaddimah shahih beliau gak bnyk2 amat kok. kemudian saya mencoba mengingat2 shahih bukhari yang terjemahan lalu melihat kitab edisi arab ternyata shohih bukhari TIDAK ADA MUQADDIMAHnya!!! Imam Bukhari langsung menulis setelah mengatakan bismillahirrahmanirrahim, kitab al wahyu, lalu hadits2 yang beliau tulis!!! sahih bukhari adalah kumpulan hadits2 dan periwayatannya lho mbak!!! masih penasaran saya mencoba untuk bertanya kepada orang yang ahli dalam bahasa arab dan alumni fakultas hadits biar lebih jelas. rupa2nya mbak annisa mengatakan keBOHONGAN!!! BOHONG!!! BOHONG Rupanya anda tidak pernah membaca shohih bukhari lalu mencoba mebuat statement buruk terhadap beliau. subhanallah hadza buhtanun adzhim!!!
saya nasehatkan kepada anda untuk senantiasa berbicaraa dgn dilandasi ilmu! bukan dengan dibangun diatas ke-sok tau-an krn anda akan jadi MALU sendiri dengan ulah anda. selain itu anda harus mempertanggung jawabakan dosanya disisi ALLAH.
klo saya mengamati alur diskusi mbak nisa kyaknya mirip banget dg mas ismail amin dahulu... jadi seandainya anda adalah nama lain dari ismail ataupun bukan. saya mengajak anda untuk bertaubat kepada Allah untuk kembali kepada jalan ahli sunnah yaitu orang2 yang membangun aqidahnya diatas kaidah2 yang jujur. dan ber terus terang. buat apa orang mengatakan kita "intelektual" klo semua dibangun diatas kebohongan belaka!!! siapa sebenarnya yang melakukan pengkhianatan intelektual??? jangan2 ini mirip orang "maling teriak maling"!!! wahai kawanku, kembalilah ke jalan haq jalan ahli sunnah agar kelak di hari kiamat anda tidak termasuk orang yang merugi.... smg Allah memberi petunjuk kpd anda.
Penanya:
Bismillahirrahmanirahim, smg kita trhndar dr ketergesa-gesaan yg merupakan salah 1 sifat syaitan.
Salam. kitab shahih buhkari tidak ada mukaddimahnya ya?, baru
tahu tuh. Ya setelah saya baca kembali, mukaddimah dalam kitab shahih
beliau, bukan beliau yang menulis. Baca baik2, kitab ditangan ente,disitu tertulis,
Mukaddimah Al-Ta'rif, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al Bukhari
(194-256 H), ada 9 halaman yang menceritakan tentang biografi singkat
Imam BUkhari, mengenai kelahiran, keluarga, jumlah hafalan haditsnya
dan metode beliau dalam menulis kitab shahihnya. Nama lengkap kitab
beliau, Al-Jami'ul as Shahih al Musnad min hadits Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam wa sunanuhu wa iyaamihi
terbitan Beirut Lebanon, 1400 H. Kalau memang dalam kitab yang ente pegang
tidak ada mukaddimahnya, jangan salahkan saya dong, apalagi sampai
nyebut BOHONG...BOHONG segala, mana pake pamer2 lagi.... Jadi
memang Imam Bukhari dalam menulis kitab shahihnya tidk pake
mukaddimah, mukaddimahnya ditulis oleh orang-orang belakangan untuk
menjelaskan kapabilitas
beliau dalam ilmu hadits beserta pengakuan ulama-ulama
hadits lainnya, karena terdapat di dalam kitab tsb gak salah dong
jika saya menyebutnya mukaddimah shahih bukhari, semuanya juga
nyebutnya gitu kok, searchinng aja pake google dgn keyword "mukaddimah
shahih bukhari". Saya mau tanya, kitab yang ente pegang, tulisan
langsung imam Bukhari ya? sebab cuman kitab langsung beliau saja
yang nda pake mukaddimah, cetakan selanjutnya diberi mukaddimah oleh
murid2nya. Kecuali terjemahan Indonesianya, edisi lngkap saya belum pernah lihat
kecuali kitab2 yang judulya ringkasan shahih bukhari *kok
diringkas2 segala? he..he...* Dan seingatku buku itu jg pake kata pngantar.
Bab I kitab beliau Kitab Bad'al Wahyu (permulaan wahyu)
bukan kitab Al-Wahyu weeeee :-p selanjutnya kitab al Iman, kitab
al-Ilmu dst.... tapi saya nda usah repot2 menyebut ente sok tahu dan
pendusta, ente hanya lg bloon sj membacanya wkkkkwkkkkwwkk
Sblumnya sy disebut konco2nya Ismail skr malah disebut Ismail sndiri. Hindari prasangkaan dan menduga2 mas, bnyak salahnya kata Alloh..
Bagaimana mas, berani tdk lanjutin diskusinya? Sy sudah penuhi prmntaan ente, skr jwb pertanyaan saya, kemana hadits hafalan imam bukhari lainnya? Bayangkan tidak sampai 1/5 hadits hafalan beliau yg beliau tulis. Apa tdk termasuk pngkhianatan intelektual tuh, menyembunyikan lbh bnyak ilmu? Dan pikir efeknya, tdk sdikit yg menybut bnyk hal yg blum atau tdk ada aturannya dlm Islam, pdhl bisa saja hal tsb telah disampaikan nabi tp periwayatan haditsnya sj yg nda sampai kekita. Bgaimana?
Jawaban:
insya Allah, diskusi ini boleh berlanjut jika kita tetap mau rujuk kepada al haq. Bukan diskusi sia2 saja!!! tentu ada kesediaan untuk kembali kepada jalan al haq tentunya. OK.
Penanya:
Ya tafaddal kalau bgtu syeikh Kaisar, slhkan adakan pmbelaan trhadap imam Bukhari, kalau memang manhaj ente benar akan selalu ada pnjelasan yg cemerlang dan memuaskan. Saya siap rujuk kok...bhwa memang imam Bukhari tdk menulis mukaddimah dlm kitab shahihnya, sy mengaku teledor dlm hal ini, tp kalau sy sebutkan kitab shahih Bukhari yg kita kenal saat ini ada mukaddimahnya, saya tdk salah kan? hi...hi...
Oh iya, skdar info, mukaddimah shahih Bukhari dlm beberapa edisi terbitan saya lht ada perbedaan, saran saya, kita tnggalkan pembicaraan mengenai hal ini. Kita fokus pada substansial mengenai hafalan syaikhul hadits Imam Bukhari rahimahullahu ta'ala yg saya persoalkan. Bagaimana? Oh iya, kang Kasman, apa perlu kita minta ke syeikh Kaisar untk minta maaf dulu, atau membrshkan nama sy yg dicemarkan di wall group ini, menybut PENDUSTA adlh tuduhan luar biasa serius, pdhl cuman salah paham saja...
Jawaban:
Alhamdulillah klo mau rujuk, saya juga siap rujuk kok klo saya salah. Gini teh nisa... saya akan jelaskan. nyantai aja bu...
1.Saya kasih tahu sekarang sama teh nisa klo Imam Bukhari memang tdk menulis muqaddimah dlm shahihnya. Right! dan anda sendiri mengaku teledor kan? Alhamdulillah. adapun yang anda lihat adalah syarah (penjelasan) ato ta'liq terhadap sahih bukhari. makanya anda melihat ada muqaddimah dlm sahih bukhari. makanya lagi-lagi saya sangat heran seandainya anda membaca sahih bukhari ataupun syarahnya pasti anda mampu membedakan mana syarah, ta'liq dan sahih bukhari yg ditulis sendiri oleh imam bukhari!
2. Soal mempermalukan anda: krn anda telah komen di depan khalayak. so anda harus malu dg perbuatan anda (mungkin terlalu kasar lg klo saya bilang sok tahu). seharusnya klo ngomong semua harus didasari dgn ilmu lho. Bukan anda tergesa2 (sbgmn nasehat anda sendiri diatas
3. soal ringkas meringkas: kyaknya anda hanya memahami secara parsial2 tanpa mengkaji secara mendalam.
4. kitab al wahyu, sorry salah tulis ni. Saya rujuk kok... ---tahan emosi dulu lah bu... :) -- senyum rileks sikit lah... tak payalah bertegang2.
enter komen lagi kepanjangan.
Penanya:
Mas sy rileks aja dr awal kok, mas sndiri tuh, yg kayak dpt durian runtuh, girangnya bukan main menemukan lawan diskusi lakuin kesalahan, smpai dipamerin segala ... Bedakan jg mas antara teledor dgn berdusta, dan jgn trgesa2 menuduh dan menilai orang.
Sy kok heran dari awal dituduh2 melulu, pertama dianggap konco2nya Ismail, disebut gak bc langsung shahih bukhari, disebut pendusta dan sok tau, yg argumennya kayak sarang laba2, sekarang disebut lagi pemahaman sy parsial tanpa pengkajian mendalam, emangnya semua tuduhan itu pake ilmu mas? Slhkan beri penjelasan tentang hafalan imam bukhari yg tdk dituliskannya? Apakah kita bs menerima hanya karna alasan khawtr bertele2 dan membosankan, smntra apapun dari Rasul tramat brharga buat generasi selanjutnya sbb menjadi hujjah bg kaum muslimin dlm brkeyakinan dan beramal. Tafaddal, kalau mmg ente bisa dan jangan mengalihkan persoalan lg.
Jawaban:
Ok. sebenarnya saya agak risih soalnya komen mbak diatas yg terlalu hiperbolis dan mengada2. soalnya discuss akan berjalan baik jika berkawan diskusi dengan orang2 yang jujur pula. saya tdk katakan anda ismail coba baca lg komen saya diatas dg baik yah! but forget about it!
Well, saya tidak alihkan isyu lho.. menyoal jawapan buat soalan mbak entar dulu.... sabar dikit. saya salut kok dg pertanyaan anda....
penasaran???
nantikan setelah pesan2 yg berikut ini....
Penanya:
Wow, lama bnget pesannya ^_^ ya, kalau gak menuduh, menduga2, itukan lbh2 gak pake ilmu. Ya deh orang jujur, slhkan ajukan jwban...
sabar dulu, tidak usah tergesa2. (biasanya yg kebanyakan punya sifat tdk sabaran itu laki2 mbak).
Jawaban:
Ala kulli hal...
1.Sebagai intelektual muslim yang berdisiplin tinggi (bukan pengkianat intelektual ya) Imam bukhari dalam menyusun kitab sahihnya sangat berhati-hati. Imam Bukhari pernah mengatakan bahwa saya susun kitab Al-Jami' as-Shahih ini di Masjidil Haram, Mekkah dan saya tidak mencantumkan sebuah hadits pun kecuali sesudah shalat istikharah dua rakaat memohon pertolongan kepada Allah, dan sesudah meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar shahih" beliau menggunakan kaidah penelitian secara ilmiah dan cukup modern sehingga hadits haditsnya dapat dipertanggung-jawabkan. Dengan bersungguh-sungguh ia meneliti dan menyelidiki kredibilitas para perawi sehingga benar-benar memperoleh kepastian akan keshahihan hadits yang diriwayatkan. Ia juga selalu membandingkan hadits satu dengan yang lainnya, memilih dan menyaring, mana yang menurut pertimbangannya secara nalar paling shahih. Dengan demikian, kitab hadits susunan Imam Bukhari benar-benar menjadi batu uji dan penyaring bagi sejumlah hadits lainnya. Imam bukhari sendiri mengatakan :Saya tidak memuat sebuah hadits pun dalam kitab ini kecuali hadits2 shahih. Bukan hanya beliau, ulama hadits yg datang sesudahnya mengatakan bahwa Imam Bukhari selalu berpegang teguh pada tingkat keshahihan paling tinggi dan tidak akan turun dari tingkat tersebut, kecuali terhadap beberapa hadits yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab.
bersambung.... (soalnya kepanjangan)
1. anda mengatakan "apakah kita bs menerima hanya karna alasan khawtr bertele2 dan membosankan," maka sesungguhnya hipotesis ini keliru dan tdk dapat diterima karn tdk pernah Imam Bukhari mengatakan bahwa 'bnyk hadits yg kutinggalkan (tdk ditulis) krna khawatir membosankan' sebagaimana anda kutip diatas. silakan lihat kembali penjelasan singkat saya diatas tentang "Metodologi Imam Bukhari dalam Menulis Kitab Haditsnya"! Sehingga dpt ditarik kesimpulan bahwa statement anda ditolak krn tdk valid & tidak memiliki tingkat akurasi yg dipertanggungjawabkan.
2. anda mengatakan "...smntra apapun dari Rasul tramat brharga buat generasi selanjutnya sbb menjadi hujjah bg kaum muslimin dlm brkeyakinan dan beramal...." utk statement anda ini benar!!! saya sepakat dg anda!!! tapi jika dikorelasikan dg statement anda sebelumnya ( yg sdh saya bantah diatas) berarti ada kontradiktif!
maka jawabannya adalah:
benar jika yg membawa hadits itu org asal2an, sembrono, atau ngarang. tapi kenyataannya Imam BUkhari adalah org yg memiliki tingkat kedisiplinan intelektual yg tinggi (lihat kembali penjelasan saya diatas)
3. anda penasaran dg hapalan Imam Bukhari yang lain? pertanyan balik dari saya, siapa yang berprasangka buruk dulu mbak, menduga2, melemparkan tuduhan palsu (berdasarkan komen anda diatas)?? ? klo sama ulama dosanya lebih besar lagi lho!
perlu anda ketahui... 4 your information....
Imam Bukhari tidak hanya punya kitab sahih bukhari! seandainya anda membaca biografinya dg benar niscaya anda dpt melihat kitab2 karya beliau yang lain. hanyasaja diantara semua karyanya tersebut yang paling monumental adalah yg masyhur kita kenal "shahih bukhari"
4. "ternyata imam bukhari tidak hanya punya kitab sahih dan ktab yg lainnya ada banyak! setelah dijelaskan diatas bhw imam bukhari menyeleksi ketat hadits yg dimuat di sahih bukhari so, hapalannya yg lain kira2 kemana ya?
silakan anda bernalar....
Penaya:
Jazakumullahu katsiran syeikh atas jawabannya, sy hargai itu. Perlu sy ingatkan kmbali, sy sdh tulis dikomen2 sebelumnya bhwa imam Bukhari punya puluhan karya, 15 buku yg saya tahu judulnya, bnyk diantaranya juga brupa kitab tarikh. Statement, 'bnyk hadits kutinggalkan krna khawatr membosankan,' sy ingatkan lg itu bkn statement sy, tp perkataan imam Bukhari sndiri yg diriwayatkan beberapa ulama. Trus knapa tdk dpt diterima? Sy sdh searching kegoogle dan membc beberapa artikel mengnai biografi imam Bukhari, pngakuan beliau tsb jg dinukil. Slhkn lht sndiri, yg sy bc artikel brbahasa indonesia kok.
Sy jg tls sblumx kalaupun ditotal smua jumlah hadits yg beliau tls dr semua kitabnya, tdk sampai 20 rb. Karenanya sy brtanya. Trlbh lg dari biografi beliau jg trtulis menurut pngakuannya sndiri beliau hafal 100 rb hadits shahih, kang Kasman malah mengajukan jumlah fantastis 600 rb hadits. Catat, beliau mengaku hafal 100 rb hadits shahih, artinya pnyebutan hadits shahih bukan main2, bliau menyebutnya shahih tentu stlh melewati penelitian dan tahkik trlbh dahulu, dan karna disebut shahih, maka drjat ke100 rb hadits tsb sama, tdk ada pngklasifikasian lg. Lha, knapa yg ditulis cuman 9 ribuan dikitab shahihnya, mending beliau fokus menulis kitab shahih saja daripada repot2 menulis puluhan kitab, apalg kitab tarikh yg malah diacuhkan oleh sejarahwan dan ulama2 tarikh?. Bukan bgtu syeikhuna?
Ralat, bukan 9 rbuan tp 7 rbuan hadits total dgn pngulangan, dan jika tdk dihtung yg tdk berulang, Ibnu Hajar al Asqalani mengajukan jumlah, 2602 hadits. Woww banyak banget...
For all, slhkan lht terjemahan mukaddimah shahih bukhari di kitab yg saya punyai di swaramuslim.net dgn judul Riwayat Hidup Amirul Mukminin fil hadith, dibagian2 akhir slhkan bc pengakuan beliau sendiri, menghafal 100 rb hadits shahih diluar kepala, dan meninggalkan bnyak hadits shahih krna khwatir membosankan. Catet, yg ditinggalkan adlh hadits shahih menurut bliau sndiri, bkn hadits yg drajatx dibwh shahih atau diragukan keshahihannya dan jumlahnya banyak loh... Patutkan gw bertanya? Yg gak mempersoalkan dan mempertanyakan ini, dipertanyakan ghirah ke islamannya.
Silahkan tunjukkan khbatan ente dlm membngun argumentasi, shngga menganggap argumentasi orang lain kayak sarang laba2. Jelas2 sy tulis, bhwa 'khawatr membosankan' adalah pngakuan Imam Bukhari sndiri, eh malah disebut itu statement pribadi sy, hipotesis sy yg tidak valid, keliru dan tdk memiliki tngkat akurasi yg bs dipertanggungjwbkan. Ini maksudnya apa? Kalau imam Bukhari menybut sbuah hadits shahih itu bliau tdk main2, smbrono dan ngarang kan mas.
Jawaban
Bismillahirrahmnirrahim...
1.Klo mau diungkit2 lg baik saya katakan Alhamdulillah sarang laba2 anda yg pertama sudah dirobohkan.
2. anda mengatakan ...'bnyk hadits kutinggalkan krna khawatr membosankan,' sy ingatkan lg itu bkn statement sy, tp perkataan Imam Bukhari sndiri yg diriwayatkan beberapa ulama. Trus knapa tdk dpt diterima?... klo memang imam bukhari yg bilang gitu saya bukannya tdk mau terima!!! tapi pertanyaan balik kepada anda siapa ulama yg mengatakan demikian? di kitab syarh/penjelasan thdp sahih bukhari mana ulama tsb mengatakan bahwa imam bukhari berkata demikian? tunjukkan halamannya supaya saya dpt melakukan cross check!
3. saya telah mencoba mencari2 di swaramuslim Riwayat Hidup Amirul Mukminin fil hadith tp belum dapat2 artikel tsb, mungkin anda dpt membantu menuliskan alamat lengkap semua URL yg telah anda baca!!! supaya boleh lgs di cross check.
4. anda berkata: maka drjat ke100 rb hadits tsb sama, tdk ada pngklasifikasian lg? bukankah saya sdh jelaskan diatas metode imam bukhari dlm menulis khusus kitab shahihnya? bhwa tingkat keshohiannya sgt tinggi! 4UInfo, dlm kaidah2 ilmu hadits ada tingkatan2 dlm kedudukan suatu hadits ada yg paling shohih, shahih dan bahkan dhaif, palsu pun ada. (saya sarankan untuk membuka markazassunnah.wordpress.com untuk belajar banyak tentang hadits distu pun anda boleh bertanya)
5. anda berkata: ...knapa yg ditulis cuman 9 ribuan dikitab shahihnya ... itu berarti anda juga perlu membaca kembali alasan kenapa imam bukhari menulis kitab sahihnya krn sepertinya anda tdk membaca secara keseluruhan sehingga masih bertanya sprti itu!!! mknya saya mengatakan pemahaman anda parsial!!!
6. klo imam bukhari dlm kitabnya yg lain sempat menukilkan hadits lemah. maka tentu imam bukhari adalah manusia biasa. dan diantara aqidah ahli sunnah bahwa tidak ada ulama yg maksum(terbebas dari kesalahan). adapun hadits2 lemah yg pernah ditulis imam buhari, alhamdulillah telah banyak ulama yg menjelaskan kepada kita bahwa hadits tsb lemah. atau sdh banyak yang mentakhrijnya mulai dr ulama hadits terdahulu sampai yg kontomporer pun ada. semisal shahih adabul mufrad!
7. jadi ghirah islam yg bagaimana yg anda maksud? wong, imam bukhari kok sdh diakui kejujurannya! lihat kembali ttg biografi beliau!
8. klo anda memberi info harap anda membawa bukti supaya anda dpt dipercaya. statement anda yg tidak terbukti justru mempermalukan anda dan menunjukkan kesembronoan anda lho. apalagi sentimen isyu negatif anda terhadap imam bukhari justru menjatuhkan kredibilitas anda mbak! krn org kan bertanya siapa anda. org perlu mengetahui jg biografi org yng mengkritik imam bukhari? krn biasanya ulama yg mengkritik imam bukhari tdk se-anarkis kritikan anda yg mempertanyakan apakah IB pengkhianat intelektual? sementara anda sendiri mengaku membaca biografinya yg justru menceritakan kejujurannya! nah ini yg menunjukkan anda mengajukan prasangka buruk kpd imam bukhari!
9. begitulah klo ulama yg terkenal dg kejujurannya dicela dihadapan manusia pasti sang pencela justru merasa malu sendiri atau bahkan dipermalukan sendiri dg tingkahnya. ada pepatah bertawadhula maka nisacaya anda akan jadi bintang yg bisa dilihat di genangan air yg dalam tp sebenarnya dia diatas langit yg tinggi!
10. terakhir, belajarlah bahasa arab, al Qur'an dan ilmu hadits . supaya anda dapat memahami dg baik.
Selengkapnya...
Kamis, 03 Desember 2009
Taliban Menakutkan? Kata Siapa?
Sudah sejak lama Taliban diberitakan sebagai kelompok Islam yang sentimen terhadap kaum perempuan. Media-media memberitakan bahwa Taliban melarang perempuan ke sekolah dan mengebiri potensi perempuan yang lainnya. Kenyataannya?
Dr Sakena Yacoobi, kepala Afghan Learning Institute, mempunyai pengalaman lain. “Rakyat Afghanistan mempercayai dan melindungi kami karena kami bekerja untuk akar rumput, berdsarkan budaya dan tradisi mereka.” Paparnya.
Yacoobi berusia 59 tahun. Ia sempat sekolah di Amerika setelah meninggalkan Afghanistan pada tahun ketika Soviet menjajah 1979. Di Amerika, ia mendapatkan gelar PhD-nya. Kemudian ia kembali ke Pakistan dan bekerja sebagai petugas sukarelawan di kamp pengungsian.
Ia kembali ke Afghanistan pada tahun 1995 dan kemudian mendirikan sekolah untuk perempuan. Ia sekarang mempunyai sebuah institusi pendidikan yang telah memberikan edukasi kepada lebih dari 6,8 juta perempuan.
“Dengan Taliban kembali menguasai, dikiranya para perempuan Afghanistan ketakutan dan akan hanya tinggal di rumah. Tidak. Mereka tetap beraktivitas di pagi hari untuk bekerja dan belajar. Mereka mempelajari berbagai skil, menjadi dokter atau pengacara.” Terangnya. “Itu karena kami ini adalah negara yang relijius. Kami percaya kepada Allah swt dan menjadikan Rasulullah sebagai figur teladan.”
“Orang yang mengatakan bahwa Islam menentang pendidikan, sangat tidak punya pengetahuan.” Ujarnya lagi kepad The Age. “Ayah saya itu buta huruf, tapi tetap menyekolahkan saya.” (eramuslim)
Selengkapnya...
Siapakah Wahhabi? Selubung Makar di Balik Julukan Wahhabi
Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Lc
(Majalah Asy Syariah Vol.II/No.22/1427H/2006M dalam al-firqotunnajiyyah.blogspot.com)
Di negeri kita bahkan hampir di seluruh dunia Islam, ada sebuah fenomena ‘timpang’ dan penilaian ‘miring’ terhadap dakwah tauhid yang dilakukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi An-Najdi rahimahullahu[1]. Julukan Wahhabi pun dimunculkan, tak lain tujuannya adalah untuk menjauhkan umat darinya. Dari manakah julukan itu? Siapa pelopornya? Dan apa rahasia di balik itu semua …?
Para pembaca, dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan dakwah pembaharuan terhadap agama umat manusia. Pembaharuan, dari syirik menuju tauhid dan dari bid’ah menuju As-Sunnah. Demikianlah misi para pembaharu sejati dari masa ke masa, yang menapak titian jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Fenomena ini membuat gelisah musuh-musuh Islam, sehingga berbagai macam cara pun ditempuh demi hancurnya dakwah tauhid yang diemban Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya.
Musuh-musuh tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Di Najd dan sekitarnya:
- Para ulama suu` yang memandang al-haq sebagai kebatilan dan kebatilan sebagai al-haq.
- Orang-orang yang dikenal sebagai ulama namun tidak mengerti tentang hakekat Asy- Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya.
- Orang-orang yang takut kehilangan kedudukan dan jabatannya. (Lihat Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, karya Dr. Muhammad bin Sa’ad Asy-Syuwai’ir hal.90-91, ringkasan keterangan Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz)
2. Di dunia secara umum:
Mereka adalah kaum kafir Eropa; Inggris, Prancis dan lain-lain, Daulah Utsmaniyyah, kaum Shufi, Syi’ah Rafidhah, Hizbiyyun dan pergerakan Islam; Al-Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Al-Qaeda, dan para kaki tangannya. (Untuk lebih rincinya lihat kajian utama edisi ini/ Musuh-Musuh Dakwah Tauhid) Bentuk permusuhan mereka beragam. Terkadang dengan fisik (senjata) dan terkadang dengan fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya. Adapun fisik (senjata), maka banyak diperankan oleh Dinasti Utsmani yang bersekongkol dengan barat (baca: kafir Eropa) –sebelum keruntuhannya–. Demikian pula Syi’ah Rafidhah dan para hizbiyyun. Sedangkan fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya, banyak dimainkan oleh kafir Eropa melalui para missionarisnya, kaum shufi, dan tak ketinggalan pula Syi’ah Rafidhah dan hizbiyyun.[2] Dan ternyata, memunculkan istilah ‘Wahhabi’ sebagai julukan bagi pengikut dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, merupakan trik sukses mereka untuk menghempaskan kepercayaan umat kepada dakwah tauhid tersebut. Padahal, istilah ‘Wahhabi’ itu sendiri merupakan penisbatan yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz berkata: “Penisbatan (Wahhabi -pen) tersebut tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Semestinya bentuk penisbatannya adalah ‘Muhammadiyyah’, karena sang pengemban dan pelaku dakwah tersebut adalah Muhammad, bukan ayahnya yang bernama Abdul Wahhab.” (Lihat Imam wa Amir wa Da’watun Likullil ‘Ushur, hal. 162) Tak cukup sampai di situ. Fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya menjadi sejoli bagi julukan keji tersebut. Tak ayal, yang lahir adalah ‘potret’ buruk dan keji tentang dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang tak sesuai dengan realitanya. Sehingga istilah Wahhabi nyaris menjadi momok dan monster yang mengerikan bagi umat. Fenomena timpang ini, menuntut kita untuk jeli dalam menerima informasi. Terlebih ketika narasumbernya adalah orang kafir, munafik, atau ahlul bid’ah. Agar kita tidak dijadikan bulan-bulanan oleh kejamnya informasi orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu. Meluruskan Tuduhan Miring tentang Wahhabi [1].
1. Tuduhan: Asy- Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang yang mengaku sebagai Nabi[3], ingkar terhadap Hadits nabi[4], merendahkan posisi Nabi, dan tidak mempercayai syafaat beliau.
Bantahan:
- Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang yang sangat mencintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini terbukti dengan adanya karya tulis beliau tentang sirah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik Mukhtashar Siratir Rasul, Mukhtashar Zadil Ma’ad Fi Hadyi Khairil ‘Ibad atau pun yang terkandung dalam kitab beliau Al-Ushul Ats-Tsalatsah.
- Beliau berkata: “Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat –semoga shalawat dan salam-Nya selalu tercurahkan kepada beliau–, namun agamanya tetap kekal. Dan inilah agamanya; yang tidaklah ada kebaikan kecuali pasti beliau tunjukkan kepada umatnya, dan tidak ada kejelekan kecuali pasti beliau peringatkan. Kebaikan yang telah beliau sampaikan itu adalah tauhid dan segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan kejelekan yang beliau peringatkan adalah kesyirikan dan segala sesuatu yang dibenci dan dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus beliau kepada seluruh umat manusia, dan mewajibkan atas tsaqalain; jin dan manusia untuk menaatinya.” (Al- Ushul Ats-Tsalatsah)
- Beliau juga berkata: “Dan jika kebahagiaan umat terdahulu dan yang akan datang karena mengikuti para Rasul, maka dapatlah diketahui bahwa orang yang paling berbahagia adalah yang paling berilmu tentang ajaran para Rasul dan paling mengikutinya. Maka dari itu, orang yang paling mengerti tentang sabda para Rasul dan amalan-amalan mereka serta benar-benar mengikutinya, mereka itulah sesungguhnya orang yang paling berbahagia di setiap masa dan tempat. Dan merekalah golongan yang selamat dalam setiap agama. Dan dari umat ini adalah Ahlus Sunnah wal Hadits.” (Ad-Durar As-Saniyyah, 2/21)
- Adapun tentang syafaat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau berkata –dalam suratnya kepada penduduk Qashim: “Aku beriman dengan syafaat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliaulah orang pertama yang bisa memberi syafaat dan juga orang pertama yang diberi syafaat. Tidaklah mengingkari syafaat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini kecuali ahlul bid’ah lagi sesat.” (Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, hal. 11)
2. Tuduhan: Melecehkan Ahlul Bait
Bantahan:
- Beliau berkata dalam Mukhtashar Minhajis Sunnah: “Ahlul Bait Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempunyai hak atas umat ini yang tidak dimiliki oleh selain mereka. Mereka berhak mendapatkan kecintaan dan loyalitas yang lebih besar dari seluruh kaum Quraisy…” (Lihat ‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As-Salafiyyah, 1/446)
- Di antara bukti kecintaan beliau kepada Ahlul Bait adalah dinamainya putra-putra beliau dengan nama-nama Ahlul Bait: ‘Ali, Hasan, Husain, Ibrahim dan Abdullah.
3. Tuduhan: Bahwa beliau sebagai Khawarij, karena telah memberontak terhadap Daulah ‘Utsmaniyyah. Al-Imam Al-Lakhmi telah berfatwa bahwa Al-Wahhabiyyah adalah salah satu dari kelompok sesat Khawarij ‘Ibadhiyyah, sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mu’rib Fi Fatawa Ahlil Maghrib, karya Ahmad bin Muhammad Al-Wansyarisi, juz 11.
Bantahan:
- Adapun pernyataan bahwa Asy-Syaikh telah memberontak terhadap Daulah Utsmaniyyah, maka ini sangat keliru. Karena Najd kala itu tidak termasuk wilayah teritorial kekuasaan Daulah Utsmaniyyah5. Demikian pula sejarah mencatat bahwa kerajaan Dir’iyyah belum pernah melakukan upaya pemberontakan terhadap Daulah ‘Utsmaniyyah. Justru merekalah yang berulang kali diserang oleh pasukan Dinasti Utsmani.Lebih dari itu Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan –dalam kitabnya Al- Ushulus Sittah: “Prinsip ketiga: Sesungguhnya di antara (faktor penyebab) sempurnanya persatuan umat adalah mendengar lagi taat kepada pemimpin (pemerintah), walaupun pemimpin tersebut seorang budak dari negeri Habasyah.”Dari sini nampak jelas, bahwa sikap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap waliyyul amri (penguasa) sesuai dengan ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bukan ajaran Khawarij.
- Mengenai fatwa Al-Lakhmi, maka yang dia maksudkan adalah Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum dan kelompoknya, bukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya. Hal ini karena tahun wafatnya Al-Lakhmi adalah 478 H, sedangkan Asy- Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wafat pada tahun 1206 H /Juni atau Juli 1792 M. Amatlah janggal bila ada orang yang telah wafat, namun berfatwa tentang seseorang yang hidup berabad- abad setelahnya. Adapun Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum, maka dia meninggal pada tahun 211 H. Sehingga amatlah tepat bila fatwa Al-Lakhmi tertuju kepadanya. Berikutnya, Al-Lakhmi merupakan mufti Andalusia dan Afrika Utara, dan fitnah Wahhabiyyah Rustumiyyah ini terjadi di Afrika Utara. Sementara di masa Al-Lakhmi, hubungan antara Najd dengan Andalusia dan Afrika Utara amatlah jauh. Sehingga bukti sejarah ini semakin menguatkan bahwa Wahhabiyyah Khawarij yang diperingatkan Al-Lakhmi adalah Wahhabiyyah Rustumiyyah, bukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya6.
- Lebih dari itu, sikap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap kelompok Khawarij sangatlah tegas. Beliau berkata –dalam suratnya untuk penduduk Qashim–: “Golongan yang selamat itu adalah kelompok pertengahan antara Qadariyyah dan Jabriyyah dalam perkara taqdir, pertengahan antara Murji`ah dan Wa’idiyyah (Khawarij) dalam perkara ancaman Allah Subhanahu wa Ta’ala, pertengahan antara Haruriyyah (Khawarij) dan Mu’tazilah serta antara Murji`ah dan Jahmiyyah dalam perkara iman dan agama, dan pertengahan antara Syi’ah Rafidhah dan Khawarij dalam menyikapi para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Lihat Tash- hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, hal 117). Dan masih banyak lagi pernyataan tegas beliau tentang kelompok sesat Khawarij ini.
4. Tuduhan: Mengkafirkan kaum muslimin dan menghalalkan darah mereka.[7]
Bantahan:
- Ini merupakan tuduhan dusta terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, karena beliau pernah mengatakan: “Kalau kami tidak (berani) mengkafirkan orang yang beribadah kepada berhala yang ada di kubah (kuburan/ makam) Abdul Qadir Jaelani dan yang ada di kuburan Ahmad Al-Badawi dan sejenisnya, dikarenakan kejahilan mereka dan tidak adanya orang yang mengingatkannya. Bagaimana mungkin kami berani mengkafirkan orang yang tidak melakukan kesyirikan atau seorang muslim yang tidak berhijrah ke tempat kami…?! Maha suci Engkau ya Allah, sungguh ini merupakan kedustaan yang besar.” (Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlihun Mazhlumun Wa Muftara ‘Alaihi, hal. 203)
5. Tuduhan: Wahhabiyyah adalah madzhab baru dan tidak mau menggunakan kitab-kitab empat madzhab besar dalam Islam.[8]
Bantahan:
- Hal ini sangat tidak realistis. Karena beliau mengatakan –dalam suratnya kepada Abdurrahman As-Suwaidi–: “Aku kabarkan kepadamu bahwa aku –alhamdulillah– adalah seorang yang berupaya mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan pembawa aqidah baru. Dan agama yang aku peluk adalah madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang dianut para ulama kaum muslimin semacam imam yang empat dan para pengikutnya.” (Lihat Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, hal. 75)
- Beliau juga berkata : dalam suratnya kepada Al-Imam Ash-Shan’ani: “Perhatikanlah –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatimu– apa yang ada pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para shahabat sepeninggal beliau dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Serta apa yang diyakini para imam panutan dari kalangan ahli hadits dan fiqh, seperti Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai mereka–, supaya engkau bisa mengikuti jalan/ ajaran mereka.” (Ad-Durar As- Saniyyah 1/136)
- Beliau juga berkata: “Menghormati ulama dan memuliakan mereka meskipun terkadang (ulama tersebut) mengalami kekeliruan, dengan tidak menjadikan mereka sekutu bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, merupakan jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun mencemooh perkataan mereka dan tidak memuliakannya, maka ini merupakan jalan orang-orang yang dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala (Yahudi).” (Majmu’ah Ar-Rasa`il An- Najdiyyah, 1/11-12. Dinukil dari Al-Iqna’, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali, hal.132-133)
6. Tuduhan: Keras dalam berdakwah (inkarul munkar)
Bantahan:
- Tuduhan ini sangat tidak beralasan. Karena justru beliaulah orang yang sangat perhatian dalam masalah ini. Sebagaimana nasehat beliau kepada para pengikutnya dari penduduk daerah Sudair yang melakukan dakwah (inkarul munkar) dengan cara keras. Beliau berkata: “Sesungguhnya sebagian orang yang mengerti agama terkadang jatuh dalam kesalahan (teknis) dalam mengingkari kemungkaran, padahal posisinya di atas kebenaran. Yaitu mengingkari kemungkaran dengan sikap keras, sehingga menimbulkan perpecahan di antara ikhwan… Ahlul ilmi berkata: ‘Seorang yang beramar ma’ruf dan nahi mungkar membutuhkan tiga hal: berilmu tentang apa yang akan dia sampaikan, bersifat belas kasihan ketika beramar ma’ruf dan nahi mungkar, serta bersabar terhadap segala gangguan yang menimpanya.’ Maka kalian harus memahami hal ini dan merealisasikannya. Sesungguhnya kelemahan akan selalu ada pada orang yang mengerti agama, ketika tidak merealisasikannya atau tidak memahaminya. Para ulama juga menyebutkan bahwasanya jika inkarul munkar akan menyebabkan perpecahan, maka tidak boleh dilakukan. Aku mewanti-wanti kalian agar melaksanakan apa yang telah kusebutkan dan memahaminya dengan sebaik-baiknya. Karena, jika kalian tidak melaksanakannya niscaya perbuatan inkarul munkar kalian akan merusak citra agama. Dan seorang muslim tidaklah berbuat kecuali apa yang membuat baik agama dan dunianya.”(Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 176)
7. Tuduhan: Muhammad bin Abdul Wahhab itu bukanlah seorang yang berilmu. Dia belum pernah belajar dari para syaikh, dan mungkin saja ilmunya dari setan![9]
Bantahan:
- Pernyataan ini menunjukkan butanya tentang biografi Asy-Syaikh, atau pura-pura buta dalam rangka penipuan intelektual terhadap umat.
- Bila ditengok sejarahnya, ternyata beliau sudah hafal Al-Qur`an sebelum berusia 10 tahun. Belum genap 12 tahun dari usianya, sudah ditunjuk sebagai imam shalat berjamaah. Dan pada usia 20 tahun sudah dikenal mempunyai banyak ilmu. Setelah itu rihlah (pergi) menuntut ilmu ke Makkah, Madinah, Bashrah, Ahsa`, Bashrah (yang kedua kalinya), Zubair, kemudian kembali ke Makkah dan Madinah. Gurunya pun banyak,10 di antaranya adalah:
Di Najd: Asy-Syaikh Abdul Wahhab bin Sulaiman11 dan Asy-Syaikh Ibrahim bin Sulaiman.12
Di Makkah: Asy-Syaikh Abdullah bin Salim bin Muhammad Al-Bashri Al-Makki Asy-Syafi’i.13
Di Madinah: Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif.14 Asy-Syaikh Muhammad Hayat bin Ibrahim As-Sindi Al-Madani,15 Asy-Syaikh Isma’il bin Muhammad Al-Ajluni Asy-Syafi’i,16 Asy- Syaikh ‘Ali Afandi bin Shadiq Al-Hanafi Ad-Daghistani,17 Asy-Syaikh Abdul Karim Afandi, Asy- Syaikh Muhammad Al Burhani, dan Asy-Syaikh ‘Utsman Ad-Diyarbakri.
Di Bashrah: Asy-Syaikh Muhammad Al-Majmu’i.18
Di Ahsa`: Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Lathif Asy-Syafi’i.
8. Tuduhan: Tidak menghormati para wali Allah, dan hobinya menghancurkan kubah/ bangunan yang dibangun di atas makam mereka.
Jawaban:
- Pernyataan bahwa Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak menghormati para wali Allah Subhanahu wa Ta’ala, merupakan tuduhan dusta. Beliau berkata –dalam suratnya kepada penduduk Qashim–: “Aku menetapkan (meyakini) adanya karamah dan keluarbiasaan yang ada pada para wali Allah Subhanahu wa Ta’ala, hanya saja mereka tidak berhak diibadahi dan tidak berhak pula untuk diminta dari mereka sesuatu yang tidak dimampu kecuali oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.”19
- Adapun penghancuran kubah/bangunan yang dibangun di atas makam mereka, maka beliau mengakuinya–sebagaimana dalam suratnya kepada para ulama Makkah–.20 Namun hal itu sangat beralasan sekali, karena kubah/ bangunan tersebut telah dijadikan sebagai tempat berdoa, berkurban dan bernadzar kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sementara Asy- Syaikh sudah mendakwahi mereka dengan segala cara, dan beliau punya kekuatan (bersama waliyyul amri) untuk melakukannya, baik ketika masih di ‘Uyainah ataupun di Dir’iyyah.
- Hal ini pun telah difatwakan oleh para ulama dari empat madzhab. Sebagaimana telah difatwakan oleh sekelompok ulama madzhab Syafi’i seperti Ibnul Jummaizi, Azh-Zhahir At- Tazmanti dll, seputar penghancuran bangunan yang ada di pekuburan Al-Qarrafah Mesir. Al- Imam Asy-Syafi’i sendiri berkata: “Aku tidak menyukai (yakni mengharamkan) pengagungan terhadap makhluk, sampai pada tingkatan makamnya dijadikan sebagai masjid.” Al-Imam An- Nawawi dalam Syarhul Muhadzdzab dan Syarh Muslim mengharamkam secara mutlak segala bentuk bangunan di atas makam. Adapun Al-Imam Malik, maka beliau juga mengharamkannya, sebagaimana yang dinukilkan oleh Ibnu Rusyd. Sedangkan Al-Imam Az-Zaila’i (madzhab Hanafi) dalam Syarh Al-Kanz mengatakan: “Diharamkan mendirikan bangunan di atas makam.” Dan juga Al-Imam Ibnul Qayyim (madzhab Hanbali) mengatakan: “Penghancuran kubah/ bangunan yang dibangun di atas kubur hukumnya wajib, karena ia dibangun di atas kemaksiatan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Lihat Fathul Majid Syarh Kitabit Tauhid karya Asy- Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy-Syaikh, hal.284-286)
Para pembaca, demikianlah bantahan ringkas terhadap beberapa tuduhan miring yang ditujukan kepada Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Untuk mengetahui bantahan atas tuduhan- tuduhan miring lainnya, silahkan baca karya-karya tulis Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, kemudian buku-buku para ulama lainnya seperti:
- Ad-Durar As-Saniyyah fil Ajwibah An-Najdiyyah, disusun oleh Abdurrahman bin Qasim An-Najdi
- Shiyanatul Insan ‘An Waswasah Asy-Syaikh Dahlan, karya Al-‘Allamah Muhammad Basyir As- Sahsawani Al-Hindi.
- Raddu Auham Abi Zahrah, karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, demikian pula buku bantahan beliau terhadap Abdul Karim Al-Khathib.
- Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlihun Mazhlumun Wa Muftara ‘Alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi.
- ‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As Salafiyyah, karya Dr. Shalih bin Abdullah Al-’Ubud.
- Da’watu Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Bainal Mu’aridhin wal Munshifin wal Mu`ayyidin, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, dsb.
Barakah Dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan dakwah yang penuh barakah. Buahnya pun bisa dirasakan hampir di setiap penjuru dunia Islam, bahkan di dunia secara keseluruhan.
Di Jazirah Arabia[21]
Di Jazirah Arabia sendiri, pengaruhnya luar biasa. Berkat dakwah tauhid ini mereka bersatu yang sebelumnya berpecah belah. Mereka mengenal tauhid, ilmu dan ibadah yang sebelumnya tenggelam dalam penyimpangan, kebodohan dan kemaksiatan. Dakwah tauhid juga mempunyai peran besar dalam perbaikan akhlak dan muamalah yang membawa dampak positif bagi Islam itu sendiri dan bagi kaum muslimin, baik dalam urusan agama ataupun urusan dunia mereka. Berkat dakwah tauhid pula tegaklah Daulah Islamiyyah (di Jazirah Arabia) yang cukup kuat dan disegani musuh, serta mampu menyatukan negeri-negeri yang selama ini berseteru di bawah satu bendera. Kekuasaan Daulah ini membentang dari Laut Merah (barat) hingga Teluk Arab (timur), dan dari Syam (utara) hingga Yaman (selatan), daulah ini dikenal dalam sejarah dengan sebutan Daulah Su’udiyyah I. Pada tahun 1233 H/1818 M daulah ini diporak-porandakan oleh pasukan Dinasti Utsmani yang dipimpin Muhammad ‘Ali Basya. Pada tahun 1238 H/1823 M berdiri kembali Daulah Su’udiyyah II yang diprakarsai oleh Al-Imam Al-Mujahid Turki bin Abdullah bin Muhammad bin Su’ud, dan runtuh pada tahun 1309 H/1891 M. Kemudian pada tahun 1319 H/1901 M berdiri kembali Daulah Su’udiyyah III yang diprakarsai oleh Al-Imam Al-Mujahid Abdul ‘Aziz bin Abdurrahman bin Faishal bin Turki Alu Su’ud. Daulah Su’udiyyah III ini kemudian dikenal dengan nama Al-Mamlakah Al-’Arabiyyah As-Su’udiyyah, yang dalam bahasa kita biasa disebut Kerajaan Saudi Arabia. Ketiga daulah ini merupakan daulah percontohan di masa ini dalam hal tauhid, penerapan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan syariat Islam, keamanan, kesejahteraan dan perhatian terhadap urusan kaum muslimin dunia (terkhusus Daulah Su’udiyyah III). Untuk mengetahui lebih jauh tentang perannya, lihatlah kajian utama edisi ini/Barakah Dakwah Tauhid.
Di Dunia Islam[22]
Dakwah tauhid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab merambah dunia Islam, yang terwakili pada Benua Asia dan Afrika, barakah Allah Subhanahu wa Ta’ala pun menyelimutinya. Di Benua Asia dakwah tersebar di Yaman, Qatar, Bahrain, beberapa wilayah Oman, India, Pakistan dan sekitarnya, Indonesia, Turkistan, dan Cina. Adapun di Benua Afrika, dakwah Tauhid tersebar di Mesir, Libya, Al-Jazair, Sudan, dan Afrika Barat. Dan hingga saat ini dakwah terus berkembang ke penjuru dunia, bahkan merambah pusat kekafiran Amerika dan Eropa.
Pujian Ulama Dunia terhadap
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Dakwah Beliau
Pujian ulama dunia terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya amatlah banyak. Namun karena terbatasnya ruang rubrik, cukuplah disebutkan sebagiannya saja.23
1. Al-Imam Ash-Shan’ani (Yaman).
Beliau kirimkan dari Shan’a bait-bait pujian untuk Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya. Bait syair yang diawali dengan:
Salamku untuk Najd dan siapa saja yang tinggal sana
Walaupun salamku dari kejauhan belum mencukupinya
2. Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu (Yaman). Ketika mendengar wafatnya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, beliau layangkan bait-bait pujian terhadap Asy-Syaikh dan dakwahnya. Di antaranya:
Telah wafat tonggak ilmu dan pusat kemuliaan
Referensi utama para pahlawan dan orang-orang mulia
Dengan wafatnya, nyaris wafat pula ilmu-ilmu agama
Wajah kebenaran pun nyaris lenyap ditelan derasnya arus sungai
3. Muhammad Hamid Al-Fiqi (Mesir). Beliau berkata: “Sesungguhnya amalan dan usaha yang beliau lakukan adalah untuk menghidupkan kembali semangat beramal dengan agama yang benar dan mengembalikan umat manusia kepada apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur`an…. dan apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta apa yang diyakini para shahabat, para tabi’in dan para imam yang terbimbing.”
4. Dr. Taqiyuddin Al-Hilali (Irak). Beliau berkata: “Tidak asing lagi bahwa Al-Imam Ar-Rabbani Al- Awwab Muhammad bin Abdul Wahhab, benar-benar telah menegakkan dakwah tauhid yang lurus. Memperbaharui (kehidupan umat manusia) seperti di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Dan mendirikan daulah yang mengingatkan umat manusia kepada daulah di masa Al-Khulafa` Ar-Rasyidin.”
5. Asy-Syaikh Mulla ‘Umran bin ‘Ali Ridhwan (Linjah, Iran). Beliau –ketika dicap sebagai Wahhabi– berkata:
Jikalau mengikuti Ahmad dicap sebagai Wahhabi
Maka kutegaskan bahwa aku adalah Wahhabi
Kubasmi segala kesyirikan dan tiadalah ada bagiku
Rabb selain Allah Dzat Yang Maha Tunggal lagi Maha Pemberi
6. Asy-Syaikh Ahmad bin Hajar Al-Buthami (Qatar). Beliau berkata: “Sesungguhnya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdi adalah seorang da’i tauhid, yang tergolong sebagai pembaharu yang adil dan pembenah yang ikhlas bagi agama umat.”
7. Al ‘Allamah Muhammad Basyir As-Sahsawani (India). Kitab beliau Shiyanatul Insan ‘An Waswasah Asy-Syaikh Dahlan, sarat akan pujian dan pembelaan terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya.
8. Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani (Syam). Beliau berkata: “Dari apa yang telah lalu, nampaklah kedengkian yang sangat, kebencian durjana, dan tuduhan keji dari para penjahat (intelektual) terhadap Al-Imam Al Mujaddid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya dan mengaruniainya pahala–, yang telah mengeluarkan manusia dari gelapnya kesyirikan menuju cahaya tauhid yang murni…”
9. Ulama Saudi Arabia. Tak terhitung banyaknya pujian mereka terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya, turun-temurun sejak Asy-Syaikh masih hidup hingga hari ini.
Penutup
Akhir kata, demikianlah sajian kami seputar Wahhabi yang menjadi momok di Indonesia pada khususnya dan di dunia Islam pada umumnya. Semoga sajian ini dapat menjadi penerang di tengah gelapnya permasalahan, dan pembuka cakrawala berfikir untuk tidak berbicara dan menilai kecuali di atas pijakan ilmu.
Wallahu a’lam bish-shawab.
————————————————————
1 Biografi beliau bisa dilihat pada Majalah Asy Syari’ah, edisi 21, hal. 71.
2 Untuk lebih rincinya lihat kajian utama edisi ini/Musuh-musuh Dakwah Tauhid.
3 Sebagaimana yang dinyatakan Ahmad Abdullah Al-Haddad Baa ‘Alwi dalam kitabnya Mishbahul Anam, hal. 5-6 dan Ahmad Zaini Dahlan dalam dua kitabnya Ad-Durar As-Saniyyah Firraddi ‘alal Wahhabiyyah, hal. 46 dan Khulashatul Kalam, hal. 228-261.
4 Sebagaimana dalam Mishbahul Anam.
5 Sebagaimana yang diterangkan pada kajian utama edisi ini/Hubungan Najd dengan Daulah Utsmaniyyah.
6 Untuk lebih rincinya bacalah kitab Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, karya Dr. Muhammad bin Sa’ad Asy-Syuwai’ir.
7 Sebagaimana yang dinyatakan Ibnu ‘Abidin Asy-Syami dalam kitabnya Raddul Muhtar, 3/3009.
8 Termaktub dalam risalah Sulaiman bin Suhaim.
9 Tuduhan Sulaiman bin Muhammad bin Suhaim, Qadhi Manfuhah.
10 Lihat ‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As-Salafiyyah, 1/143-171.
11 Ayah beliau, dan seorang ulama Najd yang terpandang di masanya dan hakim di ‘Uyainah.
12 Paman beliau, dan sebagai hakim negeri Usyaiqir.
13 Hafizh negeri Hijaz di masanya.
14 Seorang faqih terpandang, murid para ulama Madinah sekaligus murid Abul Mawahib (ulama besar negeri Syam). Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mendapatkan ijazah dari guru beliau ini untuk meriwayatkan, mempelajari dan mengajarkan Shahih Al-Bukhari dengan sanadnya sampai kepada Al-Imam Al-Bukhari serta syarah-syarahnya, Shahih Muslim serta syarah-syarahnya, Sunan At-Tirmidzi dengan sanadnya, Sunan Abi Dawud dengan sanadnya, Sunan Ibnu Majah dengan sanadnya, Sunan An-Nasa‘i Al-Kubra dengan sanadnya, Sunan Ad- Darimi dan semua karya tulis Al-Imam Ad-Darimi dengan sanadnya, Silsilah Al-‘Arabiyyah dengan sanadnya dari Abul Aswad dari ‘Ali bin Abi Thalib, semua buku Al-Imam An-Nawawi, Alfiyah Al- ’Iraqi, At-Targhib Wat Tarhib, Al-Khulashah karya Ibnu Malik, Sirah Ibnu Hisyam dan seluruh karya tulis Ibnu Hisyam, semua karya tulis Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani, buku-buku Al-Qadhi ‘Iyadh, buku-buku qira’at, kitab Al-Qamus dengan sanadnya, Musnad Al-Imam Asy-Syafi’i, Muwaththa’ Al-Imam Malik, Musnad Al-Imam Ahmad, Mu’jam Ath-Thabrani, buku-buku As- Suyuthi dsb.
15 Ulama besar Madinah di masanya.
16 Penulis kitab Kasyful Khafa‘ Wa Muzilul Ilbas ‘Amma Isytahara ‘Ala Alsinatin Nas.
17 Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab bertemu dengannya di kota Madinah dan mendapatkan ijazah darinya seperti yang didapat dari Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif.
18 Ulama terkemuka daerah Majmu’ah, Bashrah.
19 Lihat Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al Wahhabiyyah, hal. 119
20 Ibid, hal. 76.
21 Diringkas dari Haqiqatu Da’wah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab wa Atsaruha Fil ‘Alamil Islami, karya Dr. Muhammad bin Abdullah As-Salman, yang dimuat dalam Majallah Al- Buhuts Al-Islamiyyah edisi. 21, hal. 140-145.
22 Diringkas dari Haqiqatu Da’wah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab wa Atsaruha Fil ‘Alamil Islami, karya Dr. Muhammad bin Abdullah As Salman, yang dimuat dalam Majallah Al- Buhuts Al-Islamiyyah edisi. 21, hal.146-149.
23 Untuk mengetahui lebih luas, lihatlah kitab Da’watu Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab Bainal Mu’aridhin wal Munshifin wal Mu`ayyidin, hal. 82-90, dan ‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab As-Salafiyyah, 2/371-474.
Selengkapnya...
Strategi Asas Syi'ah yang Kelima:
Menggunakan pendekatan psikologi untuk menarik keyakinan orang awam.
Penjelasannya:
Dalam melangsungkan usaha dakwah kepada masyarakat Ahl al-Sunnah, Syi'ah memiliki 2 kategori orang yang masing-masingnya memerlukan strategi yang berlainan:
1. Mereka yang terdiri daripada para tokoh agamawan, intelektual, cendekiawan dan terpelajar. Bagi kategori pertama ini Syi'ah menggunakan strategi ilmiah seperti penggunaan dalil-dalil al-Qur'an dan al-Sunnah.
2. Mereka yang terdiri daripada kalangan orang awam yang memiliki minat di dalam agama dan ingin mencari ubat bagi rohaninya. Bagi kategori kedua ini Syi'ah menggunakan strategi atau pendekatan psikologi.
Antara pendekatan psikologi tersebut ialah:
Pendekatan Pertama:
Mengemukakan skrip dialog antara tokoh Syi'ah dan tokoh Ahl al-Sunnah yang terkenal, lalu di dalam dialog tersebut tokoh Ahl al-Sunnah tidak mampu menjawab hujah-hujah yang dikemukakan oleh tokoh Syi'ah. Maka akhirnya tokoh Ahl al-Sunnah itu mengalah, bahkan ada yang keluar dari mazhab Ahl al-Sunnah dan masuk ke mazhab Syi'ah.
Kesan psikologinya:
Memandangkan tokoh besar Ahl al-Sunnah tidak dapat menjawab hujah Syi'ah sehingga beralih masuk ke mazhab Syi'ah, sudah tentu ini menandakan kebenaran mazhab Syi'ah.
Contoh dialog yang dimaksudkan ialah antara Sultan al-Wa'izin dari Syiraz, Iran yang mewakili Syi'ah dan Hafiz Muhammad Rashid serta Syaikh 'Abd al-Salam dari Kabul, Afghanistan yang mewakili Ahl al-Sunnah. Sesi dialog ini masyhur dikenali sebagai peristiwa Peshawar Nights, didakwa berlangsung di bandar Peshawar yang bermula pada 23 Rejab 1345H dan berlangsung selama 10 malam berturut-turut.
Contoh dialog kedua ialah buku al-Muraja'at (Dialog Sunnah Syi'ah) oleh Syarafuddin al-Musawi. al-Musawi mendakwa dia telah berdialog dengan Salim al-Bisyri, seorang Syaikh al-Azhar lalu kemudiannya membukukan segala pertukaran pendapat dan hujah daripada dialog tersebut.
Pendekatan Kedua:
Mencatit kisah benar seorang Ahl al-Sunnah yang ingin mendekati agama setelah sekian lama menjauhinya. Lalu dalam usahanya ini dia mendapati ada beberapa aliran di dalam mazhab Ahl al-Sunnah yang saling berlainan sehingga mengelirukannya: Yang manakah yang benar ? Akhirnya dia menemui mazhab Syi'ah. Dalil-dalil mereka jelas, hujah-hujah mereka kuat dan kesatuan mereka teramat utuh. Ini berbeza dengan mazhab Ahl al-Sunnah yang samar-samar dalilnya lagi lemah hujahnya.
Kesan psikologinya:
Pasti sahaja yang benar ialah Syi'ah disebabkan oleh kekuatan dalil dan kesatuan mazhab mereka.
Contoh terbaik ialah novel Akhirnya Kutemukan Kebenaran&Kisah Pengembaraan Kerohanian dan Mencari Ilmu karya Muhammad al-Tijani yang sudah diterjemah ke bahasa Melayu pada tahun 1996.
Selain itu terdapat sebuah buku yang merupakan gabungan antara Pendekatan Pertama dan Kedua, iaitu buku Mengapa Aku Memilih Ahl al-Bait. Buku ini didakwa merupakan karangan Muhammad Mar'i al-Amin, kononnya seorang Qadi besar Mazhab al-Syafi'i di Halab, Syria. Ia diterjemahkan ke bahasa Melayu oleh Lutpi Ibrahim dan boleh dirujuk dalam edisi bercetak atau e-book dalam beberapa laman web Syi'ah.
Pendekatan Ketiga:
Memaparkan kisah sedih bercampur marah akibat perbuatan majoriti sahabat sebaik sahaja kewafatan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Kisah dimulai dengan kerakusan para sahabat untuk merebut jawatan khalifah sehingga mengabaikan urusan jenazah Rasulullah, suasana hiruk pikuk dan perpecahan dalam majlis perlantikan Abu Bakar, pengepungan rumah Fathimah diikuti dengan perampasan tanah Fadak daripadanya (Fathimah), sikap 'Ali yang memberi janji taat setia (bai'ah) kepada Abu Bakar hanya selepas 6 bulan, perlantikan 'Umar dan 'Utsman sehinggalah ke peristiwa pembunuhan 'Ali, Hasan dan Husain.
Kesan psikologinya::
Majoriti para sahabat telah menderhakai wasiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam perlantikan 'Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah pengganti. Di samping itu mereka telah berlaku zalim ke atas 'Ali dan ahli keluarganya. Mazhab majoriti sahabat inilah yang kini membentuk mazhab Ahl al-Sunnah. Maka tidak ragu lagi bahawa mazhab Ahl al-Sunnah adalah mazhab yang salah manakala yang benar ialah mazhab Syi'ah.
Contoh pemaparan Kisah-kisah seperti ini ialah buku Saqifah - Awal Perselisehan Ummat dan Detik-detik Akhir Kehidupan Rasulullah oleh O. Hashem.
Pendekatan Keempat:
Memilih dan menapis maklumat yang terbaik yang menyebelahi Mazhab Syi'ah daripada sumber-sumber Ahl al-Sunnah seperti al-Qur'an, al-Sunnah dan sejarah. Kemudian menyusunnya dalam format yang dapat mempengaruhi para pembaca. Sumber-sumber ini adalah sesuatu yang sukar dikaji sendiri oleh para pembaca sehingga akhirnya mereka (para pembaca) terpaksa berpuas hati, bahkan menjadi yakin dengannya.
Kesan psikologinya:
Benarlah Mazhab Syi'ah dengan pelbagai hujah yang mereka nukil daripada sumber rujukan Ahl al-Sunnah sendiri.
Contohnya ialah dalam bab keutamaan dan kemuliaan para sahabat. Syi'ah hanya memilih dan mengemukakan hadis-hadis tentang keutamaan dan kemuliaan 'Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anh yang mereka nukil daripada kitab al-Mustadrak susunan al-Hakim rahimahullah, seolah-olah keistimewaan ini hanya terdapat pada 'Ali dan tidak pada para sahabat yang lain.
Jawapan Ahl al-Sunnah ke atas strategi Syi'ah yang kelima:
Kejayaan pendekatan secara psikologi tetap bergantung kepada faktor kesahihan fakta dan kebenaran hujah.
Penjelasannya:
Sebaik mana sekalipun pendekatan psikologi yang digunakan, yang tetap menjadi ukuran ialah kesahihan fakta dan kebenaran hujah. Ini kerana pendekatan psikologi hanya bersifat fiktif selagi mana ia tidak dibenarkan oleh fakta dan hujah yang bersifat hakiki.
Siapa sahaja boleh mengubah skrip lakonan, mengarang novel dan mengarah drama, akan tetapi yang menjaminnya benar atau dongeng ialah kesahihan fakta dan kebenaran hujah yang membentuknya.
Pendekatan-pendekatan psikologi yang digunakan oleh Syi'ah adalah dongeng belaka demi menarik keyakinan orang awam. Dialog Peshawar Nights sebenarnya tidak berlangsung. Ia hanyalah sebuah skrip drama yang ditulis oleh tokoh-tokoh Syi'ah.[28]Dialog al-Muraja'at juga adalah lakonan semata-mata. Buku al-Muraja'at hanya diterbitkan suku abad selepas kematian Salim al-Bisyri. Tidak seorangpun daripada ahli keluarga Salim al-Bisyri, rakan-rakan pensyarah di Universiti al-Azhar dan anak-anak muridnya yang mengetahui tentang dialog ini. Tidak ada apa-apa bukti sahih bahawa dialog ini benar-benar berlaku kecuali daripada pengakuan al-Musawi sendiri.[29]
Manakala sesiapa yang menganalisa secara cermat buku Mengapa Aku Memilih Ahl al-Bait oleh Muhammad Mar'i al-Amin dengan mudah akan dapat mengecam (mengenali) bahawa ia adalah karangan seorang ahli debat Syi'ah dan bukan seorang qadi yang lazimnya hanya mengetahui perbahasan hukum hakam agama. Penguasaan ilmu seorang qadi hanyalah pada bab halal dan haram, bukan pada persoalan iktikad, tafsiran al-Qur'an (selain ayat-ayat hukum), takhrij hadis,[30]kisah sejarah dan sebagainya.
Selain itu perlu diingatkan bahawa faktor penyebab kepada beralihnya seseorang daripada Mazbab Ahl al-Sunnah kepada Mazhab Syi'ah bukan kebenaran Syi'ah akan tetapi kejahilan orang itu sendiri. Ini seumpama beralihnya seorang Islam kepada agama Kristian, faktor penyebabnya bukanlah kebenaran agama Kristian tetapi kejahilan orang Islam itu sendiri.
Tidak jauh berbeza ialah buku Akhirnya Kutemukan Kebenaran&Kisah Pengembaraan Kerohanian dan Mencari Ilmu[31], Saqifah - Awal Perselisehan Ummat[32] dan Detik-detik Akhir Kehidupan Rasulullah. Isi kandungannya tidak lain adalah kisah-kisah lemah dan dusta yang sengaja dipilih dan disusun indah guna memberi pengaruh kepada para pembacanya.[33]
Adapun hadis-hadis berkenaan keutamaan dan kemuliaan 'Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anh yang dinukil daripada kitab al-Mustadrak susunan al-Hakim rahimahullah, ia sebenarnya hanya mewakili 5 peratus daripada keseluruhan hadis yang terkandung di dalam kitab tersebut dalam bab keutamaan dan kemuliaan para sahabat. Secara terperinci, di dalam bab ini terdapat 2600 buah hadis[34], dimulai dengan Abu Bakar, Umar, 'Utsman, 'Ali dan seterusnya. Daripada jumlah ini hadis berkenaan 'Ali berjumlah 133 buah, mewakili 5 peratus sahaja. Syi'ah hanya memiliki 133 buah hadis ini dan mendiamkan 2467 yang lain.
Demikian beberapa contoh dongengan yang terkandung di dalam pendekatan psikologi yang digunakan oleh Syi'ah ke atas Ahl al-Sunnah. Oleh itu sekali lagi diingatkan bahawa yang penting bukanlah kelicikan pendekatan psikologi yang digunakan tetapi kesahihan fakta dan kebenaran hujah yang membentuknya.
Strategi mudah kepada para pembaca:
* Berwaspada dengan pendekatan psikologi yang digunakan oleh Syi'ah untuk mempengaruhi orang awam.
Sekian lima strategi asas Syi'ah dalam berhujah ke atas Ahl al-Sunnah. Para pembaca yang terdiri daripada orang Syi'ah atau yang pernah didakwah oleh Syi'ah atau yang bakal didakwah oleh Syi'ah akan mendapati mereka (Syi'ah) tidak lari daripada menggunakan lima strategi asas ini, sama ada secara sebahagian atau keseluruhannya. Mengetahui jawapan Ahl al-Sunnah ke atas kelima-lima strategi asas Syi'ah ini adalah langkah pertama dan yang paling utama untuk menjawab hujah-hujah mereka. Langkah seterusnya ialah mengetahui jawapan Ahl al-Sunnah secara terperinci ke atas hujah-hujah mereka yang terperinci juga. Insya-Allah kita akan mulakan dengan menjawab hujah-hujah Syi'ah yang dibangunkan daripada ayat-ayat al-Qur'an al-Karim dalam siri berikutnya.
[1] Rujuk mana-mana kitab ilmu hadis dalam bab berkenaan definisi Hadis Sahih.
[2] Kecuali segelintir dengan merujuk kepada penilaian al-Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak. Ini akan penulis bahas seterusnya dalam Strategi Asas Syi'ah yang Keempat.
[3] Mengeluarkan ialah terjemahan harfiah dari istilah yang biasa digunakan dalam bidang hadis. Ia bererti mencari dan mengemukakan hadis di dalam kitab dan bukan bermaksud membuang keluar hadis daripada kitab.
[4] Perlu dibezakan antara 3 tokoh yang memiliki nama gelaran yang hampir sama: (1) al-Haitsami (الهيثمي) (807H) = pengarang kitab Majma' al-Zawa'id, (2) Ibn Hajar al-'Asqalani (852H) = pengarang kitab Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari dan lain-lain kitab dalam ilmu hadis dan (3) Ibn Hajar al-Haitami (الهيتمي) (973H) = pengarang kitab al-Shawa'iq dan beberapa kitab lain dalam bidang fiqh, fatwa dan hadis.
[5] Qabasat Tarikhiyyah, ms. 7 dikemukakan oleh Asri Zainul Abidin di dalam kertas kerjanya: Manhaj Ahl al-Sunnah Dalam Menilai Maklumat Dan Menghukum Individu sebagaimana dalam: Koleksi Kertas Kerja Seminar Ahli Sunnah wal Jamaah Golongan Tauladan, ms. 190.
[6] Maksud sifat 'Adl dan Dhabith telah diterangkan di dalam Strategi Asas Syi'ah yang Ketiga, khusus dalam bidang hadis.
[7] Mengeluarkan ialah terjemahan harfiah dari istilah yang biasa digunakan dalam bidang hadis. Ia bererti mencari dan mengemukakan hadis di dalam kitab dan bukan bermaksud membuang keluar hadis daripada kitab.
[8] Rujuk semula ms. 113 dalam buku ini.
[9] Lebih lanjut sila rujuk:
1. al-Khatib al-Baghdadi - Tarikh Baghdad, jld. 3, ms. 93-94, biografi no: 1096 (Bab yang bernama Muhammad bin 'Abd Allah).
2. Ibn al-Jauzi - al-Muntazhom fi Tarikh al-Muluk wa al-Imam, jld. 15, ms. 109-111, biografi no: 3059 (Bab yang meninggal tahun 405H).
3. al-Dzahabi - Tazkirah al-Huffaz, jld. 3, ms. 162-166, biografi no: 962 (Bab thabaqat ke-13) dan Siyar A'lam al-Nubala, jld. 17, ms. 162-177, biografi no: 100 (Di atas nama al-Hakim).
4. al-Suyuthi - Thabaqat al-Huffaz, ms. 410-411, biografi no: 927 (Bab thabaqat ke 13).
[10] Ibn al-Shalah - 'Ulum al-Hadits, ms. 21-22 (Bab pembahagian ke-4 dari jenis hadis-hadis sahih).
[11] Demikian menurut penomboran Musthofa 'Abd al-Qadir 'Atha di dalam penelitian beliau (tahqiq) ke atas kitab al-Mustadrak (Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut tp.thn.)
[12] al-Shan'ani - Tawdhih al-Afkar li ma'ani Tanqih al-Anzhar, ms. 67 (Masalah: Penjelasan berkenaan hadis sahih yang merupakan tambahan atas apa yang ada dalam al-Bukhari dan Muslim).
[13] Lihat Lisan al-Mizan oleh Ibn Hajar al-'Asqalani, jld. 6, ms. 250-251, perawi no: 7666 (Bab yang bernama Muhammad, Biografi Muhammad bin 'Abd Allah al-Dhabiyyi).
[14] Antaranya ialah al-Subki di dalam Thabaqat al-Syafi'iyyah al-Kubra, jld. 2, ms. 443-453, biografi no: 329 (Bab thabaqat ke-4, Muhammad bin 'Abd Allah bin Muhammad).
[15] al-Zahabi - Siyar A'lam al-Nubala, jld. 17, ms. 174.
[16] Nukilan berpisah daripada Lisan al-Mizan, jld. 6, ms. 250-251, perawi no: 7666.
[17] Yakni kedha'ifan al-Hakim bukanlah kerana apa-apa sifat tercela seperti pendusta atau sebagainya tetapi adalah kerana keuzuran usia tua yang menyelubunginya. Faktor kedha'ifan ini adalah sesuatu yang dimaafkan.
[18] Ibn al-Shalah - 'Ulum al-Hadits, ms. 22.
[19] Lihat Nasb al-Rayah Takhrij Ahadits al-Hidayah, jld. 1, ms. 462-463 (Kitab Solat, Bab hadis-hadis berkenaan bacaan Basmalah, Tahqiq ke atas hadis yang dijadikan dalil oleh al-Khatib).
[20] Lebih lanjut lihat:
1. Abi Zakariyya Muhammad al-Anshari - Fath al-Baqi bi Syarh Alfiyyah al-'Iraqi, ms. 57 (Pembahagian yang Pertama: Hadis Sahih, Bab Sekuat-kuat kitab hadis, Bab Sebab al-Bukhari dan Muslim mengeluarkan hadis daripada sesetengah perawi yang dha'if).
2. Abu Bakr Kafi - Manhaj al-Imam al-Bukhari fi Tashhih al-Ahadits wa Ta'lilaha (Dar Ibn Hazm, Beirut 2000).
3. Abu 'Ubaidah Masyhur bin Hasan - al-Imam Muslim bin al-Hajjaj wa Minhaj fi al-Shahih wa Atsaruhu fi 'Ilm al-Hadits (Dar al-Shami'iy, Riyadh 1996).
[21] Penulis menambah, adakalanya bagi sebuah hadis yang dikeluarkan oleh al-Hakim, hanya sebahagian perawi yang menepati syarat al-Bukhari dan/atau Muslim manakala sebahagian lagi tidak. Namun al-Hakim mensahihkannya atas syarat al-Bukhari dan/atau Muslim. Ini juga salah satu bentuk bermudah-mudahan yang diamalkan oleh al-Hakim.
[22] Ibn al-Shalah - 'Ulum al-Hadits, ms. 22.
[23] Yakni jika darjat hadis tersebut tidak sahih, minimum ia adalah hasan. Lebih lanjut di atas pendapat Ibn al-Shalah ini, lihat komentar al-'Iraqi di dalam Fath al-Mughits bi Syarh Alfiyyah al-Hadits, ms. 17 (Bab kitab sahih yang merupakan tambahan ke atas Sahih al-Bukhari dan Muslim).
[24] Nasb al-Rayah Takhrij Ahadits al-Hidayah, jld. 1, ms. 463.
[25] al-Sakhawi - Fath al-Mughits Syarh Alfiyyah al-Hadits, jld. 1, ms. 51 (Bab: Hadis sahih yang merupakan tambahan kepada dua kitab sahih).
[26] Fath al-Mughits bi Syarh Alfiyyah al-Hadits, ms. 18.
[27] Terdapat beberapa rujukan terkini yang memberikan semakan semula atas pensahihan al-Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak. Antaranya:
1. al-Mustadrak 'ala al-Shahihin yang disunting (tahqiq) oleh Mushthafa 'Abd al-Qadir 'Atha' dengan disertai di bahagian notakakinya semakan semula oleh al-Zahabi dalam kitabnya al-Talkish. Diterbitkan oleh Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut.
2. al-Mustadrak 'ala al-Shahihin yang disunting (tahqiq) dan disemak semula oleh 'Abd al-Salam bin Muhammad dengan rujukan kepada al-Talkish oleh al-Zahabi. Diterbitkan oleh Dar al-Ma'refah, Beirut.
3. Tanbih al-Wahim 'ala ma ja-a fi Mustadrak al-Hakim (في جاء ما على الواهم تنبيه) oleh Ramdhan bin Ahmad bin 'Ali yang merupakan semakan semula secara bebas ke atas al-Mustadrak tanpa terbatas kepada al-Talkish oleh al-Zahabi. Diterbitkan oleh Maktabah al-Taubah, Riyadh.
[28] Pendustaan ini telah dibongkar Abu Muhammad al-Afriqi di: http://www.ansar.org/english/beshawer.htm
[29] Salah sebuah buku yang menjawab al-Muraja'at telahpun diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh A. Thaha dan Ilyas Ismail atas judul Sunni yang Sunni (Penerbitan Pustaka, Bandung 1989) daripada tajuk asalnya: al-Bayyinat fi al-Rad 'ala Abatil al-Muraja'at. Buku ini boleh dirujuk dalam format e-book dalam laman web penulis: www.al-firdaus.com
[30] Iaitu membahas hadis dengan menyebut sumber-sumber rujukannya yang asal disertai dengan darjat kekuatannya sama ada sahih, hasan dan sebagainya.
[31] Telahpun dijawab dan dibongkar pembohongannya di: http://www.ansar.org/english/exposingtaijani.htm
[32] Telah dijawab secara ringkas oleh Saleh A. Nahdi dalam bukunya Saqifah - Penyelamat Persatuan Umat (Arista Brahmatyasa, Jakarta 1992).
[33] Rujuk semula Strategi Asas Syi'ah yang Ketiga khusus dalam bidang ilmu sejarah.
[34] Ini menurut penomboran Mushthafa 'Abd al-Qadir 'Atha' dalam edisi yang diterbitkan oleh Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut.
Selengkapnya...
Strategi Asas Syi'ah yang Keempat:
Adakalanya darjat hadis dinilai sahih dengan merujuk kepada pensahihan al-Hakim didalam kitabnya al-Mustadrak
Penjelasannya:
Di samping menyenaraikan sejumlah rujukan kitab hadis Ahl al-Sunnah sebagai bukti kebenaran hadis, Syi'ah adakalanya mensahihkan hadis yang mereka kemukakan dengan merujuk kepada kitab al-Mustadrak karangan al-Hakim al-Naisaburi rahimahullah (405H), dengan menukil kata-kata beliau: Hadis ini sahih mengikut syarat al-Bukhari dan Muslim tetapi tidak dikeluarkan oleh mereka berdua atau apa-apa lain yang seumpama. Berdasarkan pensahihan al-Hakim ini, apatah lagi pensahihan yang berdasarkan syarat al-Bukhari dan Muslim, Syi'ah mengukuhkan lagi kedudukan hadis yang mereka kemukakan sebagai hujah ke atas Ahl al-Sunnah.
Jawapan Ahl al-Sunnah ke atas Strategi Asas Syi'ah yang Keempat:
Penilaian hadis oleh al-Hakim hanya dapat diterima jika ia disemak dan dipersetujui oleh ahli hadis yang lain.
Mazhab Ahl al-Sunnah ialah mazhab yang berada di pertengahan dalam semua perkara: ia tidak melencong ke kanan dengan sikap keterlaluan dan tidak melencong ke kiri dengan sikap memperlecehkan. Apabila merujuk kepada seorang tokoh ilmuan, Ahl al-Sunnah juga memiliki jalan yang di pertengahan: mereka memuliakan dia tanpa mempertuhankannya dan bersikap adil dalam menilai kelemahannya - seandainya ada - tanpa menghinanya.
Mazhab Ahl al-Sunnah juga adalah mazhab yang dinamik, ia sentiasa mengkaji semula dan menyemak ulang sumber-sumber dan intipati pengajaran mereka, sama ada dalam bidang al-Qur'an, hadis, fiqh dan sebagainya. Memang diakui ada segelintir yang menutup pintu-pintu kajian semula dan penyemakan ulang ini, namun tindakan segelintir yang jumud ini tidak boleh digeneralisasikan kepada semua Ahl al-Sunnah.
al-Imam, al-Hafiz, al-Allamah, Muhammad bin 'Abd Allah al-Dhabiyyi - al-Naisaburi - al-Hakim Abu 'Abd Allah - juga terkenal dengan gelaran singkat Ibn al-Bayyi' (ابن البيع), ialah seorang anak murid kepada puluhan ahli hadis termasuk Ibn Hibban (354H) dan al-Daruquthni (385H), kemudiannya menjadi tokoh hadis pada zamannya, beralih kepada guru kepada para ahli hadis sesudahnya dan akhirnya menjadi sumber rujukan bagi para ilmuan sehingga masa kini. Karangan-karangan beliau menjadi sumber rujukan para ahli hadis, bahkan sebahagiannya menjadi dasar kepada standard ilmu hadis sesudahnya.[9]
Di antara sekian banyak kitab yang beliau karang, yang terbesar dan yang terakhir ialah kitab hadis al-Mustadrak 'ala al-Shahihin. Tujuan al-Hakim menyusun kitab al-Mustadrak ialah menghimpun hadis-hadis yang sahih berdasarkan syarat al-Bukhari dan Muslim, atau salah seorang daripada mereka, yang tidak mereka muatkan dalam kitab sahih masing-masing.[10] Al-Hakim telah menghimpun sebanyak 8803 hadis[11] berdasarkan tujuan di atas dan mensahihkannya mengikut beberapa tingkatan:[12]
1. Hadis yang sahih mengikut syarat al-Bukhari dan Muslim.
2. Hadis yang sahih mengikut syarat al-Bukhari atau mengikut syarat Muslim. Iaitu kesahihannya hanya berdasarkan syarat salah seorang daripada mereka.
3. Hadis yang sahih tanpa disandarkan kepada al-Bukhari atau Muslim. Ini bererti hadis tersebut adalah sahih mengikut syarat al-Hakim sendiri.
4. Hadis yang tidak diberi apa-apa darjat. Kemungkinan bagi yang terakhir ini al-Hakim bermaksud untuk menilainya setelah selesai menyusun kitab al-Mustadrak. Akan tetapi ajal telah mendahuluinya sehingga dia tidak sempat untuk menunaikan maksudnya.
Akan tetapi kajian semula oleh tokoh-tokoh hadis selepas al-Hakim mendapati wujud beberapa percanggahan dalam pensahihan al-Hakim. Mereka dapati hanya sebahagian hadis yang darjatnya menepati pensahihan al-Hakim manakala selainnya tidak. Ada hadis yang dihukum sahih oleh al-Hakim berdasarkan syarat al-Bukhari dan Muslim akan tetapi semakan semula mendapati ia tidak menepati syarat al-Bukhari dan Muslim. Demikian juga bagi hadis yang beliau sahihkan berdasarkan syarat salah seorang daripada mereka, atau berdasarkan syarat al-Hakim sendiri. Bahkan adakalanya di sebalik pensahihan tersebut, semakan semula mendapati hadis tersebut sebenarnya memiliki darjat dha'if, sangat dha'if sehinggalah ke darjat palsu (maudhu').
Para ahli hadis ini kemudiannya mengusulkan beberapa faktor yang menyebabkan percanggahan ini:
Pertama:
Beliau seorang ahli hadis akan tetapi juga seorang Syi'ah al-Rafidhah yang jahat.[13]Oleh itu disahihkan hadis-hadis yang tidak sahih bertujuan mencemari asas-asas Ahl al-Sunnah dan pada waktu yang sama membenarkan Mazhab Syi'ah.
Pendapat ini dianggap lemah[14]malah ditolak oleh Ahl al-Sunnah. Ini kerana Mazhab Ahl al-Sunnah tidak menghukum seseorang melainkan pada amalan zahirnya. Amalan zahir al-Hakim tidak menunjuk atau mengisyaratkan apa-apa tanda bahawa beliau bermazhab Syi'ah al-Rafidhah.
Kehadiran sejumlah besar hadis tentang keutamaan para Ahl al-Bait Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, khasnya 'Ali, Fathimah, Hasan dan Husain radhiallahu 'anhum tidak boleh dijadikan hujah bahawa al-Hakim bermazhab Syi'ah kerana ketika menyusun bab tentang pengenalan dan keutamaan para sahabat (كتاب معرفة الصحابة), al-Hakim telah mendahulukan hadis-hadis tentang keutamaan Abu Bakar, kemudian 'Umar bin al-Khaththab, kemudian 'Utsman ibn Affan, kemudian barulah diikuti dengan 'Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhum. Lebih dari itu hadis-hadis yang menerangkan keutamaan para Ahl al-Bait Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sememangnya banyak jumlahnya.
Paling tinggi yang boleh dikatakan tentang al-Hakim ialah beliau hanya mengutamakan kecintaan kepada para Ahl al-Bait radhiallahu 'anhum dan ini dikenali sebagai al-Tasyaiyu' [15] atau al-Mufadhdhilah.
Kedua:
Untuk menghimpun 8803 buah hadis, al-Hakim telah mengambil jangka masa yang lama sehingga ke penghujung hayatnya. Dalam jangka masa yang lama ini, sebagaimana kebiasaan kebanyakan manusia, usia tua telah mendahuluinya sehingga dia tidak mantap dalam menghukum darjat sesebuah hadis, bahkan sering tersilap. Kecerdasan fikiran yang tidak mantap dan kesilapan kerana usia tua menyebabkan al-Hakim banyak membuat kesilapan di dalam al-Mustadrak sehingga ke tahap mensahihkan hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang pernah ditolaknya sendiri dalam kitab yang lain. Oleh kerana kesilapan yang fatal ini sebahagian ahli hadis menganggap lemah pensahihan hadis al-Hakim sehingga tidak boleh berhujah dengannya melainkan disemak semula.
Ibn Hajar al-'Asqalani rahimahullah (852H) menerangkan:[16]
(al-Hakim adalah) seorang imam yang sangat benar dan jujur akan tetapi dia mensahihkan dalam kitabnya al-Mustadrak hadis-hadis yang digugurkan (yakni ditolak sepenuhnya kerana pelbagai kecacatannya) dan hal seperti ini banyak dilakukan olehnya ... Dan sebesar-besar sebutan baginya adalah dia disebut di kalangan orang-orang yang dha'if akan tetapi telah diperkatakan tentang keuzurannya kerana dia - semasa menulis kitab al-Mustadrak - berada di penghujung umurnya.[17]
Dan sebahagian mereka (ahli hadis) menyebut bahawa dia tidak mantap dan cuai pada penghujung umurnya dan yang sedemikian ini terbukti kerana dia (al-Hakim) telah menyebut sejumlah para perawi dalam kitab al-Dhu'afa'nya sendiri dan secara muktamad menerangkan penolakan riwayat hadis daripada mereka (para perawi yang dha'if tersebut) dan menegah daripada berhujah dengan (hadis yang diriwayatkan) oleh mereka - lalu kemudian dia (al-Hakim) mengeluarkan hadis-hadis daripada sebahagian mereka (yang didha'ifkannya itu) dalam kitab al-Mustadraknya dan mensahihkannya.
Ketiga:
al-Hakim berpegang kepada manhaj bermudah-mudahan (tasahul) di dalam mensahihkan sesuatu hadis. Ini sebagaimana terang Ibn al-Shalah rahimahullah (643H):[18]
Dan dia (al-Hakim) meluaskan skop pada syarat penetapan hadis sahih dan bermudah-mudahan dalam menghukum dengannya.
al-Zayla'iy (الزيلعي) rahimahullah (762H) menerangkan maksud meluaskan skop pada syarat penetapan hadis sahih dan bermudah-mudahan dalam menghukum dengannya , yang dapat diringkaskan sebagai berikut:[19]
* al-Bukhari dan/atau Muslim adakalanya mensahihkan hadis daripada seorang perawi yang pada dirinya terdapat perbincangan. Namun pensahihan mereka tidaklah semata-mata berdasarkan perawi itu sahaja tetapi berdasarkan lain-lain penguat dari sudut sanad atau penyokong dari sudut matan.[20] Akan tetapi al-Hakim telah menggunakan perawi yang sama tersebut untuk mensahihkan hadis yang lain tanpa apa-apa penguat dan penyokong yang lain, lalu dia berkata Hadis ini sahih mengikut syarat al-Bukhari dan/atau Muslim. Pensahihan sebegini tidak boleh dikatakan atas syarat al-Bukhari dan/atau Muslim dan ini merupakan salah satu bentuk bermudah-mudahan yang diamalkan oleh al-Hakim.
* al-Hakim seringkali mensahihkan sebuah hadis atas syarat al-Bukhari dan Muslim akan tetapi sebenarnya para perawi dalam sanad hadis tersebut sebahagiannya adalah perawi al-Bukhari dan sebahagiannya adalah perawi Muslim. Ini juga salah satu bentuk bermudah-mudahan yang diamalkan oleh al-Hakim.[21]
* al-Bukhari dan Muslim adakalanya berdasarkan seorang perawi, mensahihkan sebahagian hadisnya dan tidak mensahihkan sebahagian hadisnya yang lain. Ini berlaku sekalipun kepada perawi yang sama kerana ukuran pensahihan hadis bergantung juga daripada siapa dia menerimanya dan kemantapan serta kemasyhuran dirinya sendiri dalam meriwayatkan hadis tersebut. Akan tetapi al-Hakim telah mengambil sikap bermudah-mudahan dengan mengumumkan kekhususan perawi tersebut dan mensahihkan semua hadis-hadis yang diriwayatkan olehnya dan mengistilahkannya sebagai Hadis ini sahih mengikut syarat al-Bukhari dan/atau Muslim.
* al-Hakim juga seringkali mengeluarkan hadis daripada para perawi yang lemah dan tertuduh sebagai pendusta kemudian mensahihkannya sebagai Hadis ini sahih mengikut syarat al-Bukhari dan/atau Muslim. Yang terakhir ini adalah bentuk bermudah-mudahan yang paling buruk (تساهل فاحش).
Daripada 3 faktor yang diusulkan di atas, hanya faktor kedua dan ketiga adalah benar sebagai penyebab bagi wujudnya percanggahan di dalam pensahihan al-Hakim. Faktor bermudah-mudahan merupakan manhaj asas al-Hakim sekalipun tujuan beliau dalam menyusun kitab al-Mustadrak ialah menghimpun hadis-hadis yang sahih berdasarkan syarat al-Bukhari dan/atau Muslim. Beliau terpaksa berpegang kepada manhaj bermudah-mudahan kerana (1) untuk menyusun hadis-hadis yang benar-benar menepati syarat al-Bukhari dan Muslim adalah satu tugas yang amat berat dan (2) jika mampu sekalipun, jumlah hadisnya akan menjadi sangat kecil dan ini akan mensia-siakan tujuan asal beliau untuk menyusun kitab al-Mustadrak.
Walaubagaimanapun mensahihkan hadis-hadis yang sebenarnya dha'if, sangat dha'if dan maudhu' bukanlah merupakan manhaj atau tujuan atau kesengajaan al-Hakim tetapi ia adalah kerana kelanjutan umurnya yang menyebabkan dia sering lupa atau tersilap. Ini adalah lumrah manusiawi (human factor) yang tidak layak dijadikan sumber celaan melainkan dijadikan sumber pembaikan.
Atas dua faktor di atas, terdapat dua pendapat dalam berinteraksi dengan hadis-hadis yang disahihkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadraknya:
Pendapat Pertama:
Ini pendapat yang bersederhana lagi dipertengahan, di mana boleh diterima pensahihan al-Hakim melainkan wujud hukum yang berlainan oleh tokoh hadis yang terkemudian (selepas al-Hakim) atau jika dapat dikesan kecacatan di dalam hadis tersebut yang mengubah hukumnya dari sahih kepada tidak sahih. Pendapat ini diusulkan oleh Ibn al-Shalah rahimahullah:[22]
Dan dia (al-Hakim) meluaskan skop pada syarat penetapan hadis sahih dan bermudah-mudahan dalam menghukum dengannya. Maka yang utama ialah mengambil jalan tengah dalam urusan ini: Maka kita mengatakan dengan apa yang telah dihukumkan dengan kesahihannya (oleh al-Hakim) dan (ini bagi kes di mana) kita tidak menemui urusan tersebut (pensahihan atau pendha'ifannya) daripada para imam yang selainnya. (Hadis yang disahihkan oleh al-Hakim tersebut) jika tidak termasuk kategori sahih maka ia termasuk dalam kategori hasan, boleh berhujah dengannya dan beramal dengannya.[23] Kecuali jika jelas padanya terdapat kecacatan maka wajib mendha'ifkannya.
Pendapat kedua:
Ini adalah pendapat yang lebih tegas, di mana tidak boleh diterima pensahihan al-Hakim kerana telah berlaku banyak kesilapan di dalamnya, sebahagiannya kecil dan sebahagiannya besar. al-Zaila'iy menukil kata-kata Ibn Dihyah rahimahullah:[24]
Berkata Ibn Dihyah di dalam kitabnya al-'Ilm (bahawa pendapat yang) masyhur adalah: Wajib ke atas para ahli hadis untuk berhati-hati ke atas perkataan (pensahihan) al-Hakim Abi 'Abd Allah kerana sesungguhnya dia banyak berbuat silap, menzahirkan (membenarkan hadis-hadis) yang gugur (tertolak). Dan sesungguhnya telah cuai kebanyakan orang-orang yang datang selepas beliau dari (kesalahan-kesalahan) yang sedemikian dan (mereka) bertaklid (mengikut terus tanpa menyemak) kepadanya (al-Hakim) pada yang sedemikian (pensahihan al-Hakim).
Pendapat yang dipilih:
Yang dipilih dan yang dikuatkan ialah pendapat kedua, iaitu tidak boleh diterima pensahihan al-Hakim ke atas hadis-hadisnya di dalam al-Mustadrak. Ini kerana:
1. Manhaj bermudah-mudahan al-Hakim sepertimana yang disebut oleh Ibn al-Shalah, sebenarnya adalah lebih berat berbanding apa yang dikenali di kalangan lain-lain ahli hadis yang bermanhaj seumpama seperti Ibn Khuzaimah (311H) dan Ibn Hibban rahimahullah.[25] Malah al-'Iraqi rahimahullah (806H) pernah mengomentarinya sebagai bermudah-mudahan yang amat serius.[26]
2. Di dalam pensahihan al-Hakim wujud kebenaran dan kesilapan. Di dalam kesilapan tu pula sebahagiannya adalah kecil dan sebahagiannya adalah besar. Oleh itu tidak boleh dianggap bahawa pensahihan al-Hakim paling minimum berdarjat hasan sahaja.
3. Kitab al-Mustadrak al-Hakim, di dalamnya telah bercampur aduk antara hadis yang sahih, hasan, dha'if, sangat dha'if dan maudhu'. Untuk membezakan hadis-hadis yang telah bercampur aduk ini memerlukan semakan semula secara keseluruhannya.
4. Hadis Nabi shallallahu 'alaihi wasallam merupakan salah satu sumber syari'at Islam dan kita semua telah diberi amaran tegas oleh baginda untuk tidak menyebarkan hadis-hadis yang tidak berasal daripada baginda. Oleh itu adalah satu kewajipan untuk menyemak hadis-hadis daripada kitab al-Mustadrak sebelum mengemukakannya sekalipun atas tujuan keutamaan beramal, memberi amaran dan menerangkan kemuliaan para sahabat.[27]
Catitan tambahan:
Sifat bermudah-mudahan al-Hakim yang menyebabkan pensahihannya perlu disemak semula merangkumi seluruh kitab al-Mustadrak dan bukan terhad kepada hadis-hadis yang menerangkan keutamaan para Ahl al-Bait Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sahaja, radhiallahu 'anhum.
Sebahagian tokoh Syi'ah ada yang berkata bahawa Ahl al-Sunnah hanya menyemak dan menolak hadis-hadis di dalam al-Mustadrak apa yang berkaitan dengan keutamaan Ahl al-Bait sahaja. Ini adalah pendapat yang tidak benar. Semakan semula oleh para ahli hadis Ahl al-Sunnah merangkumi seluruh kitab al-Mustadrak termasuk dalam bab yang menghimpun hadis-hadis tentang keutamaan Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsman radhiallahu 'anhum. Bahkan semakan semula telah menemui beberapa hadis yang berdarjat sangat dha'if dan maudhu' berkenaan tiga khalifah yang pertama di atas di dalam kitab al-Mustadrak.
Strategi mudah kepada para pembaca:
* Pensahihan hadis oleh al-Hakim hanya dapat diterima jika ia disemak dan dipersetujui oleh ahli hadis yang lain.
Selengkapnya...